Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Marzuki: Amandemen UUD 1945 agar Hakim MK Tidak Seperti Tuhan di Dunia

Kompas.com - 16/02/2014, 14:15 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie berpendapat, putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan Undang-undang nomor 4 tahun 2014 tentang Mahkamah Konstitusi menunjukkan MK tidak mau diawasi. Satu-satunya cara agar MK dapat diawasi, menurut Marzuki, adalah melalui amandemen kembali UUD 1945.

"Satu-satunya cara bagaimana kita mengamandemen UUD 1945, agar (hakim) MK tidak seperi Tuhan di dunia. Tidak ada dalam satu negara demokratis yang tidak diawasi," ucap Marzuki saat diskusi di Jakarta, Minggu (16/2/2014).

Marzuki mengatakan, dalam dua kali revisi UU MK, DPR sempat memasukkan ketentuan pengawasan Komisi Yudisial (KY) di dalam UU itu. Namun, akhirnya dibatalkan MK sendiri.

"MK ini jadi jeruk makan jeruk. Pas Mahfud (Ketua MK dulu), MK ini bagai Tuhan di dunia karena putusan MK tidak ada seorang pun yang membatalkan atau mengintervensi," ucap Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu.

Peserta konvensi calon Presiden Partai Demokrat itu mencurigai ada kepentingan politik yang masuk ke ranah hukum.

Sebelumnya, MK dengan suara bulat membatalkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang MK secara keseluruhan. MK menyatakan, UUD 1945 Pasal 24 C Ayat (3) memberikan kewenangan atributif yang bersifat mutlak kepada pemerintah, DPR, dan Mahkamah Agung untuk mengajukan calon hakim konstitusi.

Kewenangan tersebut tidak boleh diberi syarat-syarat tertentu oleh UU dengan melibatkan lembaga negara lain yang tidak diberi kewenangan oleh UUD, dalam hal ini Komisi Yudisial (KY). Oleh karena itu, UU No 4/2014 yang mengatur pengajuan calon hakim konstitusi melalui panel ahli, perangkat yang dibentuk KY, nyata-nyata mereduksi kewenangan tiga lembaga tersebut.

Terkait dengan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi yang diatur dalam UU No 4/2014, MK mempersoalkan keterlibatan KY meski tidak secara langsung. Sesuai dengan putusan MK No 005/PUU-IV/2006 tentang pengujian UU KY, MK secara tegas menyatakan bahwa hakim MK tidak terkait dengan ketentuan yang diatur di dalam Pasal 24 B UUD 1945. KY bukan lembaga pengawas MK, apalagi lembaga yang berwenang menilai benar atau tidaknya putusan MK sebagai lembaga peradilan.

Pelibatan KY, menurut MK, merupakan salah satu bentuk penyelundupan hukum karena hal itu jelas bertentangan dengan putusan MK tentang UU KY.

Sementara itu, mengenai syarat calon hakim konstitusi tidak menjadi anggota partai politik selama tujuh tahun, menurut MK, syarat tersebut dibuat berdasarkan stigmatisasi terhadap kelompok tertentu pasca-penangkapan Akil Mochtar yang saat itu menjadi Ketua MK. Stigmatisasi seperti itu mencederai hak-hak konstitusional warga negara yang dijamin konstitusi.

MK juga menilai penerbitan Perppu No 1/2013 tidak sesuai dengan ketentuan karena tak memenuhi syarat kegentingan memaksa yang diatur UU. Menurut MK, perppu harus mempunyai akibat prompt immediately, yaitu sontak segera untuk memecahkan permasalahan hukum. Perppu No 1/2013 tidak memenuhi hal tersebut, terbukti dengan belum adanya satu produk hukum yang dihasilkan perppu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 16 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 16 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pedangdut Nayunda Nabila Irit Bicara Usai Diperiksa Jadi Saksi TPPU SYL

Pedangdut Nayunda Nabila Irit Bicara Usai Diperiksa Jadi Saksi TPPU SYL

Nasional
KSP Ungkap 9 Nama Pansel Capim KPK Harus Sudah di Meja Setneg Akhir Mei, Juni Bekerja

KSP Ungkap 9 Nama Pansel Capim KPK Harus Sudah di Meja Setneg Akhir Mei, Juni Bekerja

Nasional
Uang Kuliah Mahal, Pengamat: Kebijakan Pemerintah Bikin Kampus Jadi Lahan Bisnis

Uang Kuliah Mahal, Pengamat: Kebijakan Pemerintah Bikin Kampus Jadi Lahan Bisnis

Nasional
Pansel Capim KPK Didominasi Unsur Pemerintah, KSP Beralasan Kejar Waktu

Pansel Capim KPK Didominasi Unsur Pemerintah, KSP Beralasan Kejar Waktu

Nasional
BNBP: Sumatera Barat Masih Berpotensi Diguyur Hujan Lebat hingga 20 Mei 2024

BNBP: Sumatera Barat Masih Berpotensi Diguyur Hujan Lebat hingga 20 Mei 2024

Nasional
Alexander Sarankan Capim KPK dari Polri dan Kejaksaan Sudah Pensiun

Alexander Sarankan Capim KPK dari Polri dan Kejaksaan Sudah Pensiun

Nasional
Draf RUU Penyiaran: Masa Jabatan Anggota KPI Bertambah, Dewan Kehormatan Bersifat Tetap

Draf RUU Penyiaran: Masa Jabatan Anggota KPI Bertambah, Dewan Kehormatan Bersifat Tetap

Nasional
Latihan TNI AL dengan Marinir AS Dibuka, Pangkoarmada I: Untuk Tingkatkan Perdamaian

Latihan TNI AL dengan Marinir AS Dibuka, Pangkoarmada I: Untuk Tingkatkan Perdamaian

Nasional
Siapkan Sekolah Partai untuk Calon Kepala Daerah, PDI-P Libatkan Ganjar, Ahok hingga Risma

Siapkan Sekolah Partai untuk Calon Kepala Daerah, PDI-P Libatkan Ganjar, Ahok hingga Risma

Nasional
Sektor Swasta dan Publik Berperan Besar Sukseskan World Water Forum Ke-10 di Bali

Sektor Swasta dan Publik Berperan Besar Sukseskan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
BNPB Minta Warga Sumbar Melapor Jika Anggota Keluarga Hilang 3 Hari Terakhir

BNPB Minta Warga Sumbar Melapor Jika Anggota Keluarga Hilang 3 Hari Terakhir

Nasional
Nurul Ghufron Akan Hadiri Sidang Etik di Dewas KPK Besok

Nurul Ghufron Akan Hadiri Sidang Etik di Dewas KPK Besok

Nasional
LHKPN Dinilai Tak Wajar, Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Dicopot dari Jabatannya

LHKPN Dinilai Tak Wajar, Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Dicopot dari Jabatannya

Nasional
Alexander Sebut Calon Pimpinan KPK Lebih Bagus Tidak Terafiliasi Pejabat Maupun Pengurus Parpol

Alexander Sebut Calon Pimpinan KPK Lebih Bagus Tidak Terafiliasi Pejabat Maupun Pengurus Parpol

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com