Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Promosi Azirwan Cederai Perang Lawan Korupsi

Kompas.com - 30/09/2012, 20:37 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Koordinator Bidang Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menilai promosi jabatan Azirwan, penyuap anggota DPR Al Amin Nasution, dari Sekda Kabupaten Bintan menjadi Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Riau mencederai hukum dan keadilan. Pasalnya, Azirwan yang terbukti menyuap Al Amin sudah sepatutnya dipecat secara tidak hormat untuk menjamin rasa keadilan bagi PNS lainnya yang bersih.

"Promosi untuk koruptor (Azirwan) di lingkungan pemerintah pada prinsipnya justru menjadi preseden buruk bagi upaya pemberantasan korupsi dan sekaligus akan mengurangi pemberian efek jera dan sanksi sosial kepada koruptor," kata Emerson dalam pesan elektronik pada KOMPAS.com, Jakarta, Minggu (30/9/2012).

Emerson menjelaskan, dengan status sebagai narapidana, seharusnya Azirwan kehilangan status pegawai negeri sipil (PNS). Karena itu, sudah sepatutnya Azirwan diberhentikan dengan tidak hormat sebagaimana yang diatur dalam Pasal 23 Ayat 4 UU No 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

Selain itu, berdasarkan Pasal 5 PP Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural, Azirwan tidak sepatutnya naik jabatan karena selama dua tahun terakhir sebagai mantan narapidana tidak memiliki rekam jejak yang baik.

Setelah bebas dari tahanan sekitar 2010 lalu, Azirwan tidak memiliki jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bintan. Setelah menghirup udara bebas, Azirwan menjabat sebagai salah satu komisaris badan usaha milik daerah setempat.

"Terlepas apa pun alasan Gubernur Kepri Muhammad Sani mempromosikan mantan narapidana kasus korupsi itu (Azirwan), jelas-jelas ini mencederai rasa keadilan bagi masyarakat," pungkasnya.

Ia kemudian mempertanyakan ada tidaknya perihal pegawai di lingkungan Pemprov Kepri yang berkualitas dan berprestasi untuk menduduki jabatan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan. Sebab, Gubernur harus mempromosikan seorang mantan narapida kasus korupsi menduduki jabatan eselon II.

Hal tersebut jelas tidak sesuai dengan semangat pemberantasan korupsi. Promosi Azirwan dinilai tidak adil mengingat banyak PNS bersih yang gigit jari atas promosi seorang mantan narapidana korupsi seperti Azirwan.

Sebelumnya, Azirwan sejak 8 Maret 2012 dilantik sebagai kepala dinas bersama puluhan pejabat eselon dua dan tiga lainnya oleh Gubernur Kepulauan Riau Muhammad Sani. Azirwan sendiri adalah mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan yang telibat kasus korupsi menyuap anggota DPR untuk memuluskan pembahasan alih fungsi hutan lindung di Pulau Bintan pada tahun 2008 lalu.

Azirwan divonis 2 tahun 6 bulan penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 100 juta, subsider tiga bulan kurungan penjara, setelah terbukti menyuap anggota Komisi IV DPR dari fraksi PPP, Al Amin Nasution, dalam kasus alih fungsi hutan lindung di Pulau Bintan.

Azirwan sebelumnya dituntut 3 tahun penjara dan membayar denda Rp 150 juta subsider empat bulan kurungan oleh jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Azirwan dan Al Amin ditangkap KPK di Hotel Ritz Carlton, Jakarta,  pada 8 April 2008. Dalam penangkapan itu, KPK menyita uang senilai Rp 4 juta dan Rp 67 juta di mobil Al Amin. Uang itu diduga diberikan Azirwan untuk memuluskan pembahasan di Komisi IV DPR guna mendapatkan rekomendasi alih fungsi hutan di Bintan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    Nasional
    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

    Nasional
    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Nasional
    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Nasional
    Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

    Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

    [POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

    Nasional
    Kualitas Menteri Syahrul...

    Kualitas Menteri Syahrul...

    Nasional
    Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

    Nasional
    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Nasional
    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Nasional
    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Nasional
    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Nasional
    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Nasional
    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com