Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Anak Buah Hartati Murdaya Divonis 2 Tahun Penjara

Kompas.com - 16/12/2013, 16:33 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
— Mantan anak buah pengusaha Hartati Murdaya, Totok Lestiyo, divonis hukuman pidana 2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan. Totok dinilai terbukti secara bersama-sama menyuap mantan Bupati Buol Amran Batalipu untuk pengurusan sertifikat Hak Guna Usaha dan Izin Usaha Perkebunan lahan kelapa sawit di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.

"Menetapkan terdakwa Totok Lestiyo dihukum pidana 2 tahun Rp 50 juta 3 bulan, dikurangi masa tahanan," kata Ketua Majelis Hakim Gusrizal di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (16/12/2013).

Dalam pertimbangan yang memberatkan, perbuatan Totok dinilai telah mencederai birokrasi pemerintahan dan kontraproduktif sebagai pelaku dunia usaha. Adapun hal-hal yang meringankan yaitu Totok belum pernah dihukum, bersikap sopan selama persidangan, dan mengakui perbuatannya.

Totok, selaku Direktur PT Hardaya Inti Plantation (HIP) saat itu, dianggap terbukti memberikan hadiah atau janji sebesar Rp 3 miliar kepada Amran agar segera menerbitkan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) dan Izin Usaha Perkebunan (IUP) lahan kelapa sawit milik PT Cipta Cakra Murdaya di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah, seluas 4.500 hektar serta sertifikat milik PT HIP seluas 22,780 hektar.

Perbuatan Totok disebut atas perintah Hartati. Padahal, sesuai peraturan Menteri Kehutanan, suatu perusahaan hanya boleh memiliki surat izin lokasi dan sertifikat HGU dengan luas maksimal 20.000 hektar. Amran pun akhirnya menyanggupi permintaan Totok.

Uang untuk Amran kemudian diambil oleh Totok dari kas perusahaan PT HIP dan PT Cipta Cakra Murdaya. Uang Rp 1 miliar diberikan melalui Direktur Keuangan PT HIP, Arim, dan General Manager Supporting PT HIP Yani Anshori. Uang diantarkan oleh Arim dan Yani ke rumah Amran. Setelah pemberian uang itu, Amran memerintahkan Asisten I Kabupaten Buol, Amir Rihan Togila, untuk mengurus dan menerbitkan Izin Lahan dan IUP PT HIP dan PT SIP.

Setelah penyerahan pertama, pada 20 Juni 2012, Hartati menggunakan telepon seluler Totok untuk menelepon Amran. Hartati mengucapkan terima kasih karena Amran bersedia barter 1 kilo atau dengan maksud Rp 1 miliar dan mengatakan akan barter 2 kilo lagi.

"Hartati dengan HP terdakwa telepon Amran ucapkan terima kasih karena Amran mau barter 1 kilo. Kemudian minta surat rekomendaasi lagi atas nama PT CCM yang akan dibarter dengan diberikan uang Rp 2 miliar lagi dengan kata sandi 2 kilo," kata Hakim I Made Hendra.

Kemudian, pemberian Rp 2 miliar, melalui Yani dan Direktur Operasional PT HIP, Gondo Sudjono N Susilo, yang diantar ke rumah Amran. Uang ini agar Amran menerbitkan sertifikat Hak Guna Usaha dan IUP lahan kepala sawit milik PT CCM. Perbuatan Totok dianggap melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1, juncto Pasal 64 KUH Pidana.

Vonis Totok lebih rendah dari tuntutan sebelumnya. Atas vonis ini, Totok tidak mengajukan banding. Sementara Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan masih pikir-pikir.

"Dengan diterbitkannya vonis tadi, saya menerima," kata Totok.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com