JAKARTA, KOMPAS.com — Proses otopsi terduga teroris asal Klaten, Siyono, saat ini masih berlangsung. Hasilnya diperkirakan dapat diketahui tujuh hingga 10 hari mendatang.
Komisioner Komnas HAM Siane Indriani memastikan, pihaknya akan membuka hasil otopsi tersebut secara transparan kepada publik.
Namun, Komnas HAM akan melakukan rapat terlebih dahulu dengan tim forensik terkait sejauh mana informasi yang dapat disampaikan ke publik.
"Proses otopsi dilakukan dengan begitu banyak perhatian dari masyarakat," ujar Siane saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, Selasa (5/4/2016).
"Kami akan bersama-sama dengan pihak PP Muhammadiyah mengungkap itu secara transparan terhadap publik," kata dia.
Adapun terkait penolakan dari warga setempat yang sempat terjadi, kata Siane, masih diselidiki pihak Komnas HAM.
Sebab, setelah mengunjungi beberapa rumah warga, ternyata semua warga yang dikunjungi oleh Komnas HAM menyatakan tak keberatan jenazah Siyono diotopsi. Mereka hanya takut untuk bicara.
Menurut Siane, justru pihak Komnas HAM dan PP Muhammadiyah malah dibantu oleh warga.
"Dibantu bikin tenda malam-malam. Air juga dibantu mereka, air minum, yang siap menggali juga ada. Bahkan, sampai ada yang buatkan pisang goreng," ujarnya.
Siane menuturkan, pada suatu hari, sempat ada rapat yang diinisiasi kepala desa. Menurut informasi yang didapatkan Siane, rapat tersebut turut mengundang tokoh-tokoh masyarakat.
Saat itulah, mereka yang hadir membuat kesepakatan bersama yang menyatakan penolakan otopsi. Kalaupun terpaksa harus dilakukan otopsi, itu harus dilakukan di luar desa dan jenazah tak boleh dimakamkan di areal desa.
"Kemudian keluarga juga harus keluar dari desa," kata Siane.
Menurut Siane, Suratmi, istri Siyono, sempat mengatakan bahwa ia ikhlas jika harus diusir warga, asalkan jenazah Siyono diotopsi dan penyebab kematiannya diketahui secara jelas.
"Saya masih merasa kasihan suami saya meninggal tidak wajar. Maka, saya mau mencari keadilan. Kalau memang diusir, bumi Allah ini luas. Insya Allah akan diberi jalan," kata Siane menirukan perkataan Ratmi.
Otopsi Siyono dilakukan oleh sembilan dokter forensik yang ditunjuk Pengurus Pusat Muhammadiyah dan seorang dokter dari Polda Jawa Tengah.
Tempat pemakaman umum Desa Pogung, Cawas, Klaten, Jawa Tengah, menjadi lokasi dilakukannya otopsi.
Otopsi Siyono sempat ditolak oleh warga setempat. Proses otopsi akhirnya dilakukan dengan penjagaan ratusan anggota Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (Kokam) Jawa Tengah.
Siyono tewas saat dalam penahanan Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri seusai penggerebekan di rumahnya, 10 Maret 2016.
Kematian terduga teroris itu menjadi sorotan publik karena diduga ada pelanggaran hukum atas penangkapan Siyono.