Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Militer Memandang Peristiwa Supersemar?

Kompas.com - 11/03/2016, 17:21 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Jenderal TNI (Purn) Moeldoko mengatakan, dalam memandang peristiwa terbitnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar), seseorang harus melihat secara kontekstual berdasarkan situasi pada saat itu.

Pada saat itu, menurut Moeldoko, Supersemar sangat kontekstual dengan situasi politik dan ekonomi Indonesia yang semakin memburuk. Karena itu, Presiden memiliki intuisi untuk mengeluarkan surat pengamanan.

Ia juga melihat, hal yang dilakukan oleh Soeharto setelah menerima Supersemar merupakan intuisi seorang pemimpin dalam mengambil tindakan pengamanan yang diperlukan.

(Baca: Kisah di Balik Dua Versi Diorama Supersemar di Monas)

Saat itu, Soeharto berusaha menerjemahkan perintah dan situasi. Akhirnya, yang muncul adalah intuisi sebagai seorang pemimpin tentara.

Moeldoko menjelaskan, dalam konteks teori dan pengalamannya selama menjadi Panglima TNI, ada yang namanya perkiraan cepat, misalnya ketika dia memerintahkan seorang komandan batalyon menyerang sebuah daerah.

Ternyata, dalam perjalanannya, hal tersebut tidak sesuai dengan rencana.

"Maka dari itu, ada yang namanya perkiraan cepat untuk menghasilkan keputusan cepat. Itu kira-kira bagaimana terkait pengambilan tindakan dan keputusan," ujar Moeldoko dalam sebuah diskusi bertajuk "Supersemar, dari Soekarno ke Soeharto: Peta Kontestasi dan Arah Rekonsiliasi" di kantor PARA Syndicate, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (10/3/2016).

(Baca: Kisah Pengujian Keaslian Dokumen Supersemar)

Artinya, menurut Moeldoko, ketika seorang pemimpin tentara diberi perintah oleh Presiden dan dalam perjalanannya tidak sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan, maka inisiatif akan muncul dari pemimpin atas situasi tersebut.

Sementara itu, berdasarkan catatan sejarah, Soeharto mengambil beberapa tindakan guna mengamankan situasi di Indonesia pasca-Supersemar.

Soeharto melakukan pembubaran PKI, mengamankan 15 menteri pendukung Soekarno, memulangkan anggota Tjakrabirawa, dan mengontrol media massa di bawah Puspen AD.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com