Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerja Sama RI-Australia Masih Belum Temui Kesepakatan

Kompas.com - 09/06/2014, 15:35 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Pembahasan code of conduct antara Pemerintah Indonesia dan Australia hingga kini belum ada perkembangan meski Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Tony Abbott sudah bertemu di Batam beberapa waktu lalu. Tiga bidang kerja sama yang sebelumnya dihentikan pun belum akan dilakukan kembali.

"Ya, kemarin kan ada tiga yang ditangguhkan di bidang intelijen, bidang coordinated patrol, dan kerja sama latihan gabungan. Itu semua masih dihentikan sampai ada kemajuan pembahasan code of conduct," ujar Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di Istana Negara, Jakarta, Senin (9/6/2014).

Marty mengatakan, Indonesia sudah sejak 24 April lalu menyerahkan draf code of conduct kepada Pemerintah Australia. Code of conduct itu akan mengatur hubungan kedua negara, terutama menyangkut masalah penyadapan dan pencari suaka.

"Sekarang kami masih menunggu tanggapannya. Pada prinsipnya, pembahasan sudah berjalan beberapa kali. Presiden SBY dan Perdana Menteri sudah meminta agar masing-masing menteri luar negeri untuk melanjutkan pembahasan," kata Marty.

Saat ditanyakan soal kondisi hubungan Indonesia dan Australia, Marty menyatakan hubungan keduanya sudah semakin terkonsolidasi. Selain itu, dia mengungkapkan sudah ada tekad dua kepala negara untuk memperbaiki hubungan.

"Intinya, ada di pundak Australia untuk bisa menunjukkan sikap konstruktif masalah penyadapan dan juga masalah garis batas," ujarnya.

Renggangnya hubungan Indonesia dan Australia karena adanya penyadapan pembicaraan telepon Presiden SBY dan orang-orang dekatnya. Peristiwa itu terungkap berdasarkan informasi yang dibocorkan mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional (NSA) Amerika Serikat, Edward Snowden.

Penyadapan juga disebut dilakukan terhadap telepon Ibu Negara dan beberapa pejabat "ring satu" Indonesia. Pemerintah Indonesia memanggil pulang Duta Besar Indonesia untuk Australia pada November 2013. Pemanggilan pulang itu terkait dengan pemberitaan tentang penyadapan telepon Presiden SBY dan sejumlah pejabat Indonesia oleh Pemerintah Australia.

Pemerintah Indonesia juga mengkaji ulang semua kerja sama yang selama ini telah dibangun kedua negara. Namun, pada pertengahan Mei lalu, Presiden SBY meminta Duta Besar RI untuk kembali aktif di Australia. Hal ini menyusul sambungan telepon PM Australia Tony Abbott dengan Presiden SBY, yang menjadi kontak pertama setelah hubungan kedua negara merenggang sejak akhir 2013 lalu. Sambungan telepon ini kemudian berlanjut dengan pertemuan SBY-Abbott di Batam pada 4 Juni lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com