Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Caleg dan Parpol Dianggap Abai pada Isu Kebebasan Beragama

Kompas.com - 01/04/2014, 18:38 WIB
Meidella Syahni

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Korban pelanggaran kebebasan beragama menilai kondisi kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia masih buruk. Ironisnya, isu kebebasan beragama ini tidak menjadi perhatian bagi partai politik maupun calon legislatif menjelan Pemilihan Umum 2014.

Direktur Setara Institut Hendardi mengatakan, para caleg perlu dikritik karena abai terhadap hal kebebasan beragama dan berkeyakinan. "Tidak ada caleg atau parpol yang memasukkan isu ini dalam visi-misi mereka sejak kampanye terbuka 16 Maret lalu," kata Hendardi dalam pemaparan hasil survei "Suara Korban Kebebasan Beragama/Berkeyakinan", Selasa (1/4/2014) di Jakarta.

Isu kebebasan beragama, kata Hendardi, kurang "seksi" bagi partai politik atau caleg dalam berkampanye. Caleg dan parpol menganggap suara korban yang merupakan kaum minoritas tidak berpengaruh besar pada pemilihan.

Sementara itu, Wakil Ketua Badan Pengurus Setara Institut Bonar Tigor Naipospos menilai keliru pandangan kelompok minoritas tidak signifikan dalam pemilu. Melansir data Badan Pusat Statistik 2010, Bonar mengatakan bahwa saat ini ada kecenderungan pemilih memilih partai nasionalis. Selain itu, isu kebebasan beragama di Indonesia saat ini juga menjadi sorotan internasional.

"Kita lihat pada Pemilu 1955, suara mayoritas pada parpol islam. Pada pemilu selanjutnya, saat kepercayaan pada parpol islam mulai pudar, suara pemilih beralih pada partai nasionalis yang besar saat ini," ujarnya.

Melalui metode wawancara langsung kepada seratus responden korban kebebasan beragama dari berbagai latar belakang, Setara mencatat 95 persen responden menyatakan kondisi kebebasan beragama buruk. Tidak ada (nol persen) responden menyatakan baik dan lima persen sisanya menyatakan tidak tahu.

Berdasarkan data survei itu, korban menilai 67 persen politisi tidak paham dengan isu pelanggaran kebebasan beragama. Delapan persen responden menganggap hal itu disebabkan isu kebebasan beragama kurang laku untuk mendulang suara. Adapun 18 persen lainnya merasa isu ini sebagai isu privat yang tidak bisa "dijual" dalam kampanye.

Kondisi tersebut dirasakan langsung oleh Dian Jeni Cahyawati dari Badan Koordinasi Aliran Kepercayaan. Menurutnya, atmosfir kebebasan berkeyakinan tidak berubah signifikan, terutama untuk hak konstitusi penganut aliran kepercayaan.

"Ketika hanya percaya enam agama yang diakui negara, banyak penganut kepercayaan asli merasa terpinggirkan terutama berkaitan dengan pendidikan, kependudukan, pemakaman. Belum lagi tekanan dari masyarakat setempat yang memberi stigma buruk secara psikologis. Anak-anak di sekolah dipaksa mengakui salah satu dari enam agama," ujarnya. Ia berharap pada Pemilu 2014 muncul pemimpin tegas dan memiliki komitmen untuk menciptakan atmosfir kebebasan berkeyakinan.

Sementara itu, Palti Panjaitan dari Solidaritas Korban Pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (Sobat KBB) menilai keadaan kebebasan beragama semakin memburuk karena Presiden Susilo Bambang Yudhyono dalam dua periode kepimpinannya tidak memberikan penyelesaian tegas pada setiap kasus pelanggaran.

"Karena itu, harapan korban pada Pemilu 2014 sangat tinggi. Korban berharap pelanggaran selesai ketika masa kepemimpinan presiden ini selesai," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Jadi Pengacara SYL, Febri Diansyah Dapat Uang Honor Rp 800 Juta

Sempat Jadi Pengacara SYL, Febri Diansyah Dapat Uang Honor Rp 800 Juta

Nasional
Basuki Bakal Putus Status Tanah IKN Usai Jadi Plt Kepala Otorita, Mau Dijual atau Disewakan

Basuki Bakal Putus Status Tanah IKN Usai Jadi Plt Kepala Otorita, Mau Dijual atau Disewakan

Nasional
Pemerintah Lanjutkan Bantuan Pangan Beras, tapi Tak Sampai Desember

Pemerintah Lanjutkan Bantuan Pangan Beras, tapi Tak Sampai Desember

Nasional
Saksi Sebut Penyidik KPK Sita Uang Miliaran Usai Geledah Kamar SYL

Saksi Sebut Penyidik KPK Sita Uang Miliaran Usai Geledah Kamar SYL

Nasional
PAN Tak Masalah Tim Sinkronisasi Prabowo Hanya Diisi Orang Gerindra

PAN Tak Masalah Tim Sinkronisasi Prabowo Hanya Diisi Orang Gerindra

Nasional
Istana Sebut Wakil Kepala Otorita IKN Sudah Lama Ingin Mundur

Istana Sebut Wakil Kepala Otorita IKN Sudah Lama Ingin Mundur

Nasional
Bambang Susantono Tak Jelaskan Alasan Mundur dari Kepala Otorita IKN

Bambang Susantono Tak Jelaskan Alasan Mundur dari Kepala Otorita IKN

Nasional
Soal Tim Sinkronisasi Prabowo, PAN: Itu Sifatnya Internal Gerindra, Bukan Koalisi Indonesia Maju

Soal Tim Sinkronisasi Prabowo, PAN: Itu Sifatnya Internal Gerindra, Bukan Koalisi Indonesia Maju

Nasional
Survei Litbang 'Kompas': 58,7 Persen Responden Anggap Penambahan Kementerian Berpotensi Tumpang-Tindih

Survei Litbang "Kompas": 58,7 Persen Responden Anggap Penambahan Kementerian Berpotensi Tumpang-Tindih

Nasional
Survei Litbang “Kompas”: Jumlah Kementerian Era Jokowi Dianggap Sudah Ideal

Survei Litbang “Kompas”: Jumlah Kementerian Era Jokowi Dianggap Sudah Ideal

Nasional
Gus Yahya Sebut PBNU Siap Kelola Tambang dari Negara

Gus Yahya Sebut PBNU Siap Kelola Tambang dari Negara

Nasional
Jokowi Tunjuk Basuki Hadimuljono Jadi Plt Kepala Otorita IKN

Jokowi Tunjuk Basuki Hadimuljono Jadi Plt Kepala Otorita IKN

Nasional
Pengamat: Anies Bisa Ditinggalkan Pemilihnya jika Terima Usungan PDI-P

Pengamat: Anies Bisa Ditinggalkan Pemilihnya jika Terima Usungan PDI-P

Nasional
Hadiri Kuliah Umum di UI, Hasto Duduk Berjejer dengan Rocky Gerung dan Novel Baswedan

Hadiri Kuliah Umum di UI, Hasto Duduk Berjejer dengan Rocky Gerung dan Novel Baswedan

Nasional
Survei Litbang “Kompas”: 34 Persen Responden Setuju Kementerian Ditambah

Survei Litbang “Kompas”: 34 Persen Responden Setuju Kementerian Ditambah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com