Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bocah Tiga Tahun Makan Beras Mentah

Kompas.com - 28/10/2008, 08:21 WIB

PASURUAN, SURYA — Hikmatus Solihah (4) tidak berbeda dengan bocah-bocah sebayanya. Ia bahkan tergolong periang dan cerdas. Namun, putri pasangan Abdul Jamal-Siti Romlah, warga Dusun Curahbanyak, Desa Kluwut, Kecamatan Wonorejo, Kabupaten Pasuruan, ini punya kebiasaan aneh, yaitu suka makan beras mentah.

Saat dikunjungi, Senin (27/10), Leha, panggilan bocah ini, sedang menikmati sepiring kecil beras mentah didampingi ayahnya, Jamal, dan kakaknya, Afifudin. Butiran beras keras itu dikunyahnya hingga halus sebelum ditelan. Siswi TK Karangpoh Kluwut itu tidak nampak kesulitan dalam mengunyah. Sekitar 15 menit kemudian, sepiring beras itu pun ludes.

Pemandangan itu terjadi tiap hari. Bagi Leha, camilan adalah beras mentah, bukan kue-kue seperti yang disukai bocah-bocah lain. Jamal dan istrinya sebenarnya ingin menghentikan kebiasaan ini, tetapi kalau tidak diberi, Leha minta beras kepada tetangga. ”Namun, kami juga membatasi. Sebab, kalau tidak, sehari dia bisa habis sekilo,” kata Jamal.

Jamal menceritakan, kesukaan anaknya makan beras mentah itu berawal ketika ia berusia setahun. Saat itu Jamal dan istrinya baru pulang dari kulakan untuk memenuhi dagangan warungnya. Sementara itu, si Leha bermain tepung sehingga seluruh badan dan wajahnya memutih kena tepung.

“Biar tidak menangis saya ganti dengan beras buat mainan. Ternyata beras itu dimakannya mentah-mentah dan menjadi kebiasaan hingga saat ini. Saya khawatir kesehatannya terganggu. Lalu, dia kami bawa ke puskesmas,” kata Abdul Jamal.

Dokter yang memeriksanya juga heran. Namun, untuk mencegah bahaya, Jamal diminta memberi beras yang sudah dicuci dan bukan beras jatah PNS karena dikhawatirkan masih terkontaminasi zat kimia.

“Memang pernah saya beri beras jatah. Namun, Leha malah kena diare. Kami juga pernah melarangnya dan dua bulan lalu semua beras disembunyikan, tetapi Leha malah sakit panas selama dua hari,” tutur Siti Romlah.

Memang selain makan beras, Leha juga masih makan nasi dan minum ASI sampai usia dua tahun. Namun, lepas ASI, ia emoh minum susu dan lebih suka minum air putih.

Kebiasaan balita kelahiran 27 Februari 2004 itu ternyata juga diketahui para tetangga. Tak jarang, balita yang mudah akrab dengan orang lain ini mengambil sendiri beras tetangga.

“Tiap main ke rumah saya, Leha langsung ke dapur dan mencari saya minta beras. Karena sudah terbiasa, saya suruh ambil sendiri, sampai jadi kebiasaan. Orang sini sudah tahu kebiasaannya dan jika dilarang khawatir menangis dan sakit. Sayang kan, anak itu memang lucu dan pintar,” ujar Purwati, tetangga Jamal.

Dokter spesialis kesehatan anal RSU Dr Soetomo, dr Agus Hariyanto SpA(K), menilai, kesukaan Leha makan beras mentah itu sebagai hal biasa dan jamak. Ia juga menduga hal itu akibat kelainan psikologis. ”Bisa jadi itu akibat kurang kasih sayang orangtua, eksploitasi berlebihan dari orangtua dan lingkungan. Sekali dia minta dituruti sehingga berlanjut terus seperti sekarang,” kata Agus.

Dari segi kesehatan, kata Agus, Leha tidak terlalu terancam meski bukan berarti tidak perlu disembuhkan. ”Dia  bisa mengalami kekurangan darah. Lambung juga akan bekerja sangat keras dan dalam jangka panjang bisa menyebabkan luka. Ini perlu dicari penyebabnya,” kata Agus.

Menurut Agus, ada dua cara mengembalikan Leha ke kondisi normal. Pertama, orangtua harus tegas dengan menyetop pemberian beras dan tidak khawatir dengan sakit panas Leha. “Kedua, melalui tindakan medis, penanganan psikologis, dan pemeriksaan mendalam tentang fungis tubuh. Untuk itu harus ke rumah sakit,” ujar Agus. st13/rie

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com