Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
SOROT POLITIK

Indonesia Perlu Tegas Lawan Diskriminasi Perdagangan Global

Kompas.com - 06/01/2024, 11:13 WIB
Yakob Arfin Tyas Sasongko,
Yohanes Enggar Harususilo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), mengatakan bahwa perjuangan Indonesia melawan diskriminasi perdagangan internasional berada di jalur tepat.

Bahkan, pemerintah diminta untuk terus konsisten dalam menyuarakan kepentingan Indonesia di kancah global.

Untuk diketahui, Indonesia kini menghadapi diskriminasi perdagangan dari berbagai negara terkait kebijakan ekspor minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dan nikel. Adapun produk CPO Indonesia ditolak karena minyak kelapa sawit dianggap tidak ramah lingkungan.

World Trade Organization (WTO) pun menilai industri hilirisasi nikel Indonesia belum optimal sehingga belum waktunya untuk menutup ekspor barang mentah.

“CPO memang tekanannya besar. Indonesia harus konsisten memperjuangkan CPO, terutama pada sisi penetrasi ekspor. CPO dianggap sebagai sesuatu yang tidak ramah lingkungan. Sebagian bisa jadi benar, tapi ada juga motif tersembunyi dari negara yang menolak CPO,” ujar Faisal dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (6/1/2023).

Baca juga: Selaraskan Langkah Bersama, Mentan Ajak Berbagai Pihak Perkuat Sektor Kelapa Sawit Indonesia

Begitu pula dengan nikel, lanjut Faisal, penolakan justru datang dari negara yang tidak mengimpor nikel mentah Indonesia, yaitu Uni Eropa.

Ia menilai, upaya pemerintah Indonesia selama ini sudah tepat. Namun, diperlukan penguatan terkait trade diplomacy guna melawan segala tuduhan tersebut.

“Kalau ada tuduhan yang benar, ya diperbaiki agar dalam berargumen di arbitrase Indonesia bisa mempertahankan kepentingan dari negara yang merasa kebijakan Indonesia bertentangan dengan WTO,” tambahnya.

Peraih gelar doktor ekonomi dari Universitas Queensland itu meyakini ada kepentingan memperjuangkan produk substitusi CPO dari negara-negara yang menentang kebijakan ekspor Indonesia.

Ia juga berpandangan terpadap motif tersembunyi dari argumen sawit yang tidak ramah lingkungan. Sebagai contoh, menjaga produk substitusi. Eropa sendiri mempunyai minyak bunga matahari dan minyak kacang kedelai.

Baca juga: Minyak Kelapa Sawit Makin Dibutuhkan pada 2050

Lebih dari itu, lanjut dia, ada pula upaya negara-negara maju untuk mencegah Indonesia naik kelas dengan menolak kebijakan ekspor manufaktur yang bisa memberikan nilai tambah lebih dibanding sekadar ekspor komoditas.

Faisal kemudian mencontohkan persaingan dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China beberapa tahun lalu.

China mulai dilihat sebagai ancaman karena penetrasi industri teknologinya semakin masif. AS pun membebankan pajak kepada barang-barang China yang dianggap bisa mengganggu pasarnya.

“China ingin naik kelas dengan tidak lagi ekspor barang bernilai tambah rendah. Namun, pada produk teknologi 5G, AS mencoba untuk menjaga dominasinya dengan menerapkan tarif. Jadi, itu hal yang umum terjadi ketika negara memanfaatkan platform internasional untuk mencegah negara lain naik kelas. Ironinya, itu justru dicontohkan oleh negara yang menyuarakan perdagangan bebas,” beber Faisal.

Spesifik untuk larangan ekspor bijih nikel, Faisal melihat Indonesia sedikit mengalami kerugian ketika hendak memulai kebijakan hilirisasi.

Baca juga: Model Hilirisasi Industri Kelapa Sawit Mampu Dorong Ekspor Produk Bernilai Tambah

Meski begitu, hilirisasi kini telah menjadi salah satu faktor penting yang membuat neraca perdagangan Indonesia terus surplus.

“Memang di awal 2020 ekspor sempat menurun karena larangan ekspor bijih nikel. Tidak lama, logam dasar Indonesia naik. Artinya, kerugiannya hanya jangka pendek karena hasil dari hilirisasi sudah mulai terasa tanpa menunggu beberapa tahun lagi,” ungkapnya.

Politik dagang dan diplomasi ekonomi

Setali tiga uang dengan Faisal, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyoroti politik dagang negara-negara maju di balik gugatan produk Indonesia di WTO.

"Tentang WTO, diskriminasi, dan deforestasi, ini politik dagang. Tidak ada negara di dunia ini yang ingin lapaknya diambil negara lain. Ujung-ujungnya kita lihat ini main narasi saja, tapi substansi sama. Kenapa dibawa ke WTO karena industri mereka yang sudah dibangun tidak dapat lagi suplai bahan baku. Andaikan mereka dapat suplai sudah dengan harga mahal," kata Bahlil.

Ketika produksi, lanjut Bahli, akan kalah kompetitif harga dengan produksi yang dibangun di Indonesia.

Baca juga: Kementan Larang Kecambah Kelapa Sawit Dijual Online

“Kemudian, dia pakai lembaga dunia yang mengkaji kembali terhadap izin larangan ekspor komoditas ini. Menurut saya enggak bisa ditolerir," tambahnya.

Sementara itu, melalui diskusi Media Center Indonesia Maju pada Kamis (4/1/2024), Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan bahwa diplomasi ekonomi merupakan salah satu fokus kebijakan luar negeri Indonesia.

Ada dua fokus dalam diplomasi ekonomi, yaitu membuka pasar non-tradisional dan memerangi diskriminasi perdagangan terhadap produk-produk Indonesia.

Terkait fokus pertama, Retno mengungkap pesan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membuka pasar di negara-negara baru, seperti Afrika dan Uni Eropa. Lebih dari itu, Indonesia juga ingin memperkuat relasi ekonomi dengan banyak negara berkembang.

Ihwal fokus kedua, mantan Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) untuk Belanda dan Norwegia itu menyatakan, seluruh diplomat turut bekerja keras untuk mendukung kebijakan hilirisasi dalam negeri.

"Diplomasi ekonomi juga kami gunakan untuk memerangi diskriminasi terhadap produk-produk Indonesia, misalnya kelapa sawit. Diplomasi ekonomi ini juga untuk hilirisasi industri," tegas Retno.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Putusan MA Dianggap Pragmatisme Politik Jokowi demi Kaesang

Putusan MA Dianggap Pragmatisme Politik Jokowi demi Kaesang

Nasional
Prabowo Minta AS dan China Bijak supaya Tak Bawa Bencana

Prabowo Minta AS dan China Bijak supaya Tak Bawa Bencana

Nasional
Putusan MA Dianggap Semakin Menggerus Rasa Keadilan Masyarakat

Putusan MA Dianggap Semakin Menggerus Rasa Keadilan Masyarakat

Nasional
Prabowo Serukan Investigasi Komprehensif Atas Peristiwa yang Terjadi di Rafah

Prabowo Serukan Investigasi Komprehensif Atas Peristiwa yang Terjadi di Rafah

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Tahu Arah Pernyataan Wapres | Saudi Deportasi 22 WNI Palsukan Visa Haji

[POPULER NASIONAL] PDI-P Tahu Arah Pernyataan Wapres | Saudi Deportasi 22 WNI Palsukan Visa Haji

Nasional
Tanggal 5 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Jemaah Haji Diimbau Tidak Umrah Sunah Berlebihan, Masih Ada Puncak Haji

Jemaah Haji Diimbau Tidak Umrah Sunah Berlebihan, Masih Ada Puncak Haji

Nasional
Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

Nasional
Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Nasional
Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Nasional
Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Nasional
Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Nasional
Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Nasional
Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Nasional
Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com