JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly menyatakan terus mendukung hukuman mati terhadap bandar atau pengedar narkoba karena menimbulkan kerugian yang masif bagi negara. Lalu, bagaimana dengan hukuman mati untuk koruptor?
"Belum. Kita dengar dulu. Saya sebenarnya adalah orang yang paham hukuman mati sebetulnya hanya pada narkoba saja," kata Yasonna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (21/1/2014) sore.
Yasona mengatakan, hukuman bagi koruptor memang dimungkinkan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor. Akan tetapi, dalam pasal itu diatur bahwa hukuman mati bagi koruptor hanya bisa dijatuhkan apabila seseorang melakukan korupsi pada saat negara dalam keadaan bahaya, bencana nasional, krisis ekonomi, dan moneter, atau jika korupsi dilakukan berulang.
"Undang-undangnya kan hukuman mati untuk tipikor bencana alam. Baru itu," ujarnya.
Yasonna menjelaskan, hingga saat ini belum ada wacana mengajukan usul legislasi ke DPR untuk melegalkan hukuman mati bagi terpidana korupsi selain yang diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor.
"Kita buat undang-undang kan karena ada keinginan dan refleksi dari masyarakat. Kalau ada keinginan masyarakat yang kuat, ya nanti kita lihat saja," kata Yasonna.
Kejagung telah menembak mati enam narapidana narkotika, Minggu 18 Januari 2015 lalu. Satu napi warga negara Indonesia, sementara lima napi lain adalah warga negara asing. Eksekusi mati ini adalah gelombang pertama. Artinya, akan ada eksekusi mati selanjutnya.
Sementara itu, Jaksa Agung HM Prasetyo menyebutkan, setelah mengeksekusi enam terpidana mati, masih ada 60 terpidana mati lainnya yang akan dieksekusi pada masa mendatang setelah semua proses hukum selesai. (Baca: Jaksa Agung: Kita Punya "Stok" 60 Orang yang Akan Dieksekusi Mati)
Prasetyo memastikan bahwa pihaknya mendahulukan eksekusi terhadap terpidana mati kasus narkotika. Namun, dia tidak dapat memastikan kapan waktu eksekusi selanjutnya dilaksanakan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.