JAKARTA, KOMPAS.com - Calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo memandang pasal karet dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang dianggap mencederai hak kebebasan berpendapat dari masyarakat, perlu dievaluasi.
"Oh iya (pasal karet dievaluasi), dan pejabat jangan baperan kalau dikritik itu," kata Ganjar usai menghadiri acara bersama anak-anak muda bertajuk "Teman Cerita" di Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Kamis (21/12/2023) sore.
Ganjar mengatakan, kebebasan berpendapat maupun kritik serta autokritik adalah hal yang biasa dalam kehidupan demokrasi.
Baca juga: Singgung Makan Siang Gratis, Ganjar: Di Rumah Saya Saja...
Namun soal kritik, menurut Ganjar, tidak sepatutnya menyakiti orang karena fisiknya.
Sebaliknya, jika masyarakat ingin mengkritik pemerintah atau presiden, maka yang dikritik adalah kebijakannya.
"Kritiklah kebijakannya, tapi jangan, maaf ya, fisiknya, sukunya, agamanya, golongannya. Saya kira itu menjadi barrier yang mungkin orang jangan ditembus dong yang itu. Tapi kalau kritik kebijakannya boleh-boleh saja," ujarnya.
Ganjar mengaku sudah terbiasa mendapatkan kritik dari masyarakat ketika menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah dua periode.
Baca juga: Dana Awal Kampanye Ganjar-Mahfud Rp 23,3 Miliar, Ketua TPN Sebut Hasil Gotong Royong
Berdasarkan pengalamannya, jika ada masyarakat yang mengkritik, ia mengeklaim selalu mengajaknya untuk berdialog.
"Saya 10 tahun kurang lebih menjadi gubernur, mendapatkan kritikan-kritikan seperti itu. Maka seringkali kalau mereka kritik, datang saja. Kita ngobrol, kita diskusi. Itu jauh lebih menarik," tutur politikus PDI-P ini.
Catatan Kompas.com, sejumlah pasal yang dianggap karet atau multitafsir dalam UU ITE tidak dihapus dalam revisi UU ITE yang sudah disepakati oleh Komisi I DPR dan pemerintah.
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menyatakan, meski tidak dihapus, ketentuan yang kerap menjadi bahan kriminilisasi itu telah disesuaikan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Baca juga: Tak Masalah Debat Pakai Podium, Ganjar: Ada Contekan juga Boleh
Budi mencontohkan, Pasal 27 Ayat (3) tentang hukuman pidana bagi praktik pencemaran nama baik, tetap dipertahankan demi menciptakan ruang digital yang sehat.
Ia menyatakan, ruang digital harus bisa melindungi segenap warga negara sehingga tidak boleh ada praktik pencemaran nama baik yang bisa menyakiti masyarakat.
"Tidak bisa ruang digital ini dipakai untuk hal yang mencederai melukai menyakiti masyarakat gitu. Ini tugas pemerintah tanggung jawab ruang digital yang sehat dan bijaksana," kata dia usai rapat dengan Komisi I DPR, Rabu (22/11/2023).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.