Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Revisi UU "Mengamputasi", untuk Apa Eksistensi KPK?

Kompas.com - 07/10/2015, 12:26 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pimpinan sementara Komisi Pemberantasan Korupsi, Indriyanto Seno Adji, menilai, belum ada urgensi untuk merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang KPK. Ia mempertanyakan apakah eksistensi KPK masih dibutuhkan mengingat poin-poin dalam revisi tersebut justru melemahkan lembaga tersebut.

"Kalau DPR memang bersikukuh untuk revisi yang berakibat 'pengamputasian' eksistensi KPK, maka sebaiknya dipikirkan saja perlu tidaknya kelembagaan KPK di bumi tercinta ini," ujar Indriyanto, saat dihubungi, Rabu (7/10/2015).

Indriyanto mengatakan, keberadaan KPK memiliki kekhususan kelembagaan, baik struktur, kewenangan, maupun ketentuannya. Menurut dia, revisi UU KPK semestinya diharmonisasikan dengan pembahasan RUU Tindak Pidana Korupsi, KUHAP, KUHP, dan UU Tindak Pidana Pencucian uang, dan TPPU, agar tidak menimbulkan regulasi yang tumpang tindih.

"Revisi ini tegas jelas 'mengamputasi' wewenang khusus lembaga KPK menjadi public state institution," kata Indriyanto.

Ia mengingatkan bahwa sebelumnya Presiden Joko Widodo menolak pembahasan revisi tersebut. Indriyanto berharap, pemerintah konsisten dengan keputusan Presiden tersebut.

"Komitmen Presiden adalah tetap menolak pembahasan revisi UU KPK karenanya Menkumham diharapkan mematuhi perintah Presiden," ujar dia.

Enam fraksi di DPR mengusulkan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Pada beberapa pasal, draf revisi itu memuat perubahan wewenang KPK. Pertama, pada Pasal 4 tentang Tujuan Pembentukan. KPK dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap pencegahan tindak pidana korupsi.

Dalam peraturan yang berlaku saat ini, tujuan peningkatan daya guna dan hasil guna itu diperuntukkan bagi pemberantasan korupsi. Kemudian, frasa penuntutan yang sebelumnya terdapat di dalam aturan yang berlaku dihapuskan, seperti di dalam Pasal 9 huruf a, Pasal 10 ayat (3), dan Pasal 11.

Kemudian, di dalam Pasal 27 ayat (4) tentang KPK yang membawahkan empat Dewan Eksekutif (DE). Di dalam DE Bidang Penindakan Sub-Bidang Penuntutan yang sebelumnya ada kini hilang. Sementara itu, Bab VI hanya mengatur tentang penyelidikan dan penyidikan. Hal itu sebagaimana terdapat di dalam Bagian Kesatu Umum Pasal 40. KPK hanya berwenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan dengan mekanisme yang diatur di dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.

Sementara itu, tugas penuntutan itu diberikan kepada jaksa yang berada di bawah lembaga Kejaksaan Agung yang diberi wewenang oleh KUHAP untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Hal itu sebagaimana diatur di dalam Pasal 53 revisi UU KPK. Sebelumnya, enam fraksi mengusulkan perubahan UU KPK.

Keenam fraksi itu ialah Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Nasdem, Fraksi PKB, Fraksi Hanura, Fraksi PPP, dan Fraksi Golkar. Usulan itu disampaikan saat rapat Badan Legislasi DPR, Selasa (6/10/2015).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pansel Diminta Coret Capim KPK yang Buruk, Jangan Sampai Lolos ke DPR

Pansel Diminta Coret Capim KPK yang Buruk, Jangan Sampai Lolos ke DPR

Nasional
Bertolak ke Riau, Presiden Jokowi Bakal Resmikan Tol dan Sistem Pengelolaan Air

Bertolak ke Riau, Presiden Jokowi Bakal Resmikan Tol dan Sistem Pengelolaan Air

Nasional
Soal Putusan MA, Pakar: Pertimbangan Hukum Hakim Sangat Dangkal

Soal Putusan MA, Pakar: Pertimbangan Hukum Hakim Sangat Dangkal

Nasional
Survei Kepuasan Pelanggan Antam Naik pada 2023

Survei Kepuasan Pelanggan Antam Naik pada 2023

Nasional
4 Terdakwa Kasus Gereja Kingmi Mile Jalani Sidang Vonis Hari Ini

4 Terdakwa Kasus Gereja Kingmi Mile Jalani Sidang Vonis Hari Ini

Nasional
Secepat Kilat MA Ubah Aturan Batas Usia Kepala Daerah yang Buka Jalan Kaesang Jadi Cagub

Secepat Kilat MA Ubah Aturan Batas Usia Kepala Daerah yang Buka Jalan Kaesang Jadi Cagub

Nasional
Pakar Bicara Kesamaan Pola Putusan MA dan MK, Terganjal Syarat Pencalonan

Pakar Bicara Kesamaan Pola Putusan MA dan MK, Terganjal Syarat Pencalonan

Nasional
Momen Jokowi 'Nge-mal' di Sumsel, Ajak Bocah Makan 'Snack' di Mejanya

Momen Jokowi "Nge-mal" di Sumsel, Ajak Bocah Makan "Snack" di Mejanya

Nasional
Pansel Capim KPK: Komposisi Dianggap Bermasalah, Diingatkan Jangan Loloskan Calon Titipan

Pansel Capim KPK: Komposisi Dianggap Bermasalah, Diingatkan Jangan Loloskan Calon Titipan

Nasional
Perkuatan Komando dan Interoperabilitas di Kawasan Laut China Selatan

Perkuatan Komando dan Interoperabilitas di Kawasan Laut China Selatan

Nasional
Penguntitan Jampidsus Dianggap Selesai, Anggota Densus Tidak Disanksi

Penguntitan Jampidsus Dianggap Selesai, Anggota Densus Tidak Disanksi

Nasional
Pansel Capim KPK 2024-2029 Didominasi Unsur Pemerintah

Pansel Capim KPK 2024-2029 Didominasi Unsur Pemerintah

Nasional
Putusan MA Miliki Modus Sama dengan Putusan MK, Kali Ini Karpet Merah untuk Kaesang?

Putusan MA Miliki Modus Sama dengan Putusan MK, Kali Ini Karpet Merah untuk Kaesang?

Nasional
Perludem: Putusan MA Keliru, Mencampur Aduk Syarat Calon dan Calon Terpilih

Perludem: Putusan MA Keliru, Mencampur Aduk Syarat Calon dan Calon Terpilih

Nasional
Pemerintah Arab Saudi Perketat Jalur Masuk Mekkah, Antisipasi Jemaah Haji Ilegal

Pemerintah Arab Saudi Perketat Jalur Masuk Mekkah, Antisipasi Jemaah Haji Ilegal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com