Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Sampai Kemeja Putihmu Memudar…

Kompas.com - 18/01/2015, 13:01 WIB


KOMPAS.com - Baju putih lengan panjang, lengkap dengan dua kantong di depannya, ditempeli kain strip di pundak kiri dan kanannya, kini kerap digunakan orang di lingkungan pemerintahan. Jika dulu, pada saat kampanye pemilihan presiden dan wakil presiden, Joko Widodo dan Jusuf Kalla mengenakan baju kotak-kotak merah, putih, dan biru, kini mereka menggantinya dengan baju putih.

Para pemakainya sengaja tak memasukkan baju putihnya dalam celana. Itulah busana kerja atau disebut pakaian sipil lapangan di era pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Pakaian tersebut, kini, tak hanya digunakan Presiden, Wapres, dan para pejabat, tetapi juga pegawai dan masyarakat biasa.

Warna putih sering diartikan hati bersih, suci, dan ketulusan melakukan apa pun. Adapun baju yang tak dimasukkan dalam celana, meskipun seperti tak rapi, menunjukkan kerja, kerja, dan kerja, seperti slogan pemerintah Jokowi-JK.

Putih juga kerap dimaknai tanda kesederhanaan dan niat baik Jokowi-JK yang mencoba mengubah perilaku untuk meraih kemajuan bangsa.

”Ora neko-neko (tidak aneh-aneh atau macam-macam bertindak),” begitulah tampaknya yang diinginkan Presiden Jokowi.

Kini, baju putih tak hanya menggantikan busana kerja baju safari, yang dulu booming di era Presiden Soeharto hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tetapi juga diam-diam mengubah dan menciptakan tren busana tersendiri di masyarakat.

Hampir tiga bulan pemerintahan, tren permintaan baju putih masih saja terlihat, seperti di pusat perbelanjaan grosir terbesar Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Siang itu, Kosim, pedagang kemeja di Blok A, Tanah Abang, sedang duduk santai. Sambil menawarkan dagangannya kepada setiap orang yang melintas, Kosim melipat-lipat kemeja dagangannya. Saat itu, hanya sedikit kemeja berwarna putih yang dijualnya.

”Dulu waktu kampanye, kemeja kotak-kotak Jokowi selalu saja habis terjual. Ada barang, langsung ludes terjual. Ada pedagang yang borong, tetapi ada juga pembeli eceran. Sekarang ini, baju putih yang dipakai Jokowi tidak selaris baju kotak-kotaknya waktu kampanye. Tapi, ya, tetap saja ada yang masih cari baju putih Jokowi,” kata Kosim.

Kemeja putih khas Jokowi dijual seharga Rp 65.000-Rp 75.000 per potong. Tentu ini harga secara grosiran. Kalau harga satuan, bisa mencapai Rp 150.000-an per potong. Karena permintaannya tidak seheboh dulu, Kosim pun mulai lebih menyediakan dagangannya dengan kemeja lengan panjang dan pendek dengan corak warna-warna berbeda-beda.

Meskipun tak selaris setelah pelantikan Presiden dan Wapres 20 Oktober 2014, permintaan kemeja putih khas Jokowi masih tetap dirasakan Amat, yang bertahun-tahun berjualan di Pasar Tanah Abang.

”Beberapa minggu lalu, ada pedagang yang ke sini. Mau pesan banyak. Katanya, mau dijual ke dinas pemerintah untuk acara-acara resmi. Tapi, barangnya enggak ada. Butuhnya cepat, ya mesti menunggu,” katanya.

Amat mengatakan, tak berani membuatnya sendiri. Maklum, jenis kain baju khas Jokowi susah dicari. ”Bahannya dril. Kalau sudah jadi kemeja, paling dijual harganya Rp 540.000 per lusin. Lagian, buat apa bikin banyak-banyak. Soalnya, permintaannya enggak seperti dulu lagi seperti waktu kemeja kotak-kotak Jokowi,” ungkapnya.

Permintaan baju putih khas Jokowi juga masih ditemukan di kawasan Pasar Senen, Jakarta. Pemesanan juga tercatat masih banyak meskipun di sejumlah toko lain juga mulai berkurang.
Masih adanya harapan

Masih adanya permintaan baju khas Jokowi sebenarnya menandakan masih adanya harapan yang digantungkan kepada Jokowi-JK. Ketika pemerintah mengubah subsidi sektor konsumtif menjadi subsidi produksi, yang mengakibatkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500 per liter, begitu juga BBM jenis solar, sebagian rakyat memprotes keras.

Namun, kemarahan sebagian masyarakat tidak berlarut-larut. Sebab, ada hitung-hitungan rasional yang disampaikan Presiden, Wapres, dan sebagian menteri dan realisasi sebagian janji program-program kerakyatan yang pernah dijanjikan di masa kampanye. Apalagi, pemerintah kemudian menyesuaikannya kembali atau menurunkan harga BBM bersubsidi tersebut hingga akhir pekan ini akibat harga minyak mentah dunia yang terus merosot.

Harapan rakyat agar pemerintahan terus memprioritaskan penegakan hukum demi pemerintahan bersih dan berwibawa pun tercatat beberapa kali dilakukan. Pemilihan calon hakim konstitusi yang independen di Mahkamah Konstitusi, penolakan grasi terpidana mati kasus narkoba, dan pembebasan aktivis agraria Eva Bande, meskipun publik sempat ragu saat memilih Jaksa Agung HM Prasetyo.

Harapan rakyat nyaris hilang tatkala Jokowi sebagai presiden pilihan rakyat seperti tak berdaya memilih sosok yang dinilai kontroversial menjadi kepala kepolisian negara Republik Indonesia. Demikian pula, ketika Presiden Jokowi seperti membiarkan Komisaris Jenderal (Pol) Budi Gunawan terus melaju dan tak menariknya kembali dari DPR meskipun sudah dinyatakan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Namun, akhirnya Presiden Jokowi mengambil keputusan untuk sementara tidak melantik Budi meskipun sidang paripurna DPR sudah menetapkannya sebagai calon kapolri. Pernyataannya, ”Menunda, bukan membatalkan,” tentu tak membuat aktivis anti korupsi diam. Mereka tentu akan terus bergerak.

Dukungan rakyat yang memilih dan menggantungkan harapan tentu bukan cek kosong. Jangan sampai kemeja putihmu memudar karena orang malu menggunakannya. (Stefanus Osa)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Draf RUU Penyiaran: Masa Jabatan Anggota KPI Bertambah, Dewan Kehormatan Bersifat Tetap

Draf RUU Penyiaran: Masa Jabatan Anggota KPI Bertambah, Dewan Kehormatan Bersifat Tetap

Nasional
Latihan TNI AL dengan Marinir AS Dibuka, Pangkoarmada I: Untuk Tingkatkan Perdamaian

Latihan TNI AL dengan Marinir AS Dibuka, Pangkoarmada I: Untuk Tingkatkan Perdamaian

Nasional
Siapkan Sekolah Partai untuk Calon Kepala Daerah, PDI-P Libatkan Ganjar, Ahok hingga Risma

Siapkan Sekolah Partai untuk Calon Kepala Daerah, PDI-P Libatkan Ganjar, Ahok hingga Risma

Nasional
Sektor Swasta dan Publik Berperan Besar Sukseskan World Water Forum Ke-10 di Bali

Sektor Swasta dan Publik Berperan Besar Sukseskan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
BNPB Minta Warga Sumbar Melapor Jika Anggota Keluarga Hilang 3 Hari Terakhir

BNPB Minta Warga Sumbar Melapor Jika Anggota Keluarga Hilang 3 Hari Terakhir

Nasional
Nurul Ghufron Akan Hadiri Sidang Etik di Dewas KPK Besok

Nurul Ghufron Akan Hadiri Sidang Etik di Dewas KPK Besok

Nasional
LHKPN Dinilai Tak Wajar, Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Dicopot dari Jabatannya

LHKPN Dinilai Tak Wajar, Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Dicopot dari Jabatannya

Nasional
Alexander Sebut Calon Pimpinan KPK Lebih Bagus Tidak Terafiliasi Pejabat Maupun Pengurus Parpol

Alexander Sebut Calon Pimpinan KPK Lebih Bagus Tidak Terafiliasi Pejabat Maupun Pengurus Parpol

Nasional
Polri Siapkan Skema Buka Tutup Jalan saat World Water Forum di Bali

Polri Siapkan Skema Buka Tutup Jalan saat World Water Forum di Bali

Nasional
KPU: Bakal Calon Gubernur Nonpartai Hanya di Kalbar, DKI Masih Dihitung

KPU: Bakal Calon Gubernur Nonpartai Hanya di Kalbar, DKI Masih Dihitung

Nasional
Korban Meninggal Akibat Banjir Lahar di Sumatera Barat Kembali Bertambah, Kini 44 Orang

Korban Meninggal Akibat Banjir Lahar di Sumatera Barat Kembali Bertambah, Kini 44 Orang

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Rp 30,2 M Karena 'Mark Up' Harga Lahan Tebu PTPN XI

KPK Duga Negara Rugi Rp 30,2 M Karena "Mark Up" Harga Lahan Tebu PTPN XI

Nasional
Kejagung Periksa Pihak Bea Cukai di Kasus Korupsi Impor Gula PT SMIP

Kejagung Periksa Pihak Bea Cukai di Kasus Korupsi Impor Gula PT SMIP

Nasional
PDI-P Ungkap Peluang Usung 3 Nama di Pilkada Jabar: Bima Arya, Dedi Mulyadi dan Ridwan Kamil

PDI-P Ungkap Peluang Usung 3 Nama di Pilkada Jabar: Bima Arya, Dedi Mulyadi dan Ridwan Kamil

Nasional
Saksi Sebut Pejabat yang Tak Turuti Permintaan SYL Bisa Diberhentikan

Saksi Sebut Pejabat yang Tak Turuti Permintaan SYL Bisa Diberhentikan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com