JAKARTA, KOMPAS.com - Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) mendukung langkah Presiden Joko Widodo menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Pasalnya, kejahatan seksual yang telah banyak memakan korban, khususnya anak-anak, sudah masuk dalam katagori kejahatan luar biasa. Karena itu, hukuman kebiri dianggap layak diterapkan.
"Saya kira layak, karena korbannya anak-anak yang tidak bersalah dan berdosa. Bahkan mereka punya masa depan yang jauh," kata Rois Syuriah PBNU Masdar F Mas'udi, saat ditemui di Kantor PBNU, Jakarta, Jumat (27/5/2016).
Ia mengatakan, sudah sepantasnya pelaku kekerasan seksual diberikan hukuman berat. Menurut dia, kejahatan seksual kepada anak terjadi bukan karena kemauan korban sendiri. Dibalik itu, ada bujukan atau pembodohan yang dilakukan pelaku.
(Baca: Ini Isi Lengkap Perppu Kebiri)
"Itu pasti karena korban ditipu, dibujuk dan pelaku membodohi korban bukan kemauan dia sendiri," ujar Masdar.
Dari sisi korban, kata dia, pemerintah juga harus melakukan proses rehabilitasi mental. Jika perlu, korban diangkat negara sebagai anak negara. Harapannya, korban kembali memiliki rasa percaya diri.
(baca: Jaksa Agung Anggap Biasa Pro Kontra Perppu Kebiri)
"Sang anak harus dilindungi betul, kalau perlu dia menjadi anaknya negara. Agar menjadi manusia yang utuh, percaya diri, dan bermoral," kata dia.
Perppu ini memperberat sanksi bagi pelaku kejahatan seksual, yakni hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal 20 tahun penjara dan minimal 10 tahun penjara.
Perppu juga mengatur tiga sanksi tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, serta pemasangan alat deteksi elektronik.
(baca: Hukuman Kebiri Menyasar Kejahatan Seksual Berulang, Beramai-ramai, dan Paedofil)
Hukuman tambahan ini menyasar pelaku kejahatan seksual berulang, beramai-ramai dan paedofil atau terhadap anak dibawah umur. Perppu akan segera dikirimkan ke DPR.