Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi III Sesalkan Komisioner KY Mangkir Beri Klarifikasi Upaya Suap

Kompas.com - 23/09/2013, 16:51 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi III Gede Pasek Suardika menyesalkan sikap Komisioner Komisi Yudisial Imam Anshori Saleh yang mangkir dari undangan Komisi III untuk mengklarifikasi pernyataannya tentang upaya suap dalam seleksi calon hakim agung 2012. Menurut Pasek, Imam tidak mengerti skala prioritas karena mangkir dari undangan tersebut.

Pasek menyampaikan, tidak hadirnya Imam diketahui dalam surat yang menyatakan bahwa Komisioner KY itu memiliki agenda dalam pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Jombang. Surat bernomor 807/P/P.KY/09/2013 itu ditanda tangani oleh Ketua KY Suparman Marzuki dan di dalamnya terdapat klarifikasi Imam tentang pernyataannya tersebut.

"Dia (Imam) beri klarifikasi tertulis. Tertulis artinya tak ada dialog," kata Pasek, di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (23/9/2013).

KOMPAS/RIZA FATHONI Imam Anshori Saleh

Padahal, kata Pasek, Imam seharusnya lebih memprioritaskan undangan dari Komisi III ketimbang menghadiri acara pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Jombang. Pasalnya, posisi KY merupakan lembaga yang ikut bertanggung jawab menjaga marwah seleksi calon hakim agung.

"Kita kritisi kan boleh. Harusnya dia (Imam) lebih prioritas klarifikasi di sini karena statementnya telah merusak (nama baik) DPR dan kasihan calon hakim agung ini, terdegradasi opini," tandasnya.

Sebelumnya, Komisioner KY Imam Anshori Saleh mengaku ada praktik percobaan suap dalam seleksi calon hakim agung. Imam mengaku kerap mendapat telepon dari para anggota dewan dari beberapa fraksi yang meminta calon tertentu diloloskan dalam seleksi awal calon hakim agung di KY.

Anggota dewan bahkan sempat menjanjikan imbalan sebesar Rp 1,4 miliar jika calon tersebut lolos. Namun, Imam menolak tawaran itu. Di dalam sebuah rapat pleno KY pada tahun 2012 untuk menentukan calon hakim agung yang lolos ke seleksi lanjutan, dia membuka adanya praktik suap itu. Alhasil, semua komisioner KY sepakat calon yang dititipkan itu dinyatakan tidak lolos. Tetapi, keputusan ini menimbulkan protes di DPR.

"Memang sempat marah-marah orang DPR walau tentu saja tidak marah ke saya. KY dikatakan tidak mampu. Lalu, DPR menunda uji kelayakan dan kepatutan," ucap Imam.

Pada tahun 2012, DPR sempat menolak melanjutkan proses seleksi calon hakim agung dengan alasan kuota belum terpenuhi. Saat itu, KY yang seharusnya mengirimkan 18 calon hakim agung hanya mengirimkan 12 calon.

Secara terpisah, Ketua Badan Kehormatan DPR Trimedya Panjaitan menyatakan akan memanggil Komisioner Komisi Yudisial Imam Anshori Saleh. Trimedya mengatakan, BK telah mengirimkan surat dan Imam telah menyatakan kesiapannya memberikan keterangan kepada BK. Ia berharap, pemanggilan ini bisa membuka pokok persoalan tentang adanya dugaan praktik suap dalam seleksi calon hakim agung di DPR.

Dari keterangan Imam, BK membuka peluang memanggil oknum anggota DPR yang mendekati Imam dan menjanjikan sejumlah uang. Oleh karena itu, kata Trimedya, Imam diharapkan mau menyebut identitas oknum anggota DPR tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Alexander Sarankan Capim KPK dari Polri dan Kejaksaan Sudah Pensiun

Alexander Sarankan Capim KPK dari Polri dan Kejaksaan Sudah Pensiun

Nasional
Draf RUU Penyiaran: Masa Jabatan Anggota KPI Bertambah, Dewan Kehormatan Bersifat Tetap

Draf RUU Penyiaran: Masa Jabatan Anggota KPI Bertambah, Dewan Kehormatan Bersifat Tetap

Nasional
Latihan TNI AL dengan Marinir AS Dibuka, Pangkoarmada I: Untuk Tingkatkan Perdamaian

Latihan TNI AL dengan Marinir AS Dibuka, Pangkoarmada I: Untuk Tingkatkan Perdamaian

Nasional
Siapkan Sekolah Partai untuk Calon Kepala Daerah, PDI-P Libatkan Ganjar, Ahok hingga Risma

Siapkan Sekolah Partai untuk Calon Kepala Daerah, PDI-P Libatkan Ganjar, Ahok hingga Risma

Nasional
Sektor Swasta dan Publik Berperan Besar Sukseskan World Water Forum Ke-10 di Bali

Sektor Swasta dan Publik Berperan Besar Sukseskan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
BNPB Minta Warga Sumbar Melapor Jika Anggota Keluarga Hilang 3 Hari Terakhir

BNPB Minta Warga Sumbar Melapor Jika Anggota Keluarga Hilang 3 Hari Terakhir

Nasional
Nurul Ghufron Akan Hadiri Sidang Etik di Dewas KPK Besok

Nurul Ghufron Akan Hadiri Sidang Etik di Dewas KPK Besok

Nasional
LHKPN Dinilai Tak Wajar, Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Dicopot dari Jabatannya

LHKPN Dinilai Tak Wajar, Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Dicopot dari Jabatannya

Nasional
Alexander Sebut Calon Pimpinan KPK Lebih Bagus Tidak Terafiliasi Pejabat Maupun Pengurus Parpol

Alexander Sebut Calon Pimpinan KPK Lebih Bagus Tidak Terafiliasi Pejabat Maupun Pengurus Parpol

Nasional
Polri Siapkan Skema Buka Tutup Jalan saat World Water Forum di Bali

Polri Siapkan Skema Buka Tutup Jalan saat World Water Forum di Bali

Nasional
KPU: Bakal Calon Gubernur Nonpartai Hanya di Kalbar, DKI Masih Dihitung

KPU: Bakal Calon Gubernur Nonpartai Hanya di Kalbar, DKI Masih Dihitung

Nasional
Korban Meninggal Akibat Banjir Lahar di Sumatera Barat Kembali Bertambah, Kini 44 Orang

Korban Meninggal Akibat Banjir Lahar di Sumatera Barat Kembali Bertambah, Kini 44 Orang

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Rp 30,2 M Karena 'Mark Up' Harga Lahan Tebu PTPN XI

KPK Duga Negara Rugi Rp 30,2 M Karena "Mark Up" Harga Lahan Tebu PTPN XI

Nasional
Kejagung Periksa Pihak Bea Cukai di Kasus Korupsi Impor Gula PT SMIP

Kejagung Periksa Pihak Bea Cukai di Kasus Korupsi Impor Gula PT SMIP

Nasional
PDI-P Ungkap Peluang Usung 3 Nama di Pilkada Jabar: Bima Arya, Dedi Mulyadi dan Ridwan Kamil

PDI-P Ungkap Peluang Usung 3 Nama di Pilkada Jabar: Bima Arya, Dedi Mulyadi dan Ridwan Kamil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com