Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Duterte Diharapkan Tak Tularkan Kebijakan Pembunuhan di Luar Pengadilan

Kompas.com - 09/09/2016, 22:54 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat sipil untuk Penghapusan Hukuman Mati di ASEAN (CAPDA) berharap kedatangan Presiden Filipina Rodrigo Duterte ke Indonesia tidak menjadi momen bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membahas penerapan aturan tindakan pembunuhan di luar peradilan atau extra judical killing yang sudah berlaku di Filipina.

Di Filipina ribuan orang tewas setelah kebijakan pembunuhan terhadap orang yang diduga pengedar narkotika diberlakukan.

Program manager ASEAN human rights working group (HRWG), Daniel Awigra mengkhawatirkan Duterte dan Jokowi membahas kemungkinan kebijakan itu diterapkan di Indonesia.

Kekhawatiran itu didasarkan pada adanya kesamaan antara Indonesia dan Filipina, yakni kedua negara ini sama-sama menerapkan vonis mati untuk pidana kasus narkotika.

"Indonesia dan Filipina punya banyak kesamaan," ujar Daniel dalam sebuah diskusi di Plaza Indonesia, Jumat (9/9/2016).

"Salah satunya ini (vonis hukuman mati). Perlu diingat 29 Juli lalu Presiden baru saja lakukan eksekusi terhadap empat terpidana narkotik," tambah dia.

Daniel berharap, pertemuan antara Jokowi dan Duterte tidak berdampak diberlakukannya peraturan baru yang semakin menyudutkan hak hidup para terpidana kasus narkotika.

Karena, lanjut dia, semestinya kedua negara bisa saling bertukar pikiran untuk menyelesaikan masalah narkotika tanpa harus menerapkan hukuman mati.

(Baca: Jokowi Merasa Punya Kesamaan dengan Duterte, Apa Saja?)

"Tentu saja kemungkinan manapun bisa, entah Indonesia yang akan ikut-ikutan atau justru keduanya akan sadar mengenai hak hidup mereka (terpidana), yang jelas harusnya ini (hukuman mati) tidak diterapkan di negara manapun," kata dia.

Daniel menambahkan, extra judicial killings tidak tepat untuk diterapkan di negara manapun.

"Esensi dari kebijakan ini adalah penghilangan nyawa manusia yang merupakan hak dasar dari hak asasi manusia. Seharusnya dilindungi dengan patuh oleh sebuah negara," kata dia.

Pekan lalu, jumlah keseluruhan orang yang tewas sejak 1 Juli telah mencapai 2.400 orang dengan sekitar 900 orang di antaranya tewas dalam operasi kepolisian.

Sisanya adalah ‘kematian saat pemeriksaan’, kalimat dari pegiat hak asasi manusia untuk menggambarkan pembunuhan di luar hukum.

Lembaga penyelidik internal kepolisian Filipina (IAS) dan Komisi Hak Asasi Manusia (CHR) tidak bisa lagi menangani semua peristiwa pembunuhan tersebut.

Mereka hanya menyelidiki sebagian kecil di antaranya untuk menemukan adanya pelanggaran hukum oleh polisi. Selain itu, saksi pembunuhan juga takut untuk bersuara.

Kompas TV Inilah Terpidana Mati yang Belum Dieksekusi

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com