Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Assegaf Akan Tanyai Luthfi Hasan soal Sengman, Bunda Putri, dan Haji Susu

Kompas.com - 02/09/2013, 14:48 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pengacara mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq, M Assegaf, akan menemui kliennya untuk membahas sejumlah nama yang disebut-sebut dalam persidangan kasus dugaan suap kuota impor daging sapi. Nama-nama tersebut antara lain adalah Sengman, Bunda Putri, dan Haji Susu.

"Kami berkepentingan sekali untuk menanyakan kepada Luthfi sejauh apa pengetahuannya soal nama-nama seperti Sengman, Bunda Putri, Haji Susu. Itu yang mau kami tanyakan kepada Luthfi kalau kami ketemu hari ini," kata Assegaf di Gedung KPK Jakarta, Senin (2/9/2013).

Menurut Assegaf, nama-nama itu muncul dalam persidangan saat Luthfi menjalani perawatan di rumah sakit setelah menjalani operasi ambeien yang dideritanya. Kini, Luthfi sudah sembuh dan kembali ke tahanan.

"Sementara beliau mengalami perawatan di rumah sakit, muncul hal yang baru yang sangat menarik perhatian, menyangkut kesaksian Ridwan dalam sidang Fathanah," kata Assegaf.

Menurut Assegaf, kliennya tidak pernah menyebut nama-nama tersebut sebelumnya. Oleh karena itu, ia menilai, Luthfi tidak mengenal mereka.

"Iya, belum kenal, belum tahu. Artinya selama kami berinteraksi dengan Luthfi, nama itu tidak muncul," kata Assegaf.

Dian Maharani/Kompas.com Ridwan Hakim
Sosok Sengman

Seperti diberitakan, nama-nama anonim tersebut muncul di dalam persidangan kasus dugaan suap kuota impor daging sapi. Bahkan, nama Sengman disebut-sebut sebagai beking finansial Presiden SBY. Nama SBY muncul saat rekaman percakapan Fathanah dengan Ridwan diputar.

Pemutaran rekaman pembicaraan tersebut dilakukan oleh jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut jaksa, percakapan itu terjadi setelah pertemuan Ridwan dan Fathanah di Kuala Lumpur, Malaysia, Januari 2013.

Dalam rekaman itu, diperdengarkan suara Fathanah yang menyampaikan kepada Ridwan bahwa uang Rp 40 miliar sudah beres dikirim melalui Sengman dan Hendra. Mendengar rekaman itu, Ketua Majelis Hakim Nawawi Pomolango kemudian menanyakan nama yang muncul tersebut kepada Ridwan.

"Ada nama Sengman. Itu siapa?" tanya Nawawi.

"Itu nama orang, Pak," jawab Ridwan.

"Iya, siapa?" tanya hakim lagi yang tampak kesal dengan jawaban Ridwan.

Ridwan kemudian menjelaskan bahwa Sengman adalah utusan Presiden SBY. "Waktu saya diputarkan (rekaman) ini di penyidikan KPK, saya jelaskan Bapak Sengman ini setahu saya ini utusan Presiden kalau datang ke PKS," jawab Ridwan.

"Presidennya siapa?" tanya Nawawi.

"Presiden kita, Pak SBY. (Sengman) di BAP (berita acara pemeriksaan) ditulis dia orang dekatnya Pak SBY," jawab Ridwan lagi.

Sementara itu, Hendra menurut Ridwan adalah teman dari Sengman. Ketika dicecar oleh hakim, Ridwan mengaku tidak tahu maksud pembicaraan Fathanah.

"Saya tidak tahu karena beliau (Fathanah) bilang ini 40 (Rp 40 miliar) dibawa Sengman," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com