Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sutan Sjahrir 'Bung Kecil' di Mata Para Tokoh

Kompas.com - 26/02/2009, 22:47 WIB

JAKARTA, KAMIS - Ingatan akan tokoh proklamator, Soekarno-Hatta tak bisa lepas dari Sutan Sjahrir, salah satu dari Tiga Serangkai yang membawa Indonesia menuju kemerdekaanya, 17 Agustus 1945.

Sayang, banyak orang sudah melupakannya, meski tak sedikit yang mematri sosok Sjahrir dalam pikiran, hati dan tindakan mereka seperti dua anak Sjahrir, Kriya Arsjah Sjahrir dan Siti Rayah Parvati.

Buat Buyung-panggilan akrab Kriya Arsjah Sjahrir, prinsip menomorsatukan Republik Indonesia sebagai cinta pertama setelah Ibunya asal Belanda, Maria Duchateau merupakan hal tak terlupakan. "Bagi Ayah, bangsa dan masyarakat Indonesia adalah cinta pertamanya, lalu Ibu adalah cinta kedua. Rupanya Ibu juga sangat paham betul sikap dan prinsip Ayah."

Sementara Upik-panggilan akrab Siti Rayah Parvati, mengenang, keceriaan Sjahrir menjadi kekuatan hidupnya tiap hari, meski ia tahu sangat besar tugas dan tanggung jawab sang ayah sebagai sosok penting di era itu. Setiap bangun pagi Upik selalu disuguhi senyum berikut irama musik klasik, yang memang menjadi kesukaan Sang Ayah.

"Setiap saya bangun pagi itu, pertama kali yang di dengar adalah musik klasik. Ayah memang pecinta seni. Ia sangat kenal dan paham seniman-seniman dunia, salah satunya Edi Du Perong, penyanyi klasik. Ayah juga kenal Pak Chairil," ungkap Upik yang lahir pada tahun 1960, saat Sjahrir ditahan tanpa diadili.

Lalu bagaimana dengan para intelektual muda, wartawan ataupun sahabat yang memiliki kedekatan hati dan pemikiran dengan Sjahrir? Mereka menjawab dalam pandangannya yang berbeda-beda. Aristides Katopo, Wartawan Republika melihat Sjahrir sebagai tokoh soft power dalam perjuangannya. Memilih jalur diplomasi ketimbang kekuatan persenjataan melalui jalur perang.

"Biasanya sejarah ditulis oleh mereka yang menang ada yang disisihkan dan dipinggirkan. Kenyataanya bahwa Sjahrir di awal kemerdekaan dihadapkan pada kekuatan bersenjata dimana perang sebagai areanya. Sementara Sjahrir bersifat soft power, jadi bagaimana perjuangan itu melalui diplomasi. Satu lagi yang menarik adalah perlawanan Sjahrir menentang Fasisme, karena waktu itu Indonesia dijajah Jepang. Ya, lebih gampangnya adalah Otoriter, sekarang ini," terang Aris.

Sabam Sirait, wartawan senior dan mantan duta besar Australia sekaligus dewan tajuk rencana harian The Jakarta Post ini mencatat figur Sjahrir dalam tiga pemahaman, yaitu sikap kerakyatannya, kesederhanaan, dan kekuatan Indonesia dalam percaturan sosial-politik dunia.

"Pertama-tama adalah sikap kerakyatan, yang percaya bahwa rakyat itu memiliki kebijakan dan ketahanan. Bahwa kebijakan dan ketahanan bukan monopoli dari tokoh politik. Kedua, Kesederhanaan Sjahrir, tidak pakai sok-sok seperti sekarang ini kecenderungan menyalahgunakan suatu jabatan dan memperkaya diri dan itu adalah sebuah etos dari seorang pemimpin, dan terakhir, Sjahrir selalu menempatkan Indonesia dalam percaturan sosial dunia, bahwa kita ini tidak hidup sendirian selalu ada kekuatan besar yang menentukan politik Indonesia," papar Sabam yang juga mantan wartawan Harian Sinar Harapan dan Suara Pembaharuan ini.

Sabam ingat betul bagaimana Sjahrir muncul sebagai penengah di antara pertempuran Belanda dengan Indonesia di Jakarta. "Saya ingat benar di Jakarta waktu itu, bagaimana di Kwitang, Kramat pertempuran itu meledak. Lalu ada PM Sjahrir yang mengatakan bukan ini caranya, bahwa di pihak Belanda juga melihat kesepakatan bahwa kekerasan tidak menyelesaikan kepentingan dua bangsa," ungkapnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com