"Seharusnya KPU sebagai penyelenggara pemilu mengakreditasi semua lembaga survei. Hal ini perlu demi menjaga kenyamanan masyarakat soal hasil pemilu," ujar Yuddy, kepada Kompas.com, Kamis (10/7/2014).
Akreditasi, kata Yuddy, menyertakan syarat-syarat yang harus dipenuhi lembaga survei dan diverifikasi penyelenggara pemilu. Misalnya, berapa lama lembaga survei itu berdiri, bagaimana kredibilitas mereka terhadap hasil, dan apakah hasilnya menimbulkan kontroversi atau tidak. Selanjutnya, ada berapa jumlah akademisi nonpartisan yang terlibat di dalamnya dan syarat-syarat lainnya.
Yuddy mengatakan, lembaga survei yang tak memenuhi akreditasi itu tidak diperbolehkan mengumumkan hasil hitung cepat.
"Kalau membuat hitung cepat tanpa izin KPU, bisa dikenakan sanksi. Berupa denda atau juga bisa dianggap menyebarkan kebohongan publik. Kalau begini, orang enggak akan bisa sembarangan bikin hitung cepat," lanjut dia.
Selain bisa memberi kepastian dan rasa nyaman kepada publik, langkah tersebut, lanjut Yuddy, juga akan mengembalikan kepercayaan publik terhadap lembaga survei yang mengutamakan profesionalisme.
Yuddy mengungkapkan, dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang pelaksanaan Pemilihan Presiden dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang pelaksanaan pemilihan legislatif, telah dicantumkan soal pelaksanaan hitung cepat. KPU juga telah mendata lembaga survei mana yang akan merilis hitung cepatnya.
"Tapi itu saja tidak cukup. Sifatnya yang saat ini hanya pendataan saja, bukan mengikat. Padahal kan ini penting. Harusnya lembaga-lembaga survei ini diikat biar enggak macam-macam," lanjut Yuddy.
Sebelumnya diberitakan, setidaknya ada 12 lembaga survei yang merilis hitung cepat Pilpres 2014. Empat lembaga menyatakan Prabowo-Hatta unggul, yakni Puskaptis, Jaringan Suara Indonesia, Lembaga Survei Nasional dan Indonesia Research Centre. Adapun, delapan lembaga survei menyatakan Jokowi-JK unggul, yakni Litbang Kompas, RRI, Saiful Mujani Research and Consulting, CSIS-Cyrus, Lingkaran Survei Indonesia, Indikator Politik Indonesia, Poltracking Institute, dan Populi Center.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.