JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia Titi Anggraini menilai pernyataan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari bekerkait status caleg terpilih jelang Pilkada 2024 menabrak konstitusi dan tertib hukum tata negara.
Sebelumnya, Hasyim menyebut caleg terpilih yang mencalonkan diri pada Pilkada 2024 tak berkewajiban untuk melepas kursi dewan yang ia raih untuk periode 2024-2029. Hasyim juga tak mempermasalahkan jika mereka dilantik menyusul setelah kalah dalam Pilkada 2024.
"Kalau sampai caleg terpilih Pemilu DPR dan DPD 2024 bisa dilantik menyusul karena alasan maju pilkada, maka hal itu inkonstitusional karena telah merusak prinsip kebersamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana dijamin dalam Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 28D Ayat (3) UUD 1945," jelas Titi kepada Kompas.com, Jumat (10/5/2024).
"Hal itu juga bisa melanggar hak warga negara atas pengakuan, jaminan, perlindungan,dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28D Ayat (1) dan Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945," lanjutnya.
Baca juga: Ketua KPU: Caleg Terpilih Tak Perlu Mundur jika Maju Pilkada 2024
Titi menambahkan, pelantikan susulan lagi caleg terpilih yang maju Pilkada 2024 adalah perbuatan yang jelas-jelas merupakan pembangkangan atas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 12/PUU-XXII/2024.
Pasalnya, berdasarkan pertimbangan putusan tersebut, KPU diminta mempersyaratkan caleg terpilih yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah untuk membuat surat pernyataan, bahwa ia bersedia mundur "jika telah dilantik secara resmi" menjadi anggota dewan.
Akan tetapi, melalui pernyataan Hasyim, KPU malaj membuka tafsir bahwa frasa "jika telah dilantik secara resmi" ini memungkinkan caleg terpilih tidak hadir pelantikan anggota dewan pada jadwal yang ditentukan, sehingga dirinya tak perlu mundur karena masih mencoba peruntungan di Pilkada 2024.
Baca juga: Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada
"Pelantikan susulan bagi yang maju pilkada adalah bentuk akal-akalan untuk memuluskan kepentingan segelintir orang," sebut Titi.
Sebagai informasi, caleg DPR dan DPD RI terpilih hasil Pileg 2024 seyogianya dilantik secara resmi serentak pada 1 Oktober 2024, tepat pada akhir masa jabatan anggota DPR dan DPD RI periode sebelumnya.
Jadwal pelantikan juga sudah diagendakan secara tertulis di dalam lampiran Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Jadwal dan Tahapan Pemilu 2024.
Sementara itu, pemungutan suara Pilkada 2024 berlangsung pada 27 November 2024.
Namun, Hasyim menegaskan bahwa selain tidak terdapat aturan bahwa anggota dewan harus dilantik secara serentak, tidak ada pula larangan bahwa anggota dewan dapat dilantik belakangan setelah kalah dalam pilkada.
Baca juga: Anies-Ahok Disebut Sangat Mungkin Berpasangan di Pilkada DKI 2024
"Bila pada 1 Oktober 2024 belum dilantik, maka status (yang bersangkutan) masih sebagai calon terpilih (sehingga tak perlu mundur jika maju Pilkada 2024). Lha, kan, belum dilantik dan menjabat, lalu mundur dari jabatan apa," kata Hasyim kepada Kompas.com, Jumat (10/5/2024).
"Yang wajib mundur adalah anggota (dewan). Anggota adalah calon terpilih yang sudah dilantik (pengucapan sumpah/janji)," sebut dia.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR, dan DPRD (MD3), pelantikan/pengucapan sumpah/janji anggota dewan dilakukan "secara bersama-sama".