Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan Baru Kemenlu, Sesama Diplomat RI Kini Boleh Menikah

Kompas.com - 21/01/2015, 21:37 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pegawai Kementerian Luar Negeri yang bekerja sebagai diplomat mendapat kabar gembira. Sebab, Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi kini membolehkan sesama diplomat untuk menikah.

Aturan ini berbeda dengan yang dulu ditetapkan. Saat itu, jika pegawai diplomat menikah dengan diplomat RI lainnya, salah satunya harus mundur.

"Tapi, sekarang diplomat menikah dengan diplomat, dua-duanya dapat meneruskan kariernya. Jadi, tidak ada satu pun yang dikorbankan profesinya," kata Menlu Retno di Jakarta, Rabu (21/1/2015).

Menurut Retno, kini juga telah disiapkan buku besar pengatur penempatan kedua diplomat yang menikah. Mereka akan ditempatkan di perwakilan-perwakilan Kementerian Luar Negeri yang berdekatan. Hal ini termasuk dalam keberpihakan Kemenlu soal isu jender.

Proporsi jender

Retno kemudian membahas strategi mainstreaming gender. Pernikahan antara diplomat adalah salah satu yang dibahas di situ. Ada penerapan strategi pengarusutamaan gender (PUG) dan perencanaan penganggaran responsif jender.

Perbedaan jenis kelamin ini menjadi penting dan Kemenlu menunjukkan keberpihakan terhadap proporsional jender. Contohnya, dalam kurun waktu 10 tahun ke belakang, komposisi diplomat perempuan dibanding diplomat laki-laki sudah hampir sama. Padahal, sebelumnya, saat Retno masuk ke Kemenlu, porsi perempuan kurang dari 10 persen.

"Sangat berbeda dengan pada saat (zaman) saya. Saat saya itu masih less than 10 persen diplomat yang terdiri dari perempuan. Saya masuk Kemenlu tahun 1986 dan dari 70 itu perempuan hanya delapan. Sekitar 10 persen. Tapi, kalau lihat komposisinya, sekarang sudah bisa dikatakan 50-50," kata Retno.

Untuk lebih konkret, mantan Duta Besar Indonesia untuk Belanda itu menjelaskan, Kemenlu juga sudah bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Ada MoU dan menerjemahkan kebijakan. Tujuannya, kata Retno, agar keberpihakan jender bisa dituangkan dalam pembentukan kebijakan, misalnya saja pemberian fasilitas, seperti pusat pengasuhan anak di Kemenlu.

"Jadi, kami bekerja sama dengan Kementerian PPPA menerjemahkan kebijakan pengarusutamaan jender itu seperti apa. Misalnya, di tempat kita ada day care, sehingga bagi teman-teman yang bekerja dua-duanya itu bisa menggunakan fasilitas day care," kata Retno.

Selain itu, ungkapnya, porsi perempuan dalam jabatan penentu keputusan juga meningkat. "Komposisi perempuan menduduki jabatan pembuat keputusan juga terus meningkat, apalagi sekarang Menlunya perempuan," ujarnya.

Kesadaran global

Senada dengan Menlu Retno, Wakil Menteri Luar Negeri AM Fachir melihat keberpihakan pada jender sudah menjadi kesadaran global. Sekarang waktunya bagi Indonesia tidak membeda-bedakan laki-laki dan perempuan.

"Kami sudah punya komitmen pada tingkat internasional yang itu adalah untuk kebaikan kita sendiri, dan karena itu kita coba jabarkan pada tingkat nasional dalam bentuk undang-undang," kata Fachir. Menurut dia, asalkan memiliki kemampuan dan kompeten, setiap orang berhak menempati posisi tertentu.

"Karena itu, saya katakan semua orang punya kesempatan, bisa diberikan peluang untuk melaksanakan apa yang menjadi keinginan," ucapnya. (Edwin Firdaus)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com