Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aulia Pohan Cs Terancam Hukuman Seumur Hidup

Kompas.com - 30/01/2009, 21:41 WIB

JAKARTA, JUMAT — Empat mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), yakni Aulia Thantawi Pohan, Maman Husen Somantri, Bun Bunan EJ Hutapea, dan Aslim Tadjuddin, mulai diadili di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (30/1). Mereka didakwa secara berlapis dalam kasus aliran dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) sebesar Rp 100 milyar. Atas perbuatannya tersebut, Aulia Pohan cs terancam hukuman seumur hidup.

Surat dakwaan tersebut dibacakan secara bergantian oleh tim jaksa penuntut umum (JPU), yakni Rudi Margono, KMS A Roni, Ketut Sumedana, dan Hadiyanto. Aulia Pohan cs didampingi tim kuasa hukum yang dipimpin Amir Karyatin. Khusus Aulia Pohan, juga didampingi pengacara OC Kaligis.

Dalam surat dakwaan setebal 65 halaman, Aulia Pohan cs dijerat dengan dua dakwaan sekaligus. Dakwaan pertama yakni telah melakukan perbuatan melawan hukum, yakni mengambil dan menggunakan dana BI pada YPPI sehingga memperkaya lima mantan petinggi BI dan dua anggota DPR RI.

Lima mantan petinggi BI, yakni mantan Gubernur BI J Soedrajat Djiwandono yang diberikan dana sebesar Rp 25 miliar, mantan Deputi Gubernur BI Iwan R Prawiranata sebesar Rp 13,5 miliar, dan tiga mantan Direksi BI, yakni Paul Soetopo, Hendro Budiyanto, dan Heru Soepraptomo, masing-masing sebesar Rp 10 miliar. Dua anggota DPR yang menikmati uang YPPI yakni Hamka Yandhu dan Antony Zeidra Abidin sebesar Rp 31,5 miliar.

Atas perbuatannya tersebut, Aulia Pohan cs dikenakan dakwaan primer, yakni melanggar pasal 2 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto pasal 18 UU yang sama juncto pasal 55 ayat 1 ke satu UU KUHP, sedangkan dakwaan subsider dikenakan pasal 3 juncto pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto pasal 55 ayat 1 kesatu UU KUHP.

Adapun dakwaan kedua yakni Aulia Pohan ds didakwa melakukan penyuapan terhadap anggota DPR RI, yakni Hamka Yamdhu dan Antony, sebesar Rp 31,5 miliar. Dana tersebut dipergunakan untuk penyelesaian BLBI di DPR dan amandemen UU BI sehingga Aulia dikenakan dakwaan kedua primer, yakni melanggar pasal 5 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999, dan dakwaan kedua subsider, yakni pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999.

Aulia Pohan ss tidak menanggapi sendiri dakwaan tersebut. Mereka menyerahkan kepada tim kuasa hukum yang dipimpin Amir Karyatin. Sempat terjadi debat antara Amir Karyatin dan kuasa hukum pribadi Aulia Pohan, yakni OC Kaligis, ketika diberi kesempatan menanggapi dakwaan.

OC Kaligis menginginkan pembacaan eksepsi pada hari itu juga. Namun, Amir Karyatin cs menginginkan pada pekan depan. Namun, majelis hakim yang dipimpin Kresna Menon memberi kesempatan untuk membacakan eksepsi pada hari Selasa tanggal 3 Februari 2009.

Seusai persidangan, Amir Karyatin menegaskan bahwa ada kekeliruan fundamental yang dilakukan JPU KPK dalam mendakwa kliennya. "Yang diambil itu bukan dana BI, tapi YPPI. Dalam surat dakwaan, yang diambil adalah uang negara dan merugikan keuangan negara. Padahal, uang YPPI bukan keuangan negara," tegas Amir Karyatin.

Amir juga mengatakan bahwa Rp 68,5 miliar yang diberikan kepada lima mantan petinggi BI yang terjerat kasus BLBI sifatnya pinjaman. "Itu uang pinjaman. Jadi tidak diberikan. Ada akta pengakuan utang (APU)," lanjutnya.(Persda Network/YLS/COI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Nasional
Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok 'E-mail' Bisnis

Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok "E-mail" Bisnis

Nasional
Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com