Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Kompas.com - 11/05/2024, 11:20 WIB
Vitorio Mantalean,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari dianggap mengingkari aturannya sendiri berkait pernyataannya mengenai status caleg terpilih jelang Pilkada 2024.

Sebelumnya, Hasyim menyebut caleg terpilih yang mencalonkan diri pada Pilkada 2024 tak berkewajiban melepas kursi dewan yang ia raih untuk periode 2024-2029.

Pasalnya, dalam Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Jadwal dan Tahapan Pemilu 2024, KPU RI telah mengatur pelantikan caleg DPR dan DPD RI terpilih hasil Pileg 2024 dilakukan pada 1 Oktober 2024, sesuai akhir masa jabatan anggota dewan periode sebelumnya.

Baca juga: Ketua KPU: Caleg Terpilih Tak Perlu Mundur jika Maju Pilkada 2024

Lalu, pelantikan caleg DPRD dilangsungkan menyesuaikan akhir jabatan anggota dewan di masing-masing wilayah tersebut.

Pada Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2024 tentang Penetapan Calon Terpilih Hasil Pemilu, KPU juga menyebutkan bahwa pelantikan susulan hanya dilakukan jika calon anggota DPR/DPD/DPRD terpilih menjadi tersangka tindak pidana korupsi.

Sementara itu, Hasyim berujar bahwa Indonesia tidak mempunyai aturan tentang pelantikan anggota dewan secara serentak.

Dengan anggapan ini, maka caleg terpilih yang maju pilkada bisa dilantik belakangan, menunggu hasil perolehan suaranya di Pilkada 2024 5anpa harus kehilangan kursi dewan.

Baca juga: Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

"Esensi pemilu serentak itu adalah pada keserentakan tahapan pemilu temasuk untuk pelantikan anggota DPR, DPD, dan DPRD sesuai akhir masa jabatannya masing-masing," kata pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraini, kepada Kompas.com, Sabtu (11/5/2024).

"Kalau kemudian pelantikan dilakukan tidak serentak dan bisa disusulkan karena kepentingan maju pilkada bukan karena alasan darurat atau luar biasa, maka jelas itu merupakan pelanggaran berat atas konsep keserentakan pemilu," jelasnya.

Sebagai informasi, caleg DPR dan DPD RI terpilih hasil Pileg 2024 seyogianya dilantik secara resmi serentak pada 1 Oktober 2024, tepat pada akhir masa jabatan anggota DPR dan DPD RI periode sebelumnya.

Sementara itu, pemungutan suara Pilkada 2024 berlangsung pada 27 November 2024.

Baca juga: Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Berdasarkan pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 12/PUU-XXII/2024, KPU diminta mempersyaratkan caleg terpilih yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah untuk membuat surat pernyataan, bahwa ia bersedia mundur "jika telah dilantik secara resmi" menjadi anggota dewan.

Akan tetapi, KPU membuka tafsir bahwa frasa "jika telah dilantik secara resmi" ini memungkinkan caleg terpilih tidak hadir pelantikan anggota dewan pada jadwal yang ditentukan, sehingga dirinya tak perlu mundur karena masih mencoba peruntungan di Pilkada 2024.

"Bila pada 1 Oktober 2024 belum dilantik, maka status (yang bersangkutan) masih sebagai calon terpilih (sehingga tak perlu mundur jika maju Pilkada 2024). Lha, kan, belum dilantik dan menjabat, lalu mundur dari jabatan apa," kata Hasyim kepada Kompas.com, Jumat (10/5/2024).

"Yang wajib mundur adalah anggota (dewan). Anggota adalah calon terpilih yang sudah dilantik (pengucapan sumpah/janji)," kata Hasyim.

Ia menegaskan, selain tidak terdapat aturan bahwa anggota dewan harus dilantik secara serentak, tidak ada pula larangan bahwa anggota dewan dapat dilantik belakangan setelah kalah dalam pilkada.

"Caleg dicalonkan oleh parpol. Calon kepala daerah dicalonkan oleh parpol. Bagaimana bila parpol mengajukan surat yang menginformasikan bahwa calon terpilih belum dapat hadir pelantikan (pengucapan sumpah janji)?" ujar Hasyim.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR, dan DPRD (MD3), pelantikan/pengucapan sumpah/janji anggota dewan dilakukan "secara bersama-sama".

Namun demikian, UU MD3 juga membuka opsi bahwa anggota dewan yang "berhalangan" hadir pelantikan secara bersama-sama, mengucapkan janji/sumpah secara terpisah.

Titi menegaskan, beleid tersebut tidak dapat dijadikan dalih bagi caleg terpilih mengamankan kursinya dengan tidak dilantik agar tetap dapat maju di pilkada.

"Berhalangan itu jelas bukan karena menunda pelantikan karena maju pilkada. Berhalangan menurut KBBI adalah ada rintangan sehingga suatu rencana tidak terlaksana. Sedangkan maju pilkada bukanlah rintangan pelantikan sehingga harus disusulkan sebab sudah aturan yang jelas soal itu," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TNI AD Mengaku Siapkan Pasukan dan Alutsista untuk ke Gaza

TNI AD Mengaku Siapkan Pasukan dan Alutsista untuk ke Gaza

Nasional
Mitigasi Gangguan PDN, Ditjen Imigrasi Tambah 100 Personel di Bandara Soekarno-Hatta

Mitigasi Gangguan PDN, Ditjen Imigrasi Tambah 100 Personel di Bandara Soekarno-Hatta

Nasional
Pusat Data Nasional Diperbaiki, Sebagian Layanan 'Autogate' Imigrasi Mulai Beroperasi

Pusat Data Nasional Diperbaiki, Sebagian Layanan "Autogate" Imigrasi Mulai Beroperasi

Nasional
Satgas Judi 'Online' Akan Pantau Pemain yang 'Top Up' di Minimarket

Satgas Judi "Online" Akan Pantau Pemain yang "Top Up" di Minimarket

Nasional
Maju Pilkada Jakarta, Anies Disarankan Jaga Koalisi Perubahan

Maju Pilkada Jakarta, Anies Disarankan Jaga Koalisi Perubahan

Nasional
Bareskrim Periksa Pihak OJK, Usut soal Akta RUPSLB BSB Palsu

Bareskrim Periksa Pihak OJK, Usut soal Akta RUPSLB BSB Palsu

Nasional
Kemenkominfo Sebut Layanan Keimigrasian Mulai Kembali Beroperasi Seiring Pemulihan Sistem PDN

Kemenkominfo Sebut Layanan Keimigrasian Mulai Kembali Beroperasi Seiring Pemulihan Sistem PDN

Nasional
Indonesia Sambut Baik Keputusan Armenia Akui Palestina sebagai Negara

Indonesia Sambut Baik Keputusan Armenia Akui Palestina sebagai Negara

Nasional
Tanggapi Survei Litbang 'Kompas', Ketum Golkar Yakin Prabowo Mampu Bawa Indonesia Jadi Lebih Baik

Tanggapi Survei Litbang "Kompas", Ketum Golkar Yakin Prabowo Mampu Bawa Indonesia Jadi Lebih Baik

Nasional
Dispenad Bantah Mobil Berpelat Dinas TNI AD di Markas Sindikat Uang Palsu Milik Kodam Jaya

Dispenad Bantah Mobil Berpelat Dinas TNI AD di Markas Sindikat Uang Palsu Milik Kodam Jaya

Nasional
Berikan Dampak Perekonomian, Pertamina Pastikan Hadir di MotoGp Grand Prix of Indonesia 2024

Berikan Dampak Perekonomian, Pertamina Pastikan Hadir di MotoGp Grand Prix of Indonesia 2024

Nasional
Sejumlah Elite Partai Golkar Hadiri Ulang Tahun Theo Sambuaga

Sejumlah Elite Partai Golkar Hadiri Ulang Tahun Theo Sambuaga

Nasional
Soal Pengalihan Kuota Tambahan Haji Reguler ke Haji Khusus, Timwas DPR RI: Kemenag Perlu Mengkaji Ulang

Soal Pengalihan Kuota Tambahan Haji Reguler ke Haji Khusus, Timwas DPR RI: Kemenag Perlu Mengkaji Ulang

Nasional
Rapat dengan Kemenag, Timwas Haji DPR Soroti Masalah Haji 'Ilegal'

Rapat dengan Kemenag, Timwas Haji DPR Soroti Masalah Haji "Ilegal"

Nasional
Merespons Survei Litbang 'Kompas', Cak Imin Minta DPR Tak Berpuas Diri

Merespons Survei Litbang "Kompas", Cak Imin Minta DPR Tak Berpuas Diri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com