JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah dinilai setengah hati dalam upaya pemberantasan korupsi dalam menyiapkan RUU Tipikor yang akan menjadi payung hukum pemberantasan korupsi di Indonesia. Dalam RUU Tipikor versi pemerintah itu ternyata tak dicantumkan ancaman hukuman pidana minimal bagi terdakwa kasus tindak pidana korupsi.
"Hal ini bisa mengancam upaya dan semangat pemberantasan korupsi," kata peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW), Febridiansyah, kepada Kompas.com, di Jakarta, Senin (27/4).
Dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang kini berlaku telah diatur ancaman hukuman minimal bagi terdakwa kasus korupsi yakni satu tahun penjara. Namun, faktanya tetap saja banyak putusan majelis hakim yang menjatuhkan hukuman di bawah ancaman pidana minimal tersebut.
"Apalagi bila tak diatur batas hukuman minimal ini, maka kondisi ini akan mencederai rasa keadilan masyarakat," paparnya.
Febri mengatakan, korupsi termasuk tindak kejahatan luar biasa, maka seharusnya ada ancaman hukuman minimal. "Padahal dalam tindak pidana lainnya saja masih mengatur adanya ancaman hukuman minimal," katanya.
Dalam RUU ini, pasal-pasal mengenai penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat publik, gratifikasi, pemerasan, penyelewengan dana APBD, penghalangan penyitaan, dan pejabat publik yang tidak melaporkan laporan harta kekayaannya itu tak diancam hukuman pidana minimal.
Selain itu, dituturkan Febri, ancaman hukuman maksimal dalam RUU tersebut lebih ringan dari apa yang tercantum dalam UU No 31/1999 yang kini berlaku. Dalam pasal 2 ayat 2, pejabat publik meminta atau menerima keuntungan dalam menjalankan tugasnya maka dipidana paling lama 7 tahun dan atau denda paling banyak Rp 350 juta. Akan tetapi, dalam UU No 31/1999, ancaman hukuman pidana bisa mencapai 20 tahun penjara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.