Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Respons Hasto PDI-P Terkait Anggota Komite HAM PBB Soroti Netralitas Jokowi di Pilpres

Kompas.com - 18/03/2024, 22:12 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto menilai bahwa Komite HAM Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang menyoroti netralitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2024 menandakan bahwa persoalan demokrasi di Indonesia turut disoroti oleh lembaga dunia.

"Apa yang terjadi akan ditangkap termasuk oleh lembaga-lembaga dunia," kata Hasto di Sekretariat Barikade 98, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (18/3/2024).

"Karena kita telah meratifikasi tentang pentingnya penghormatan terhadap hak kedaulatan rakyat di dalam," ujarnya lagi.

Menurut Hasto, berbagai pakar dan ahli juga menyoroti netralitas presiden di pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Baca juga: Anggota Komite HAM PBB Soroti Netralitas Jokowi di Pilpres, Singgung Putusan MK

Kemudian, Hasto mengatakan, para ahli menyuarakan kepada seluruh publik untuk juga melihat dan mengingatkan presiden tentang pentingnya kedaulatan rakyat.

Hasto lantas menyinggung soal kedaulatan rakyat tidak boleh dikalahkan oleh satu keluarga.

"Kita ini adalah suatu negara yang kita adalah pemilik-pemilik dari negara ini. Jangan mau dikalahkan oleh satu keluarga. Itu adalah satu obor yang sangat baik bagi kita untuk bergerak di dalam mewujudkan kebenaran di dalam politik melalui pemilu," kata Sekretaris Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud ini.

Terakhir, Hasto mengingatkan bahwa tidak ada seorang pun yang bisa merekayasa pesta demokrasi di Indonesia.

"Karena pemilu, siapa pun yang merekayasa artinya membunuh masa depan kita," ujarnya.

Baca juga: Netralitas Jokowi di Pilpres 2024 Disorot Komite HAM PBB, Kubu Prabowo: Berlebihan

Diberitakan sebelumnya, anggota Komite Hak Asasi Manusia PBB atau CCPR Bacre Waly Ndiaye menyoroti netralitas Presiden Jokowi dalam Pilpres 2024.

Dia mengutarakan soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melanggengkan jalan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, mengikuti kontestasi pilpres.

Putusan yang dimaksud adalah putusan pada perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. MK memutuskan mengabulkan sebagian putusan tersebut.

Ndiaye menyebut bahwa kampanye calon presiden dan calon wakil presiden terjadi usai putusan tersebut keluar.

"Kampanye terjadi setelah keputusan pengadilan pada menit-menit terakhir yang mengubah kriteria kelayakan yang memungkinkan putra presiden untuk ikut serta dalam Pemilu," kata Ndiaye dalam Sidang Komite HAM PBB CCPR di Jenewa, Swiss pekan lalu, dikutip dari UN Web TV, Senin.

Ndiaye lantas mempertanyakan langkah apa yang diambil Indonesia untuk memastikan pejabat tinggi, termasuk Jokowi, tidak memberikan pengaruh atau intervensi yang berlebihan terhadap proses Pemilu.

"Langkah-langkah apa yang diterapkan untuk memastikan bahwa pejabat tinggi termasuk presiden dicegah untuk memberikan pengaruh yang berlebihan terhadap proses Pemilu," bebernya.

Baca juga: Timnas Anies: Kualitas Demokrasi Pilpres 2024 Sangat Buruk, Tercium Komite HAM PBB

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Cuaca di Arab Saudi 40 Derajat, Jemaah Haji Diminta Jaga Kesehatan

Cuaca di Arab Saudi 40 Derajat, Jemaah Haji Diminta Jaga Kesehatan

Nasional
 Saksi Ungkap Direktorat di Kementan Wajib Patungan untuk Kebutuhan SYL

Saksi Ungkap Direktorat di Kementan Wajib Patungan untuk Kebutuhan SYL

Nasional
Pertamina Patra Niaga Akan Tetap Salurkan Pertalite sesuai Penugasan Pemerintah

Pertamina Patra Niaga Akan Tetap Salurkan Pertalite sesuai Penugasan Pemerintah

Nasional
Menteri KKP Targetkan Tambak di Karawang Hasilkan 10.000 Ikan Nila Salin Per Tahun

Menteri KKP Targetkan Tambak di Karawang Hasilkan 10.000 Ikan Nila Salin Per Tahun

Nasional
KPK Percaya Diri Gugatan Praperadilan Karutan Sendiri Ditolak Hakim

KPK Percaya Diri Gugatan Praperadilan Karutan Sendiri Ditolak Hakim

Nasional
Soal Kasus Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, KPK Diminta Evaluasi Teknis OTT

Soal Kasus Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, KPK Diminta Evaluasi Teknis OTT

Nasional
Kaesang Didorong Maju Pilkada Bekasi, Jokowi: Tanyakan PSI, itu Urusan Partai

Kaesang Didorong Maju Pilkada Bekasi, Jokowi: Tanyakan PSI, itu Urusan Partai

Nasional
Mahfud Khawatir Korupsi Makin Banyak jika Kementerian Bertambah

Mahfud Khawatir Korupsi Makin Banyak jika Kementerian Bertambah

Nasional
Persiapan Operasional Haji 2024, 437 Petugas Diterbangkan ke Arab Saudi

Persiapan Operasional Haji 2024, 437 Petugas Diterbangkan ke Arab Saudi

Nasional
Jokowi Tegaskan Jadwal Pilkada Tak Dimajukan, Tetap November 2024

Jokowi Tegaskan Jadwal Pilkada Tak Dimajukan, Tetap November 2024

Nasional
Setelah Geledah Kantornya, KPK Panggil Lagi Sekjen DPR Indra Iskandar

Setelah Geledah Kantornya, KPK Panggil Lagi Sekjen DPR Indra Iskandar

Nasional
Menteri KP: Lahan 'Idle' 78.000 Hektar di Pantura Bisa Produksi 4 Juta Ton Nila Salin Setiap Panen

Menteri KP: Lahan "Idle" 78.000 Hektar di Pantura Bisa Produksi 4 Juta Ton Nila Salin Setiap Panen

Nasional
Istana Sebut Pansel Capim KPK Diumumkan Mei ini

Istana Sebut Pansel Capim KPK Diumumkan Mei ini

Nasional
Deret 9 Kapal Perang Koarmada II yang Dikerahkan dalam Latihan Operasi Laut Gabungan

Deret 9 Kapal Perang Koarmada II yang Dikerahkan dalam Latihan Operasi Laut Gabungan

Nasional
Jumlah Kementerian sejak Era Gus Dur hingga Jokowi, Era Megawati Paling Ramping

Jumlah Kementerian sejak Era Gus Dur hingga Jokowi, Era Megawati Paling Ramping

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com