Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Komentar Luhut soal Renegosiasi Freeport dan Pencatut Nama Jokowi

Kompas.com - 11/11/2015, 22:41 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan memberi tanggapan soal kontrak Freeport, yang kemudian memunculkan kabar adanya pencatut nama Presiden Joko Widodo dalam proses renegosiasi.

"Sebenarnya, Freeport itu sederhana, sama kasusnya seperti Mahakam yang expired 2017, dua tahun sebelumnya bisa negosiasi (perpanjang kontrak). Jadi, ya so what?" Kata Luhut di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (11/11/2015).

Menurut Luhut, kontrak Freeport akan habis pada 2021. Maka dari itu, jika ada negosiasi soal perpanjangan kontrak, hal itu bisa dilakukan dua tahun sebelumnya, yakni pada 2019.

Jika kontrak tidak diperpanjang, menurut Luhut, secara otomatis tambang Freeport akan menjadi milik pemerintah seluruhnya.

Luhut tidak memberi jawaban jelas mengenai adanya pencatut nama Presiden Jokowi seputar proses renegosiasi Freeport. Sebab, Luhut merasa tidak terlibat dalam proses renegosiasi.

"Kalau saya terlibat, Presiden saya usulkan, 'Pak, kita jangan ubah undang-undang, nanti akan cacat pemerintah,'" ujarnya.

Salah satu aturan yang menjadi perhatian Luhut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Mengacu PP 77/2014, kepastian perpanjangan kontrak baru bisa dilakukan dua tahun sebelum kontrak berakhir atau pada tahun 2019.

"Freeport (pada) 2019 baru boleh diperpanjang," kata Luhut.

Luhut sendiri menegaskan bahwa pemerintah akan tetap menjalankan aturan yang telah ada, yakni melakukan pembahasan negosiasi dua tahun sebelum kontrak berakhir.

Catut nama Jokowi-JK

Menteri ESDM Sudirman Said sebelumnya menyebutkan adanya tokoh politik yang sangat berkuasa mencoba menjual nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla kepada Freeport.

Pencatutan nama Presiden dan Wapres dilakukan agar kontrak Freeport bisa segera diberikan sebelum waktu yang sudah ditentukan.

"Seolah-olah Presiden minta saham. Wapres juga dijual namanya. Saya sudah laporkan kepada keduanya. Beliau-beliau marah karena tak mungkin mereka melakukan itu," ujar Sudirman.

Namun, dia mengaku tak bisa menyebut siapa politisi yang coba menjual nama dua pimpinan tertinggi Indonesia itu. (Baca: Menteri ESDM: Ada "Politisi Kuat" yang Catut Nama Presiden dan Wapres ke Freeport)

Hanya, Sudirman mengatakan bahwa orang itu cukup terkenal. Wapres Kalla, tutur dia, bahkan tahu persis siapa orang yang coba menyeret-nyeret nama dua petinggi tersebut.

"Keduanya (Presiden dan Wapres) sangat marah. Pak Jokowi mengatakan, 'ora sudi'. Ora sudi kan ungkapan Jawa yang sangat dalam," kata Sudirman.

"Begitu pun Wakil Presiden. 'Ini orang kurang ajar dan saya tahu orang itu siapa,' kata Wapres. Jadi, Wapres sudah menduga," ujarnya.

Sudirman mengaku mengetahui semua tindakan licik tokoh-tokoh politik di balik percobaan perpanjangan kontrak Freeport. Sebab, Freeport menceritakan secara rinci permintaan tokoh-tokoh politik tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com