Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harapan, Realistis Dan Fleksibel

Kompas.com - 24/09/2008, 22:28 WIB

KOMPAS.COM Rabu, 6 Agustus 2008  memberitakan kisah menyedihkan tentang seorang mantan calon bupati Ponorogo yang menderita tekanan psikologis berat akibat gagal menjadi bupati. Tokoh masyarakat yang terhormat ini kemudian kehilangan kendali atas dirinya, tampil setengah telanjang di depan umum, bahkan mencoba untuk bunuh diri. Karena perilakunya, tokoh ini kemudian dirawat di RSJ Lawang, Malang.

Mungkin banyak orang akan bertanya, bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi? Mengapa orang yang dahulu tampaknya layak berada dalam posisi panutan masyarakat, sekarang berperilaku sangat tidak adaptif dan membahayakan dirinya sendiri?

Tokoh tersebut sebenarnya tidak sendiri. Tanpa kita sadari, saat ini, semakin banyak orang yang berpotensi berada dalam kondisi seperti itu. Bahkan mungkin justru kita sendiri. Kondisi seperti itu muncul umumnya oleh suatu alasan yang bisa dideskripsikan secara sederhana: “ketidakmampuan mengelola harapan”. Apakah sebenarnya harapan itu?
 
Sudah semenjak dahulu, banyak tokoh berbicara mengenai harapan dalam berbagai bahasa yang berbeda. Hal ini menandakan bahwa harapan merupakan sesuatu yang sebenarnya dimiliki oleh setiap manusia. Bahkan dapat dikatakan bahwa manusia yang sehat pasti mempunyai harapan, harapan yang terkait dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain.

Harapan pada awalnya terletak di wilayah luar realita hidup kita, merujuk pada mimpi-mimpi kita mengenai segala hal. Alfred Adler (dalam Hall dan Lindzey. 2000) mengungkapkannya dengan istilah finalisme fiktif, yakni suatu tujuan yang seringkali bahkan tidak nyata. Masih menurut Adler, jika suatu saat harapan yang kita impikan tercapai, maka akan segera muncul harapan lain yang menunggu untuk diraih. Jadi akan selalu ada yang kita kejar dalam hidup ini.

Pembahasan tokoh lain yakni Carl Rogers (dalam Hall dan Lindzey. 2000)  memberikan suatu titik yang lebih terang mengenai bagaimana kita menyikapi harapan. Harapan akan menjadikan kita sehat karena menjadi daya penggerak kehidupan kita namun dengan suatu persyaratan: realistis dan fleksibel.

Artinya harapan mengenai apa pun tidak semestinya berada terlalu jauh dari realita sehingga berpotensi bagi kita menimbulkan frustasi saat mencoba menggapainya. Harapan pun tidak boleh menjadi kaku dan harus selalu siap untuk diubah sesuai dengan perubahan realita yang dapat terjadi setiap saat, baik realita di laur diri kita maupun di dalam diri kita.

Yang memprihatinkan saat ini adalah adanya berbagai tawaran nilai misalnya dari berbagai media yang mengusung tema-tema yang mendorong semakin banyak orang membangun harapan yang tidak realistis. Orang seakan diindoktrinasi mengenai berbagai kemudahan bahkan keharusan untuk membangun harapan tertentu, harapan yang juga telah diprogramkan. Dorongan untuk memiliki berbagai barang, mengikuti banyak mode, dan menempati posisi-posisi tertentu berpotensi membius orang untuk semakin semakin menjauhi realita diri dan lingkungannya.

Oleh karenanya, kita kemudian mendengar banyak kasus yang sepertinya tidak masuk akal. Misalnya saja seperti kasus di atas, mantan calon bupati yang menjadi kehilangan kontrol. Orang menjadi semakin tidak terkendali, bahkan berperilaku agresif sehingga membahayakan diri dan orang lain. Sudah saatnya kita membangun budaya mental yang sehat dengan selalu  memiliki harapan namun tetap mempertimbangkan realita dan disertai fleksibilitas dalam meraihnya..

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com