Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Titik Rawan dalam Seleksi CPNS

Kompas.com - 01/09/2013, 20:07 WIB
Ummi Hadyah Saleh

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Animo masyarakat masih sangat banyak untuk menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Dengan kembali dibukanya rekruitmen CPNS 2013, LSM pemantau, yaitu Konsorsium LSM Seleksi CPNS (KLPC) menemukan adanya titik rawan dalam penyeleksian berdasarkan pengalaman CPNS tahun-tahun sebelumnya.

Menurut Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW Siti Juliantari, masih banyak penyimpangan dalam proses rekruitmen. "Proses ini (rekruitmen CPNS) sarat dengan penyimpangan, mulai dari proses pendaftaran sampai pada penetapan yang lulus, sarat dengan praktik-praktik kecurangan," ujar Juliantari dalam jumpa pers terkait proses seleksi CPNS di Kantor ICW, Jakarta, Minggu (1/9/2013).

Ia menjelaskan, dalam perekrutan CPNS, sebagian pelamar tidak memenuhi kriteria sebagai honorer K2 (kategori 2). "Sebagaimana diketahui, peserta honorer K2 merupakan pegawai honorer yang bekerja pada instansi pemerintah pusat dan daerah selama minimal satu tahun sebelum Desember 2005. Pegawai honorer yang bekerja setelah batas waktu tersebut, tidak dapat dimasukkan pada peserta honor K2. Uji publik atas data ini masih belum diketahui hasilnya dengan baik," kata Juliantari.

Selanjutnya kata Juliantari, ada diskriminasi pada seleksi administrasi bagi pelamar tertentu dengan nomor ujian dan lokasi ujian. Lalu, rawannya pemerasan atau praktik suap, pungutan liar oleh pejabat, atau pihak-pihak tertentu dalam meloloskan sejumlah pelamar.

"Selain itu, ketika pendaftaran juga masih ditemukan manipulasi. Para calo mendatangi para pendaftar dan menjanjikan dengan bayar Rp 80 juta sampai Rp 100 juta untuk lolos menjadi CPNS," tutur Juliantari.

Juliantari menjelaskan, adanya kebocoran soal TKD (tes kemampuan dasar ) dan tes kemampuan bidang (TKB). "Kebocoran terutama terkait dalam penggandaan dan distribusi soal dari percetakan sampai pada lokasi ujian. Motifnya antara lain adanya perilaku kolektif tim panitia di daerah ataupun pusat untuk meloloskan orang tertentu atau menjual kunci jawaban," imbuh Juliantari.

Selain itu, ada praktik perjokian dalam TKD dan TKB. "Setelah tes berlangsung masih ada juga masalah ditemukan, misalnya kertas jawaban belum disegel jadi kemungkinan bisa diubah, " ungkap Juliantari.

Tidak hanya itu, kata Juliantari, ada penambahan pelamar yang lolos TKD dan TKB pada pengumuman resmi di pemerintah daerah, serta pemberian NIP meski tidak mengikuti proses seleksi.

"Selesai tes, masalah yang ditemukan misalnya yang tidak lulus tetapi mendapat nomor induk pegawai," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Nasional
Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis 'Maksiat': Makan, Istirahat, Shalat

Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis "Maksiat": Makan, Istirahat, Shalat

Nasional
Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com