Sebelumnya, aksi teror dibiayai dari uang hasil jarahan dan sedekah di tempat ibadah. Kini, dibiayai dari pengelolaan perusahaan.
"Tiga tahun lalu, mungkin menampung dari sedekah, hasil perampokan. Sekarang sudah bergeser menjadi dari income perusahaan yang mereka kelola," ujar Agus saat dihubungi Kompas.com, Jumat (15/1/2016) pagi.
Jika ada uang yang berasal dari sedekah atau hasil perampokan, jumlahnya kecil. Uang itu hanya dipergunakan untuk modal usaha dan pada akhirnya mengeruk keuntungan dari perusahaan-perusahaan yang dikelolanya itu.
Nama-nama perusahaan yang menjadi kedok para teroris mendapatkan keuntungan, kata Agus, telah diserahkan ke Detasemen Khusus 88 Antiteror untuk ditindaklanjuti.
"Densus follow the suspect, kalau kami bagian membuka jaringan melalui aliran dana," ujar Agus.
Selain itu, salah satu sumber pembiayaan aksi teror adalah berasal dari sumbangan petinggi jaringannya di kawasan Timur Tengah.
Agus menyebutkan, jumlah uang yang masuk ke Indonesia dari Timur tengah pada tahun 2015 mencapai miliaran.
Salah satu aksi teror itu terjadi di kawasan Sarinah, Jalan M.H Thamrin, Jakarta Pusat pada Kamis (14/1/2016) kemarin. Sebanyak 21 orang jadi korban peristiwa itu, dua di antaranya korban tewas, yang lainnya luka-luka.
Pelaku diduga berjumlah lebih dari lima orang. Namun, hanya lima orang itu yang diketahui jelas sebagai pelaku. Kelima pelaku itu tewas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.