Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Budiman Tanuredjo
Wartawan Senior

Wartawan

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Kompas.com - 27/04/2024, 06:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

GALERI Nasional ramai, Jumat sore, 26 April 2024. Acaranya tunggal pameran seni rupa karya Butet Kartarajasa berjudul, “Melik Nggendong Lali.”

Pameran yang diberi nama “wirid visual” dengan berbagai wahana seni lebih banyak merupakan respons seni rupa Bute atas situasi politik kontemporer.

Membuka acara Franz Magnis Suseno SJ dan ikut memberikan sambutan Oei Hong Jien dan Mahfud MD.

Sejumlah tokoh masyarakat hadir seperti Lukman Hakim Saefuddin, Hasto Kristianto, Prof Sulistyowati Irianto dan juga polisi yang juga “sahabat” seniman di Yogya, Kapolda DIY Irjen (Pol) Suwondo Nainggolan.

Acara itu diwarnai dengan kritik sosial khas Yogyakarta untuk merespons kondisi politik kontemporer. Kehadiran mantan cawapres Mahfud MD menjadi menarik.

Saat memberikan sambutan, Mahfud mengaku banyak ditanya pers soal kemana dia akan melangkah. Dan, Mahfud pun membuka opsi untuk membersamai masyarakat sipil termasuk seniman.

Langkah Mahfud membersamai masyarakat sipil, banyak mendapatkan apresiasi dan dukungan dari berbagai kalangan.

Dalam podcast di kanal pribadi, saya termasuk yang mengusulkan agar Mahfud membersamai masyarakat sipil untuk mengawal demokrasi, mengawal konstitusi, mengawal hak asasi manusia, dan mengawal kebebasan sipil.

Pemilu 2024 telah usai. MK telah mengesahkan kemenangan Prabowo Subianto—Gibran Rakabuming Raka. KPU telah menetapkan Prabowo-Gibran sebagai presiden terpilih 2024-2029.

Sudah menjadi kebiasaan politik Indonesia, merapat kepada kekuasaan adalah kesempatan untuk mendapatkan kue kekuasaan.

Partai Nasdem menyatakan bergabung dengan pemerintahan baru, sebagaimana dinyatakan Ketua Umum Nasdem Surya Paloh.

Menyusul kemudian Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) usai pertemuan Capres terpilih Prabowo dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.

Alasannya sama: untuk membangun bangsa dan negara harus bersama-sama dengan alasan geopolitik, alasan tantangan ekonomi yang berat dan sejumlah tantangan lainnya. Itulah yang sering kita dengar dari sejumlah elite politik.

Namun, argumen lain mengatakan, tiada lawan dan kawan abadi dalam politik, selain kepentingan. Praktik politik Indonesia menjadi sangat simpel, siapa mendapat apa, kapan, dan bagaimana mendapatkannya.

Penulis surat pembaca di Kompas menulis politik bunglon. Politik mencla-mencle. Tidak ada yang melarang para elite politik bergabung dengan kekuasaan karena memang kekuasaan itu memesona, kekuasaan itu mempunyai kenikmatan.

Namun, bagaimana penjelasannya kepada rakyat yang telah memilih. Yang telah memilih jalan perubahan dan mendelegitimasi pemerintahan dan kini memilih bergabung.

Apakah suara pemilih hanya dijadikan mata uang untuk bernegosiasi dengan pemenang pemilu. Jutaan suara dihitung dengan sejumlah kursi menteri.

Saya selalu teringat pada tujuh dosa sosial menurut Gandhi, politik tanpa prinsip, kekayaan tanpa kerja keras, perniagaan tanpa moralitas, kesenangan tanpa nurani, pendidikan tanpa karakter, ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan, dan peribadatan tanpa pengorbanan.

Rasanya situasi kebangsaan seperti itulah yang begitu terasa. Politik tanpa nilai, selain bagi-bagi kekuasaan.

Perburuan kekayaan dilakukan tanpa kerja keras, sebagaimana meraknya pertambangan liar, judi liar dan seakan dibiarkan.

Dalam politik yang begitu pragmatis itu, pernyataan Mahfud yang ingin membersamai masyarakat sipil seakan menjadi oase.

Mahfud punya modal sosial yang tinggi. Ia relatif independen terhadap partai politik. Ia dicintai kelas menengah yang gandrung pada ideologi negara hukum. Namun, sosok Mahfud yang susah diajak kompromi mungkin menjadi satu masalah pada Mahfud.

Pada Pemilu 2019, Mahfud sempat akan menjadi calon wapres. Namun, sejumlah ketua umum parpol, “memaksa” Presiden Jokowi memilih Ma’ruf Amien.

Mahfud kemudian diangkat sebagai Menko Polhukam dan kemudian mundur setelah ikut dalam kontestasi Pilpres 2024. Pilihan mundur bisa dipandang sebagai sikap moral Mahfud. Padahal, jika dia tidak mundur, tak ada hukum yang dilanggar.

Karier Mahfud begitu panjang. Ia intelektual yang juga ulama. Ia pernah menjadi anggota DPR, menjadi Menteri Pertahanan, Ketua Mahkamah Konstitusi, dan Menko Polhukam dan kembali menjadi masyarakat sipil.

Saya pribadi mengenal Mahfud sudah lama saat ia masih berkantor di ruangan kecil di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.

Sebagai wartawan, saya kerap menggali pandangan hukum Mahfud MD. Pandangannya progresif. Keadilan baginya bukan soal prosedur, tapi substansial.

Dalam artikelnya di Kompas, 11 Oktober 2005, Mahfud menulis esai, “Habis Sudah Teori di Gudang” untuk membereskan Indonesia dari berbagai permasalahan.

Mahfud menulis demikian, “Yang harus dilakukan, meletakkan para pejabat puncak pada tiap unit pemerintahan dari kalangan yang 'bersih' dan 'berani'. Bersih artinya bermoral, punya track record (rekam jejak) tak pernah korup, dan tak punya masalah dengan hukum. Berani artinya punya nyali untuk bertindak terhadap siapa pun guna mendobrak kejumudan birokrasi.”

Bersih dan berani. Ciri itu melekat pada Mahfud. Salah satu gebrakan Mahfud saat memimpin MK adalah membuka rekaman sadapan yang dilakukan KPK.

Dari situlah terbongkar, panggung belakang industri hukum. Hukum diperdagangkan. Kriminalisasi Pimpinan KPK terbongkar.

Selain berani dan bersih, Mahfud adalah seorang problem solver. Sebagaimana dia ketika bisa menemukan ayat yang mengarakan agar rekaman sadapan KPK – yang sifat sangat-sangat rahasia – diperdengarkan di sidang MK. Itu keberanian luar biasa.

Di situlah peran Mahfud. Ia keluar dari paradigma legal procedural, legal normative, menjadi keadilan substansial. Jika Mahfud tak berani mengambil langkah konstitusional, mafia hukum tak pernah terbuka.

Kebersihan dari aspek hukum inilah, saat ini dan kini, membuat elite tersandera secara politik.

Di tengah politik yang sangat transaksional, langkah Mahfud membersamai masyarakat sipil menjadi pilihan terbaik.

Membersamai masyarakat yang kesepian karena kehilangan tokoh panutan, membersamai kampus yang terasa sepi, meski banyak dosennya yang “nakal”. Menjadi “muazin” bangsa dan menjadikan masyarakat sipil sebagai kekuatan oposisi, ketika DPR kurang bergairah.

Menggagas Forum Demokrasi sebagaimana pernah dilakukan Gus Dur yang bisa menawarkan pikiran alternatif terhadap masalah kebangsaan dan menyusun peta jalan perbaikan bangsa ini.

Forum masyarakat sipil itu diperlukan untuk mengawal agar bangsa ini tetap dengan ideologi negara hukum dan bukan negara kekuasaan, dan mengawal Pasal 33 UUD 1945 bahwa bumi, air, dan diusahakan untuk kepentingan rakyat.

Mahfud juga bisa mengambil peran untuk memimpin pertobatan ekologis atas kehancuran lingkungan akibat kerakusan elite bangsa ini.

Rekam jejak Mahfud yang bercirikan: jujur, bersih berani dan pencari jalan keluar, erat melekat. Itulah bekal bagi Mahfud untuk menata langkah politiknya ke depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pedangdut Nayunda Nabila Irit Bicara Usai Diperiksa Jadi Saksi TPPU SYL

Pedangdut Nayunda Nabila Irit Bicara Usai Diperiksa Jadi Saksi TPPU SYL

Nasional
KSP Ungkap 9 Nama Pansel Capim KPK Harus Sudah di Meja Setneg Akhir Mei, Juni Bekerja

KSP Ungkap 9 Nama Pansel Capim KPK Harus Sudah di Meja Setneg Akhir Mei, Juni Bekerja

Nasional
Uang Kuliah Mahal, Pengamat: Kebijakan Pemerintah Bikin Kampus Jadi Lahan Bisnis

Uang Kuliah Mahal, Pengamat: Kebijakan Pemerintah Bikin Kampus Jadi Lahan Bisnis

Nasional
Pansel Capim KPK Didominasi Unsur Pemerintah, KSP Beralasan Kejar Waktu

Pansel Capim KPK Didominasi Unsur Pemerintah, KSP Beralasan Kejar Waktu

Nasional
BNBP: Sumatera Barat Masih Berpotensi Diguyur Hujan Lebat hingga 20 Mei 2024

BNBP: Sumatera Barat Masih Berpotensi Diguyur Hujan Lebat hingga 20 Mei 2024

Nasional
Alexander Sarankan Capim KPK dari Polri dan Kejaksaan Sudah Pensiun

Alexander Sarankan Capim KPK dari Polri dan Kejaksaan Sudah Pensiun

Nasional
Draf RUU Penyiaran: Masa Jabatan Anggota KPI Bertambah, Dewan Kehormatan Bersifat Tetap

Draf RUU Penyiaran: Masa Jabatan Anggota KPI Bertambah, Dewan Kehormatan Bersifat Tetap

Nasional
Latihan TNI AL dengan Marinir AS Dibuka, Pangkoarmada I: Untuk Tingkatkan Perdamaian

Latihan TNI AL dengan Marinir AS Dibuka, Pangkoarmada I: Untuk Tingkatkan Perdamaian

Nasional
Siapkan Sekolah Partai untuk Calon Kepala Daerah, PDI-P Libatkan Ganjar, Ahok hingga Risma

Siapkan Sekolah Partai untuk Calon Kepala Daerah, PDI-P Libatkan Ganjar, Ahok hingga Risma

Nasional
Sektor Swasta dan Publik Berperan Besar Sukseskan World Water Forum Ke-10 di Bali

Sektor Swasta dan Publik Berperan Besar Sukseskan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
BNPB Minta Warga Sumbar Melapor Jika Anggota Keluarga Hilang 3 Hari Terakhir

BNPB Minta Warga Sumbar Melapor Jika Anggota Keluarga Hilang 3 Hari Terakhir

Nasional
Nurul Ghufron Akan Hadiri Sidang Etik di Dewas KPK Besok

Nurul Ghufron Akan Hadiri Sidang Etik di Dewas KPK Besok

Nasional
LHKPN Dinilai Tak Wajar, Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Dicopot dari Jabatannya

LHKPN Dinilai Tak Wajar, Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Dicopot dari Jabatannya

Nasional
Alexander Sebut Calon Pimpinan KPK Lebih Bagus Tidak Terafiliasi Pejabat Maupun Pengurus Parpol

Alexander Sebut Calon Pimpinan KPK Lebih Bagus Tidak Terafiliasi Pejabat Maupun Pengurus Parpol

Nasional
Polri Siapkan Skema Buka Tutup Jalan saat World Water Forum di Bali

Polri Siapkan Skema Buka Tutup Jalan saat World Water Forum di Bali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com