Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Artha Meris Dicecar Hakim karena Tak Akui Suap Rudi Rubiandini

Kompas.com - 30/10/2014, 14:18 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Direktur PT Kaltim Parna Industri Artha Meris Simbolon sejak awal persidangannya selalu menampik dakwaan yang menyatakan dia menyuap Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini untuk mengabulkan pengajuan penyesuaian harga gas bagi perusahaannya. Dalam sidang lanjutan, Kamis (30/10/2014), Meris masih bersikukuh pada keterangan meskipun para saksi membenarkan isi dakwaan.

Hakim Ketua Syaiful Arif kembali mengkonfirmasi Meris mengenai keterangan Rudi maupun pelatih golfnya, Deviardi, yang membenarkan bahwa Meris memberikan uang sejumlah 522.500 dollar AS secara bertahap.

"Itu tidak benar yang mulia," kata Meris.

Meris pun mengaku tidak ingat pernah dikenalkan kepada Deviardi dan Rudi di sebuah lapangan golf. Ia berdalih, saat itu dia diundang dalam acara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral di lapangan golf dan diperkenalkan dengan banyak orang. Mendengar banyaknya bantahan Meris mengenai dakwaan, hakim lantas mempertanyakan keterangan.

"Berarti isi dakwaan enggak benar semua dong?" ujar hakim.

"Yang saya tahu, saya ajukan permohonan ke Kementerian ESDM, kalau bisa mereka panggil kami. Tapi sampai Oktober 2013 itu tidak ada tanggapan," ujar Meris menanggapi pernyataan hakim.

Dalam persidangan, jaksa penuntut umum kembali memutarkan sejumlah rekaman percakapan telepon antara wanita yang diduga Meris dengan beberapa pria yang diduga Deviardi dan Kepala Divisi Komersial SKK Migas Popy Ahmad Nafis.

Suara wanita dalam rekaman tersebut pun menyebut dirinya dengan "Meris". Namun, Meris membantah bahwa itu suaranya. Padahal, saksi ahli forensik digital yang sebelumnya pernah dihadirkan dalam persidangan menyatakan bahwa suara wanita dalam rekaman yang diputar jaksa penuntut umum identik dengan suara Meris.

Hakim nampak meragukan keterangan Meris selama persidangan. Hakim lantas memberi penekanan kepada Meris bahwa keterangannya dalam persidangan akan dibandingkan dengan keterangan para saksi dan dijadikan bahan putusan.

"Setiap pemikiran harus ada alasan dan masuk akal, jangan memungkiri tanpa alasan. Saya tidak minta kejujuran tapi kami bisa menilai," ujar hakim.

Dalam dakwaannya, Meris diduga menyuap Rudi sebesar 522.500 dollar AS agar bersedia memberikan rekomendasi atau persetujuan untuk menurunkan formula harga gas untuk PT KPI kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik. Ia memberikan sejumlah uang secara bertahap sebanyak empat kali dalam kurun April hingga Agustus 2013.

Atas perbuatannya, Artha dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Artha juga dijerat Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com