Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antara Kalla, Sri, dan Boediono

Kompas.com - 09/05/2014, 15:17 WIB


KOMPAS.com - Jusuf Kalla, Sri Mulyani Indrawati, dan Boediono. Ketiganya memegang otoritas tertinggi pengendali perekonomian saat Indonesia terimbas krisis global medio November 2008 atau saat prahara Bank Century terjadi. Kalla jadi pelaksana tugas presiden, Sri sebagai Menko Perekonomian sekaligus Menteri Keuangan, dan Boediono Gubernur Bank Indonesia.

Meskipun ada di satu pemerintahan, mereka berpandangan berbeda secara ekstrem terkait kondisi ekonomi saat itu. Bahkan, mereka saling menyalahkan soal kebijakan memberikan dana talangan (bail out) kepada Bank Century.

Saat bersaksi pada persidangan kasus Bank Century, Kamis (8/5/2014), Kalla berpendapat, tidak ada yang genting dalam perekonomian Indonesia pada November 2008. "Indonesia memang terkena imbas krisis yang terjadi di AS dan Eropa seperti penurunan nilai tukar dan perdagangan. Namun, saat itu, situasinya masih terkendali. Bahkan perekonomian Indonesia masih tumbuh," ujar Kalla.

Di sektor perbankan, meskipun ada pengetatan likuiditas, menurut Kalla, secara umum kinerja perbankan masih bagus tecermin dari peningkatan penyaluran kredit dan penurunan rasio kredit bermasalah. "Kondisi saat itu jauh dari yang dibayangkan sebagai krisis. Apalagi dibandingkan dengan krisis 1998, kondisi saat itu sangat jauh sekali," ujarnya.

Sementara Sri justru berpendapat situasi saat itu jelas krisis dengan gejalanya hampir sama dengan krisis tahun 1998. "Siapa pun tahu saat itu krisis," katanya saat menjadi saksi kasus Bank Century, pekan lalu.

Kondisi krisis itu tecermin dari jatuhnya nilai tukar hingga lebih dari 30 persen hingga menyentuh level Rp 12.000 per dollar AS, naiknya suku bunga obligasi, dan merosotnya indeks harga saham hingga 50 persen.

"Namun, sebagai pemerintah, tentu saja kami tidak mungkin mengatakan situasi sedang krisis dan meminta masyarakat menarik dananya dari bank. Tugas pemerintah adalah memberi rasa aman," tutur Sri.

Karena berbeda pandangan soal krisis, pendapat mengenai kebijakan yang akan diambil pun berbeda. Kalla bercerita, sekitar Oktober 2008, Sri dan Boediono datang ke rumahnya untuk menjelaskan perlunya penjaminan penuh (blanket guarantee) untuk simpanan di perbankan. Tujuannya, agar masyarakat tidak panik dalam menghadapi situasi krisis saat itu.

Usul itu langsung ditolak Kalla karena bisa diselewengkan. Kebijakan yang kemudian diambil adalah mengeluarkan penjaminan terbatas dengan nilai simpanan maksimal Rp 2 miliar.

Kalla juga mengatakan, penarikan uang besar-besaran oleh nasabah (rush) cuma isu dan rumor. Sementara Sri mengaku mendapat laporan telah terjadi rush di sejumlah tempat.

Perbedaan pandangan dan persepsi ekstrem memuncak atas kebijakan bail out Bank Century. Kalla menilai salah dan tidak memiliki landasan aturan. ”Bank Century dirampok pemiliknya sendiri. Pemiliknyalah yang harus bertanggung jawab, bukan pemerintah," ujarnya.
Yang disalahkan

Kalla menyalahkan Sri dan Boediono yang mengambil kebijakan itu selaku Ketua dan anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), 20 November 2008. "Saat Sri Mulyani dan Boediono melaporkan soal bail out itu pada 25 November 2008, saya minta itu dihentikan dan kembali ikuti aturan," katanya.

Kalla juga berpendapat, bail out bank hanya dapat dilakukan jika pemerintah memberlakukan blanket guarantee. Itu karena menyelamatkan Bank Century sama saja dengan menjamin seluruh dana di Bank Century tetap aman. ”Karena bail out Century tidak didasarkan pada aturan penjaminan, kebijakan itu saya katakan tidak ada dasar hukumnya,” katanya.

Adapun Sri menjelaskan, kebijakan bail out Century didasarkan pada sistemik-tidaknya bank tersebut. "Dalam situasi krisis, penutupan Bank Century, meskipun bank itu kecil, dapat menyebabkan kepanikan sehingga memicu rush,” katanya.

Sri mencontohkan kondisi tahun 1997-1998 ketika penutupan bank-bank kecil memicu rush di bank-bank besar. ”Sebagai pembuat kebijakan, saya selalu membandingkan manfaat dan mudarat dari setiap putusan yang akan diambil," ujarnya.

Kendati sepakat dengan Boediono soal sistemiknya Bank Century, Sri menyalahkan Bank Indonesia yang dipimpin Boediono. Sri menuding BI tidak akurat soal data kebutuhan modal yang harus disuntikkan ke Bank Century. Saat rapat KSSK, kebutuhan dana yang disampaikan BI Rp 632 miliar. Empat hari saja, kebutuhan dana melonjak Rp 2,7 triliun. Sri kaget.

Jumat (9/5/2014) ini, giliran Boediono menjadi saksi untuk kasus ini. (Fajar Marta)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MA Perintahkan KPU Cabut Aturan Batas Usia Calon Kepala Daerah

MA Perintahkan KPU Cabut Aturan Batas Usia Calon Kepala Daerah

Nasional
RSUD di Musi Rawas Utara Kekurangan Listrik, Jokowi Langsung Telepon Dirut PLN

RSUD di Musi Rawas Utara Kekurangan Listrik, Jokowi Langsung Telepon Dirut PLN

Nasional
Politik Uang: Sanderaan Demokrasi

Politik Uang: Sanderaan Demokrasi

Nasional
Tinjau RSUD Rupit, Jokowi Senang Tak Ada Keluhan Kurang Dokter Spesialis

Tinjau RSUD Rupit, Jokowi Senang Tak Ada Keluhan Kurang Dokter Spesialis

Nasional
Kemenlu: 14 WNI Ditangkap Kepolisian Hong Kong, Diduga Terlibat Pencucian Uang

Kemenlu: 14 WNI Ditangkap Kepolisian Hong Kong, Diduga Terlibat Pencucian Uang

Nasional
Jokowi Minta Polri Transparan Usut Kasus Vina Cirebon

Jokowi Minta Polri Transparan Usut Kasus Vina Cirebon

Nasional
Hakim MK Bingung Saksi Parpol yang Diusir KPPS Tak Punya Surat Presiden

Hakim MK Bingung Saksi Parpol yang Diusir KPPS Tak Punya Surat Presiden

Nasional
Nayunda Jadi Honorer Kementan Masuk Kerja 2 Hari, tapi Digaji Setahun

Nayunda Jadi Honorer Kementan Masuk Kerja 2 Hari, tapi Digaji Setahun

Nasional
Komisi III DPR Sebut Usia Pensiun Polri Direvisi agar Sama dengan ASN

Komisi III DPR Sebut Usia Pensiun Polri Direvisi agar Sama dengan ASN

Nasional
Jokowi Teken Susunan 9 Nama Pansel Capim KPK

Jokowi Teken Susunan 9 Nama Pansel Capim KPK

Nasional
Minta Intelijen Petakan Kerawanan Pilkada di Papua, Menko Polhukam: Jangan Berharap Bantuan dari Wilayah Lain

Minta Intelijen Petakan Kerawanan Pilkada di Papua, Menko Polhukam: Jangan Berharap Bantuan dari Wilayah Lain

Nasional
Antisipasi Konflik Israel Meluas, Kemenlu Siapkan Rencana Kontigensi

Antisipasi Konflik Israel Meluas, Kemenlu Siapkan Rencana Kontigensi

Nasional
Cak Imin Sebut Dukungan Negara Eropa untuk Palestina Jadi Pemantik Wujudkan Perdamaian

Cak Imin Sebut Dukungan Negara Eropa untuk Palestina Jadi Pemantik Wujudkan Perdamaian

Nasional
Polri Ungkap Identitas Anggota Densus 88 yang Buntuti Jampidsus, Berpangkat Bripda

Polri Ungkap Identitas Anggota Densus 88 yang Buntuti Jampidsus, Berpangkat Bripda

Nasional
Revisi UU Polri, Polisi Bakal Diberi Wewenang Spionase dan Sabotase

Revisi UU Polri, Polisi Bakal Diberi Wewenang Spionase dan Sabotase

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com