Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasdem Apresiasi Keputusan MK Tolak Permohonan Yusril

Kompas.com - 21/03/2014, 09:20 WIB
Dani Prabowo

Penulis


BANDUNG, KOMPAS.com - Partai Nasdem mengapresiasi keputusan Mahkamah Konstitusi yang menolak permohonan uji materi terkait UU tentang Pemilu Presiden yang diajukan pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra. Nasdem menilai, jika ambang batas pengusungan calon presiden dan calon wakil presiden (presidential threshold) dalam UU Pilpres dihilangkan, hal itu akan merusak tatanan pemilu.

Ketua Badan Pemenangan Pemilu Nasdem Ferry M Baldan mengatakan, tanpa ambang batas pencalonan presiden, maka parpol dapat bebas mengajukan calon presiden. Jika itu terjadi, maka akan muncul banyak partai baru untuk menjadi peserta pemilu ke depannya. Pasalnya, kata dia, syarat untuk membentuk partai baru tidak sulit, cukup mengandalkan hasil verifikasi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Pilkada saja memerlukan persyaratan, bahkan calon independen ada syaratnya. Masa untuk mengusulkan capres cukup menjadi peserta pemilu," kata Ferry di Bandung, Jumat (21/3/2014).

Ferry menambahkan, kualitas parpol dapat dilihat dari perolehan suara pada pemilu legislatif. Semakin besar jumlah suara yang diperoleh parpol, maka jumlah kursi yang didapat di parlemen akan semakin besar.

Jika nantinya ada partai kecil yang capres-cawapresnya menang di pilpres, kata dia, setiap kebijakan yang akan diambil pemerintah dikhawatirkan tidak akan didukung oleh parlemen.

"Sedangkan putusan yang berkaitan dengan regulasi, keuangan adalah berdasarkan keputusan bersama, berdasarkan keputusan DPR. Itu selain merusak pemilu, tatanan pemerintah menjadi tak karuan," pungkasnya.

Seperti diberitakan, MK menolak gugatan Yusril terkait dengan ketentuan ambang batas pencalonan presiden dalam UU tentang Pemilu Presiden dan pelaksanaan pemilu serentak pada 2019. Terhadap dua gugatan tersebut, MK berpegang pada putusan sebelumnya.

MK memutuskan bahwa pemilu serentak tetap dilangsungkan pada 2019 dan ambang batas pencalonan presiden diserahkan kepada pembentuk UU sebagai kebijakan hukum yang terbuka.

Dengan demikian, persyaratan untuk partai politik atau gabungan partai politik dalam mengajukan pasangan capres dan cawapres pada pemilu presiden 9 Juli 2014 tetap harus memperoleh minimal 20 persen kursi DPR atau mendapat suara sah secara nasional 25 persen dalam pemilu legislatif 9 April 2014.

Sebelumnya, MK mengabulkan permohonan akademisi Effendi Ghazali yang pada dasarnya pemilu serentak (legislatif dan presiden) sesuai dengan original intent para pembuat UUD atau sering disebut pemilu lima kotak. Demikian pula dengan permintaan Yusril untuk menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden/wakil presiden, MK juga kembali mengutip putusan sebelumnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

Nasional
Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

Nasional
Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com