Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SBY: Terlalu Bahaya Revisi UU KPK Ditentukan dengan Voting

Kompas.com - 20/02/2016, 19:19 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono berharap DPR RI tidak mengambil keputusan mengenai kelanjutan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi secara voting.

"Saya mohon, memohon adalah hak saya. Masalah ini terlalu besar dan berbahaya," kata SBY saat kopi darat dengan netizen untuk membahas revisi UU KPK di Rafless Hills Cibubur, Sabtu (20/2/2016).

"Too big and too dangerous untuk ditetapkan secara voting, apalagi di lembaga politik," ujarnya.

Penetapan Revisi UU KPK menjadi RUU inisiatif DPR rencananya akan digelar dalam Rapat Paripurna, Selasa (23/2/2016) pekan depan.

SBY memastikan dalam paripurna tersebut Demokrat akan menolak revisi UU karena draf yang ada sekarang dianggap melemahkan lembaga antirasuah itu.

Namun, SBY menyadari Demokrat akan kalah suara jika voting dilakukan. Sebab selain Demokrat, fraksi yang menolak revisi UU KPK hanya Gerindra dan PKS.

Oleh karena itu SBY mengajak seluruh fraksi yang ada di DPR untuk tidak adu kuat.

"Jika suasana voting sangat terbelah, sangat partisan dengan prinsip yang kuat pasti benar, saya kira akan menciderai rasa keadilan," kata SBY.

"Orang bijak mengajarkan, jangan kita selalu membenarkan yang kuat, tapi perkuatlah kebenaran," ucap presiden keenam RI itu.

Acara Kopdar ini digelar setelah sebelumnya SBY meminta pendapat netizen mengenai revisi U KPK melalui akun Twitter dan Facebook.

(Baca: Jokowi Disindir dalam Acara "Kopi Darat" SBY dengan "Netizen")

Hadir 26 netizen terpilih dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Purwokerto, Lumajang, dan Surabaya.

Setiap netizen diberi kesempatan satu persatu untuk menyampaikan pendapatnya. Hampir seluruh netizen yang hadir menolak revisi UU KPK karena dianggap melemahkan.

Mereka yang setuju dengan revisi UU KPK juga meminta agar draf yang ada saat ini diubah. (Baca: Seorang "Netizen" yang "Kopdar" dengan SBY Ternyata Kader Demokrat)

Fraksi Demokrat sendiri sebelumnya menjadi salah satu fraksi yang menyetujui revisi UU KPK dalam rapat Badan Legislasi dengan agenda penyampaian pandangan mini fraksi, Rabu (10/2/2016).

Saat itu, hanya Fraksi Gerindra yang menolak revisi UU KPK karena dianggap dapat melemahkan lembaga antirasuah tersebut. Namun, setelah itu, SBY menginstruksikan Demokrat untuk menolak revisi tersebut.

(Baca: SBY Tiba-tiba Instruksikan F-Demokrat Tolak Revisi UU KPK)

Setidaknya, ada empat poin yang ingin dibahas dalam revisi, yakni pembatasan kewenangan penyadapan, pembentukan dewan pengawas, kewenangan KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), serta kewenangan rekrutmen penyelidik dan penyidik.

kata SBY saat kopi darat dengan netizen untuk membahas revisi UU KPK di Rafless Hills Cibubur, Sabtu (20/2/2016).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com