Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Amir: Penunjukan Patrialis Akbar Sudah Tepat

Kompas.com - 07/08/2013, 10:37 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menhuk dan HAM) Amir Syamsuddin menilai penunjukan Presiden SBY terhadap Patrialis Akbar sebagai hakim Mahkamah Konstitusi (MK) sudah tepat. Penunjukan Patrialis dinilainya sudah dilakukan dengan transparan.

"Pemerintah telah memproses sejak bulan Maret 2013 melalui koordinasi dengan Menko Polhukam dan dari arahan dari Wapres, dengan mengusulkan Prof Satya Arinanto dan Patrialis Akbar. Sedangkan Prof Maria Farida dicalonkan kembali dari pemerintah," katanya, Rabu (7/8/2013).

Amir mengatakan, pencalonan hakim konstitusi sudah dilaksanakan secara transparan dan partisipatif sesuai Pasal 19 dan Pasal 20 UU MK. Dalam Pasal 20 tentang tata cara seleksi, lanjutnya, disebutkan bahwa pemilihan dan pengajuannya diatur oleh masing-masing lembaga yang berwenang, yaitu Presiden, DPR, dan MA.

"Sebagai contoh pengangkatan hakim MK yang berasal dari MA para LSM tidak pernah ada yang komplain?" ujarnya.

KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin

Amir menambahkan, pemilihan di DPR dilakukan secara terbuka karena harus diputuskan siapa yang akan menentukannya, misalnya Ketua DPR atau Ketua Komisi III. Artinya, mau tidak mau harus diumumkan secara terbuka. Sementara dari pemerintah, pemilihannya merupakan hak prerogatif Presiden.

"Begitu juga (kalau calon) dari MA merupakan kebijakan Ketua MA," ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Amir juga menegaskan bahwa Patrialis sudah berhenti dari Partai Amanat Nasional (PAN) sejak 2011 saat menjabat Komisaris Utama PT Bukit Asam.

Oleh karena itu, menurut Amir, penolakan terhadap terpilihnya Patrialis tidak relevan. Apalagi dengan alasan bahwa Patrialis sering mengobral remisi saat menjabat sebagai Menhuk dan HAM akan mengganggu tugasnya sebagai hakim MK nantinya.

"Hakim konstitusi cara bekerja dalam pengujian norma tidak individual, artinya terdapat mekanisme musyawarah untuk menjatuhkan putusan. Berbeda dengan hakim di lingkungan MA," kata Amir.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Nasional
Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

BrandzView
Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Nasional
KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

Nasional
Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Nasional
Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com