Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Refleksi Nasional Akhir Tahun 2023

Kompas.com - 31/12/2023, 11:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TAHUN 2023 kepastian tentang konstelasi politik nasional menjelang pemilihan umum 2024 ditentukan. Secara bertahap, nama-nama calon peserta pemilihan presiden Indonesia akhirnya diketahui publik.

Berbeda dengan tahun 2014 dan 2019 yang menghadirkan dua pasangan calon presiden dan wakil presiden, tahun 2023 telah dipastikan bahwa peserta kontestasi pemilihan presiden untuk 2024 tidak lagi dua pasangan calon, tapi tiga.

Berita baiknya, formasi tersebut akan sangat membantu negeri ini meminimalisasi friksi politik dikotomis yang berlebihan, bahkan hilangnya nyawa anak negeri, yang sempat membuat negeri ini dihuni oleh dua pihak saja, yakni "kami" dan "mereka" alias cebong dan kampret.

Namun tahun ini juga menjadi salah satu tahun yang mendebarkan secara politik. Pasalnya, beberapa langkah politik yang diambil oleh beberapa elite tidak saja membuat kita mengerutkan dahi, tapi juga memancing rasa ketakutan tersendiri di dalam hati, terutama terkait dengan arah strategis bangsa ini secara politik ke depan.

Tahun 2023 menjadi bukti di mana beberapa elite sesumbar tentang kecintaannya kepada Indonesia, tapi justru mengambil langkah-langkah yang bisa membahayakan demokrasi yang telah dipatri secara konstitusional di negeri ini sepanjang usia republik ini.

Sinyal-sinyal "politik dinasti" mengemuka dengan sangat kentara. Walhasil, sinyal-sinyal pengeringan spirit demokrasi juga muncul bersamanya.

Celakanya, suara publik yang menolaknya pelan-pelan mulai ikut direkayasa agar terdengar sebagai suara sumbang semata.

Lihat saja, aturan main yang semestinya berlaku untuk semua pihak justru dibengkokkan hanya untuk memperlancar kelahiran "sungsang" satu calon pemimpin muda, yang dilabeli oleh media-media luar sebagai "the Nepo Baby".

"In the face of impossible odds, people who love this country can change it," kata Barack Obama pada suatu waktu.

Saya yakin, "change" yang dimaksud oleh Obama dalam kalimat itu adalah perubahan ke arah yang lebih baik, bukan sebaliknya.

Masalahnya di sini, para elite yang mengaku-ngaku mencintai negeri ini justru menginisiasi perubahan yang hanya bersesuaian dengan kepentingan politik jangka pendek mereka, tapi justru bisa membahayakan kepentingan strategis jangka panjang negeri dan rakyat di sini, yakni memajukan Indonesia dengan sistem demokratis, bukan dengan sistem lain.

Dengan kata lain, tahun 2023 menjadi fondasi strategis bagi Indonesia untuk menyiapkan diri menghadapi segala kemungkinan perubahan politik fundamental yang akan terjadi 2024.

Jika 2024 ternyata Indonesia melahirkan tatanan politik baru yang jauh dari cita-cita reformasi dan nilai-nilai demokrasi, maka kegagalan kita dalam mencegahnya pada 2023 adalah sebab utamanya.

Secara geopolitik, tahun 2023 melahirkan peristiwa global yang juga mengkhawatirkan kita. Jika 2022 kita menyaksikan baku hantam antara Rusia dan Ukraina, pada 2023 kita menyaksikan baku sikat antara Israel dan Hamas.

Kedua peristiwa tersebut memiliki "magnitude" yang sama secara geopolitik, yang bisa membuat goncangan strategis pada tatanan politik internasional yang sedang berlaku.

Karena kedua konflik bersenjata tersebut semakin memperjelas dikotomi geopolitik dunia, yakni antara Barat dan "Great Power" baru yang sedang mencoba menyainginya.

Ketegangan geopolitik tersebut memperburuk performa perekonomian dunia yang memang sudah buruk sejak ketegangan-ketegangan geopolitis mulai muncul beberapa tahun lalu. Walhasil, proyeksi pertumbuhan ekonomi global kian suram.

Kesuraman tersebut memancar secara global pula, yang kemudian ikut mempersulit kinerja ekonomi domestik, karena memengaruhi kinerja ekspor nasional Indonesia yang sejak awal tahun terus merosot, sekalipun masih menorehkan surplus.

Namun bagi Indonesia, terutama bagi Jokowi dan pemerintahannya, tahun 2023 adalah tahun pengokohan reputasi regional dan internasional.

Sebagai lanjutan peran Presidency G20 tahun 2022, yang pelaksanaan KTT-nya berlangsung dengan meriah di Pulau Bali, setahun kemudian, 2023, Indonesia juga memegang peranan yang sama di level ASEAN, yang acara puncaknya diadakan di Jakarta.

Secara teknis, kedua momen tersebut melahirkan berbagai pujian dari banyak kepala negara yang datang di satu sisi dan menjadikan Indonesia sebagai fokus sorotan Internasional di sisi lain.

Namun seiring dengan itu, reputasi yang telah dinikmati tersebut baru sebatas persepsi yang dinikmati oleh Indonesia secara internal.

Di saat Jokowi diutus oleh komunitas negara-negara Islam untuk membicarakan langkah damai di Gaza dengan Joe Biden, buah reputasi internasional tersebut nyatanya belum matang.

Kedatangan Jokowi kemudian menjadi sekadar seremonial saja, karena kecamuk di Gaza nyatanya berlanjut terus hingga hari ini.

Reputasi global yang dibangun atas dasar kemampuan tim "EO" kenegaraan dalam menyelenggarakan event global memang hanya untuk sekadar "tontonan".

Jadi tidak salah, Wakil Presiden Amerika Serikat, Kamala Harris, menyandingkannya dengan "Hollywood", sebuah pujian yang seharusnya membuat Indonesia melakukan instrospeksi diri, bukannya justru membusungkan dada berbangga diri.

Kemudian, secara ekonomi, tahun 2023 menjadi tahun pertunjukan "batas atas" kinerja ekonomi nasional Indonesia. Setelah hampir tiga tahun dilingkupi pandemik, ekonomi Indonesia akhirnya mulai berjalan "as usual" sebagaimana sebelum pandemik.

Dan kinerja normal ekonomi tersebut tercermin dari angka raihan pertumbuhan ekonomi nasional yang tetap berada di batas atas yang sama dengan tahun-tahun sejak Jokowi berkuasa.

Dengan kata lain, tahun 2023 menjadi salah satu tahun terakhir Jokowi untuk membuktikan janjinya menghadirkan pertumbuhan ekonomi 7 persen untuk Indonesia yang ternyata masih jauh "panggang dari api". Jangankan 7 persen, 6 persen pun tak pernah dihampiri.

Jadi secara tak langsung sebenarnya tahun 2023 juga sekaligus menjadi tahun ke sembilan Jokowi berkuasa di mana angka pertumbuhan ekonomi nasional yang dijanjikan sejak dulu masih mengawang-awang di angkasa.

Angka raihan kinerja ekonomi yang standar tersebut juga diwarnai oleh konflik sosial ekonomi yang tak sepele.

Konflik lahan di Rempang dan konflik tambang di Sulawesi menjadi cerminan bahwa kinerja ekonomi nasional tidak saja menorehkan angka yang standar, tapi juga menyisakan banyak pertanyaan soal cara dan strategi pemerintah dalam mencapai angka tersebut.

Cara-cara ekonomi yang kurang "acceptable" secara sosial, bagaimanapun, akan menyebabkan biaya sosial dari aktitifas ekonomi tersebut menjadi semakin mahal, yang secara prinsipil akibatnya justru merugikan rakyat, bukan menyejahterakan rakyat sebagaimana diniatkan di awal.

Selain itu, beban ekonomi lainnya lahir dari tekanan iklim dan cuaca yang semakin tak terprediksi.

Tahun 2023, sebagaimana telah kita saksikan, salah satu tahun di mana El Nino berlangsung cukup lama. Sektor yang paling terimbas adalah sektor pertanian, khususnya pangan.

Banyak petani yang mengalamj gagal panen. Risikonyo, pasokan komoditas pokok domestik mengempis. Harga pangan, terutama beras, bergejolak.

Untuk mengendalikannya, mau tak mau, kebijakan impor beras harus diambil. Ambisi ketahanan pangan yang dielu-elukan akhirnya menguap begitu saja.

Namun naasnya, Jokowi masih percaya bahwa langkah dan cara yang ia terapkan selama ini masih layak untuk dijalankan oleh penerusnya setelah tahun 2024 nanti.

Terdengar agak kurang masuk akal memang. Yang memang telah terbukti tak mampu menggapai target ternyata dielu-elukan untuk diteruskan.

Namun hal itu tentu bukan sesuatu yang mustahil di dalam politik. Hasrat untuk tetap berkuasa kerap kali melahirkan narasi-narasi justifikatif yang kontradiktif dengan fakta, tapi tetap mampu dijual laris manis dengan kemasan naratif baru yang lebih "ciamik".

Seperti kata Nikita Khrushchev, "politisi itu semuanya sama. Mereka berjanji membangun jembatan meskipun sebenarnya tak ada sungai di sana."

Ya, tahun 2023 akhir Jokowi telah memperlihatkan kepiawaian, atau lebih tepat lagi, kelicinannya dalam berpolitik.

Tahun 2023, Jokowi berhasil memperlihatkan kepada seluruh Indonesia bahwa ia mampu bergerak "beyond" wajah "ndeso" yang kerap kali disematkan publik kepadanya.

Jokowi sukses menunjukkan kepada kita semua bahwa memiliki kekuasaan berarti memiliki segala hal dan bisa melakukan segala hal, terlepas etis atau tidak.

Pendeknya, pada akhir tahun 2023, kita diingatkan oleh berbagai fakta politik, fakta ekonomi, dan fakta geopolitik bahwa tahun 2024 bukanlah tahun yang mudah.

Secara politik terjadi pergeseran lempeng politik secara tiba-tiba, yang bisa mengubah pendulum politik nasional ke arah yang berbahaya.

Secara ekonomi, tekanan internal dan eksternal semakin menguat. Perlambatan ekonomi global, bonus demografi, penumpukan utang, ancaman deindustrialisasi, dll, sedang menbutuhkan jawaban yang tepat dan kontekstual dari pemerintah.

Sementara secara geopolitis, pembelahan geopolitik semakin menyeruak. Karena itu, Indonesia harus benar-benar dituntut untuk berlayar di celah-celah "non block" yang ada, agar tidak terseret ke salah satu arus, yang justru bisa membahayakan masa depan Indonesia kemudian hari. Semoga saja demikian!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Hadiri Upacara Hari Lahir Pancasila di Ende, Megawati Disebut Sedang Kurang Sehat

Tak Hadiri Upacara Hari Lahir Pancasila di Ende, Megawati Disebut Sedang Kurang Sehat

Nasional
Hasto Kristiyanto Gantikan Megawati Bacakan Amanat Upacara Hari Lahir Pancasila di Ende NTT

Hasto Kristiyanto Gantikan Megawati Bacakan Amanat Upacara Hari Lahir Pancasila di Ende NTT

Nasional
Pakaian Teluk Belange, Baju Adat Jokowi Saat Pimpin Ucapara Hari Lahir Pancasila di Riau

Pakaian Teluk Belange, Baju Adat Jokowi Saat Pimpin Ucapara Hari Lahir Pancasila di Riau

Nasional
Jokowi Jelaskan Alasan Gelar Upacara Hari Lahir Pancasila 2024 di Hulu Rokan Riau

Jokowi Jelaskan Alasan Gelar Upacara Hari Lahir Pancasila 2024 di Hulu Rokan Riau

Nasional
Upacara Hari Lahir Pancasila di Ende NTT Dimulai Tanpa Megawati

Upacara Hari Lahir Pancasila di Ende NTT Dimulai Tanpa Megawati

Nasional
Ganjar-Mahfud Hadiri Upacara Hari Lahir Pancasila di Ende NTT

Ganjar-Mahfud Hadiri Upacara Hari Lahir Pancasila di Ende NTT

Nasional
Pakai Baju Adat, Jokowi Pimpin Upacara Hari Lahir Pancasila 2024 di Riau

Pakai Baju Adat, Jokowi Pimpin Upacara Hari Lahir Pancasila 2024 di Riau

Nasional
Momen Sri Mulyani Kenalkan Ponakan Prabowo Thomas Djiwandono ke Publik

Momen Sri Mulyani Kenalkan Ponakan Prabowo Thomas Djiwandono ke Publik

Nasional
24 WNI Kedapatan Palsukan Visa Haji, Kemenag Wanti-wanti Jemaah Pakai Visa Resmi

24 WNI Kedapatan Palsukan Visa Haji, Kemenag Wanti-wanti Jemaah Pakai Visa Resmi

Nasional
139.421 Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arab Saudi hingga Hari Ke-20 Keberangkatan, 28 Wafat

139.421 Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arab Saudi hingga Hari Ke-20 Keberangkatan, 28 Wafat

Nasional
22 WNI Pengguna Visa Haji Palsu Dideportasi dari Arab Saudi, Ongkos Pulang Ditanggung Sendiri

22 WNI Pengguna Visa Haji Palsu Dideportasi dari Arab Saudi, Ongkos Pulang Ditanggung Sendiri

Nasional
Pancasila Vs Ideologi 'Ngedan'

Pancasila Vs Ideologi "Ngedan"

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masalah Jampidsus Dikuntit Densus Berakhir | Jokowi Izinkan Ormas Kelola Tambang

[POPULER NASIONAL] Masalah Jampidsus Dikuntit Densus Berakhir | Jokowi Izinkan Ormas Kelola Tambang

Nasional
MA Telah “Berfatwa”, Siapa Memanfaatkan?

MA Telah “Berfatwa”, Siapa Memanfaatkan?

Nasional
Tanggal 4 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com