Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrat Nilai Putusan MK soal Calon Tunggal Masih Menyisakan Masalah

Kompas.com - 30/09/2015, 10:55 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara DPP Partai Demokrat Andi Nurpati menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan calon tunggal mengikuti pemilihan kepala daerah serentak masih menyisakan celah persoalan.

Di antaranya adalah potensi banyaknya masyarakat yang memilih golput dan pemborosan anggaran jika pemilihan tetap diundur karena mayoritas pemilih tidak memilih calon tunggal yang ada.

Andi menjelaskan, angka golput di daerah dengan satu calon kepala daerah bisa tinggi lantaran masyarakat merasa tidak memiliki calon yang akan didukung atau dipilih. Ia mendorong dibuat aturan lebih rinci sebagai solusi jika di daerah tersebut lebih didominasi masyarakat yang tidak memilih (golput).

"Perlu diantisipasi ada golput karena pemilih merasa tidak punya calon. Bagaimana kalau golput sampai 50 persen," kata Andi saat dihubungi, Rabu (30/9/2015).

Mengenai efisiensi anggaran, kata Andi, persoalan muncul karena putusan MK menetapkan norma pemilihan dengan kotak "setuju" dan "tidak setuju". Masalah akan muncul ketika mayoritas pemilih menyatakan tidak setuju pada calon tunggal sehingga pelaksanaan pemilihan akan kembali digelar pada Pilkada serentak selanjutnya.

"Ini implikasinya tidak efisien anggaran. Padahal salah satu tujuan pilkada serentak adalah efisiensi anggaran," kata mantan Komisioner KPU itu.

Namun secara umum, Andi mengakui bahwa Partai Demokrat menghormati putusan MK tersebut. Ia berharap Komisi II DPR RI segera menggelar rapat dengan penyelenggara pemilu dan Menteri Dalam Negeri untuk merumuskan tindak lanjut pilkada serentak dengan calon tunggal.

Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi soal calon tunggal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. MK memperbolehkan daerah dengan calon tunggal untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak periode pertama pada Desember 2015.

Dalam pertimbangannya, hakim konstitusi menilai bahwa undang-undang mengamanatkan pilkada sebagai pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih kepala daerah secara langsung dan demokratis.

Dengan demikian, pemilihan kepala daerah harus menjamin terwujudnya kekuasan tertinggi di tangan rakyat.

Selain itu, MK menimbang perumusan norma UU Nomor 8 tahun 2015, yang mengharuskan adanya lebih dari satu pasangan calon tidak memberikan solusi, yang menyebabkan kekosongan hukum. Hal itu dapat berakibat pada tidak dapat diselenggarakannya pilkada.

Jadi, syarat mengenai jumlah pasangan calon berpotensi mengancam kedaulatan dan hak rakyat untuk memilih. MK juga mengatur bahwa pemilihan calon tunggal dilakukan menggunakan kolom "setuju" dan "tidak setuju".

Apabila yang memilih kolom "setuju" lebih banyak, maka calon tunggal itu ditetapkan sebagai kepala daerah. Tetapi, jika lebih banyak yang memilih "tidak setuju", maka pelaksanaan pilkada di daerah tersebut akan ditunda hingga pilkada pada periode selanjutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jemaah Haji Diimbau Tidak Umrah Sunah Berlebihan, Masih Ada Puncak Haji

Jemaah Haji Diimbau Tidak Umrah Sunah Berlebihan, Masih Ada Puncak Haji

Nasional
Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

Nasional
Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Nasional
Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Nasional
Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Nasional
Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Nasional
Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Nasional
Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Nasional
Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Nasional
Kloter Terakhir Jemaah Haji Indonesia di Madinah Berangkat ke Mekkah

Kloter Terakhir Jemaah Haji Indonesia di Madinah Berangkat ke Mekkah

Nasional
PKB Beri Rekomendasi Willem Wandik Maju Pilkada Papua Tengah

PKB Beri Rekomendasi Willem Wandik Maju Pilkada Papua Tengah

Nasional
Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Nasional
Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Nasional
Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Nasional
Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPG 

Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPG 

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com