Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akom dan Golkar Masih Tak Sependapat soal Proses Pergantian Ketua DPR

Kompas.com - 29/11/2016, 21:22 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Perbedaan pandangan masih terjadi antara DPP Partai Golkar dan Ade Komarudin soal rencana pengembalian Setya Novanto ke kursi ketua DPR.

Hal itu terlihat dari perbedaan kehendak keduanya dalam menetapkan rapat Badan Musyawarah (Bamus) untuk pembahasan rencana pergantian ketua DPR.

Ade menghendaki rapat Bamus digelar Kamis (1/12/2016) sore. Namun, DPP Partai Golkar menginginkan agar rapat Bamus digelar malam ini pukul 20.00 WIB.

"Saya minta ke Sekjen (Sekretaris Jenderal) Golkar Idrus Marham agar sampaikan ke petinggi partai bila berkenan agar Bamus dilakukan Kamis sore," ucap Ade dalam jumpa pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/11/2016).

"Insya Allah saya proses. Kalau bisa saya sendiri yang memimpin supaya tak timbulkan fitnah," kata politisi Partai Golkar yang biasa disapa Akom itu. 

Namun, Akom mengungkapkan, Golkar tak mengizinkan hal tersebut dengan alasan yang belum ia ketahui hingga sekarang.

Menurut Ade, alasan Golkar menolak usulannya masih simpang siur. Ade mengatakan, ia harus berobat ke luar negeri hingga Kamis sore. Karena itu, ia meminta rapat Bamus ditunda agar ia sendiri bisa memimpin.

"Tadi Saudara Idrus datang ke saya saat rapat pimpinan DPR terkait pemrosesan pergantian ketua DPR diskors. Dia datang ke ruangan saya dan mengatakan, Partai (Golkar) minta Bamus hari ini. Alasannya simpang siur dan saya tidak tahu, biar publik yang menilai," tutur Akom.

Rapat Bamus sendiri merupakan tahapan yang penting bagi semua fraksi di DPR untuk menentukan sikap politik atas usulan Golkar yang hendak mengganti Ade sebagai Ketua DPR.

Posisi itu diusulkan Golkar agar ditempati ketua umumnya, Setya Novanto.

Melalui rapat Bamus, berlangsung proses politik lintas fraksi untuk menentukan kepastian posisi Akom sebagai Ketua DPR.

Rapat Pleno DPP Partai Golkar yang memutuskan Novanto kembali menjadi ketua DPR dilakukan pada Senin (21/11/2016) lalu.

Keputusan DPP pun mendapat dukungan Dewan Pembina, yang sebelumnya meminta penundaan pergantian ketua DPR.

Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid mengatakan, keputusan ini diambil dengan mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi terkait kasus "Papa Minta Saham" yang menyeret nama Novanto.

Keputusan MK tersebut dikuatkan dengan keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI yang tidak pernah menjatuhi hukuman untuk Novanto.

Adapun Novanto mundur dari kursi ketua DPR pada Desember 2015 lalu karena tersangkut kasus "Papa Minta Saham". Novanto dituding mencatut nama Jokowi untuk meminta saham dari PT Freeport Indonesia.

Kompas TV Ade Komarudin Menerima Putusan Partai Golkar Soal Posisinya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com