Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Muda Ogah Melirik Seni Tradisional

Kompas.com - 14/09/2008, 02:42 WIB

SEMARANG, MINGGU--Sudah bukan rahasia lagi apabila kesenian tradisional di Indonesia mulai ditinggalkan generasi muda negeri ini, dan masuknya berbagai kebudayaan luar melalui berbagai media, terutama televisi, tidak sedikit ikut mempengaruhi kelunturan apresiasi terhadap kesenian tradisional.

Saat ini banyak anak-anak muda kurang mengenal kesenian tradisional seperti karawitan, gamelan, dan juga wayang baik itu wayang kulit, wayang orang maupun wayang golek, mereka (anak muda) lebih senang dengan kesenian dan tradisi luar yang tidak jelas benar dari mana asalnya, kata Sri Handayani, S.Pd, dosen Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang (Unnes) di Semarang, Sabtu.

Padahal, bukan tidak mungkin budaya yang digandrungi anak muda itu sama sekali tak mempunyai nilai positif, kata Sri Handayani menambahkan.

Di masa sekarang ataupun masa yang akan datang tanggungjawab untuk mengembangkan dan melestarikan warisan leluhur tersebut bukan lagi ditentukan sepenuhnya oleh pemerintah, tetapi oleh masyarakat, dalam hal ini mereka para pelaku seni, pecinta seni, pekerja seni dan pemerhati seni serta lainnya agar kesenian dan budaya tersebut tidak hilang atau musnah di telan zaman.

Terlebih lagi saat ini, budaya barat dan modernisasi merupakan konsumsi sehari-hari anak-anak muda. Akibatnya kesenian dan budaya sendiri dianggap tidak nge-trend dan terkesan kuno, sehingga generasi penerus tidak mau menggelutinya bahkan mereka sudah tidak lagi mengenal budaya sendiri.

Hal ini terbukti dengan semakin menurunnya minat generasi muda khususnya di Jawa untuk melihat pagelaran kesenian Jawa.

Sementara itu Anton, seorang anak muda di Kota Semarang mengatakan, pada dasarnya kaum muda bukan tidak berminat terhadap kesenian tradisional, akan tetapi saat ini kemasannya harus bisa disesuaikan dengan kondisi seperti sekarang ini, sehingga tidak terkesan membosankan.

Sebagai contoh adalah wayang, dalam hal ini wayang kulit, dilihat dari penggunaan bahasa Jawa Kawi yang mana kaum muda sekarang tidak lagi mengerti bahasa tersebut. Sehingga memunculkan suatu keengganan untuk menonton karena tidak paham akan ceritanya, katanya.

Saat ini memang ada sebagian dari paguyuban wayang yang sedikit melakukan inovasi dalam pertunjukannya dengan menyelipkan musik campursari dan dangdut untuk menarik minat kaum muda dalam menonton Wayang. Pada awalnya memang banyak yang tertarik, namun, seiring dengan berjalannya waktu, upaya itupun kurang berhasil.

Menurut Handayani, hal yang berbanding terbalik justru terjadi pada masyarakat dari luar negeri yang begitu antusias untuk mempelajari kesenian tradisional Indonesia. Seperti remaja perwakilan dari berbagai negara dikawasan Asia Pasifik yang mendapatkan beasiswa seni dan budaya Indonesia 2008 dari Departemen Luar Negeri RI.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com