JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Bagian Umum Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kantor Wilayah (Kanwil) Jakarta Selatan, Rafael Alun Trisambodo (RAT), menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (30/8/2023).
Rafael Alun terjerat kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) ketika menjabat sebagai pejabat pajak.
Harta Rafael Alun menjadi sorotan publik setelah anaknya, Mario Dandy Satrio (20), menjadi tersangka penganiayaan D (17).
Gaya hidup Mario Dandy kemudian menjadi perbincangan karena kerap memamerkan kemewahan di media sosial.
Baca juga: Heran dengan Hidup Mewah Rafael Alun, Megawati: Saya Anak Presiden Mobil Cuma Satu
Selang beberapa waktu kemudian, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa Rafael terendus melakukan transaksi "yang agak aneh".
Akibat kasus penganiayaan yang dilakukan anaknya dan dugaan kekayaan tidak wajar itu, Rafael Alun dicopot dari jabatannya di DJP.
Menurut Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan Rafael Alun tahun 2021, kekayaannya mencapai Rp 56 miliar.
Berangkat dari situ, lembaga antirasuah melakukan klarifikasi harta kekayaan fantastis Rafael. Hasilnya, diyakini bekas pejabat eselon III tersebut menerima gratifikasi bernilai puluhan miliar rupiah.
Baca juga: Rafael Alun Akan Didakwa Terima Gratifikasi Rp 16,6 M dan TPPU Rp 94 M
Mantan pejabat pajak ini kemudian ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi. KPK resmi menetapkan Rafael sebagai tersangka setelah mengantongi dua alat bukti.
“Terkait dengan dugaan korupsi penerimaan sesuatu oleh pemeriksa pajak pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tahun 2011 sampai 2023,” kata Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (30/3/2023).
KPK menduga, Rafael menerima gratifikasi selama 12 tahun melalui perusahaan konsultan pajak miliknya bernama PT Artha Mega Ekadhana (AME).
Tak main-main, nilai gratifikasi itu mencapai 90.000 dollar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 1,3 miliar jika dikonversi dengan kurs rupiah saat ini.
“Sebagai bukti permulaan awal, tim penyidik menemukan adanya aliran uang gratifikasi yang diterima RAT berjumlah sekitar 90.000 dollar AS yang penerimaannya melalui PT AME,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (3/4/2023).
Kronologi bermula ketika Rafael diangkat menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pada tahun 2005.
Baca juga: KPK Duga Rafael Alun Investasi di PT Garuda Indonesia dan PT Pos Indonesia Pakai Uang Korupsi
Dengan jabatan tersebut, dia bertugas meneliti dan memeriksa temuan perpajakan dari pihak wajib pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Berlanjut tahun 2011, Rafael diangkat sebagai Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak pada Kantor Wilayah Dirjen Pajak Jawa Timur I.
Saat itulah, dia diduga mulai menerima gratifikasi.
“Dengan jabatannya tersebut diduga Rafael menerima gratifikasi dari beberapa wajib pajak atas pengkondisian berbagai temuan pemeriksaan perpajakannya,” ujar Firli.
KPK menduga, gratifikasi tersebut diterima Rafael dari sejumlah perusahaan atau para wajib pajak yang mengalami permasalahan pajak, khususnya terkait kewajiban pelaporan pembukuan perpajakan kepada negara melalui Dirjen Pajak.
Diduga, Rafael aktif merekomendasikan perusahaannya yang menawarkan jasa konsultasi pajak ke para wajib pajak yang tersandung persoalan perpajakan.
"Rafael diduga aktif merekomendasikan PT AME,” ungkap Firli.
Dengan modus tersebut, menurut KPK, Rafael menerima gratifikasi selama belasan tahun dengan nilai total Rp 1,3 miliar.
Namun demikian, sumber gratifikasi Rafael diduga tak hanya dari perusahaannya. Nilai total gratifikasi yang diterima Rafael diduga mencapai puluhan miliar rupiah.
Jumlah tersebut mengacu pada isi safe deposit box (SDB) senilai Rp 32,2 miliar yang kini telah diblokir oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
KPK pun telah mengamankan uang senilai Rp 32,2 miliar dalam SDB milik Rafael yang sebelumnya telah diblokir oleh PPATK.
Uang puluhan miliar rupiah tersebut berbentuk pecahan dollar Amerika Serikat, dollar Singapura, dan Euro.
Selain itu, KPK juga telah menyita sejumlah barang mewah dalam operasi penggeledahan kediaman Rafael di Perumahan Simprug Golf, Jakarta Selatan pada Senin (27/3/2023) lalu.
Dari upaya paksa tersebut, tim penyidik mengamankan 2 dompet, 1 ikat pinggang, 1 jam tangan, 68 tas bermerek mewah, 29 perhiasan, dan 1 sepeda.
“Turut diamankan uang sejumlah sekitar Rp 32,2 miliar yang tersimpan dalam safe deposit box di salah satu bank,” kata Firli.
Dalam perkara ini, Rafael disangka melanggar Pasal l 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Empat hari setelah ditetapkan sebagai tersangka, Rafael pun ditahan di rumah tahanan (Rutan) KPK di Gedung Merah Putih, Jakarta.
Penahanan berlangsung selama 20 hari pertama yakni 3-22 April 2023. KPK khawatir mantan pejabat DJP Kemenkeu itu melarikan diri jika tak ditahan pasca ditetapkan sebagai tersangka.
“Tentulah kita khawatir bisa saja tersangka Rafael dengan begitu kekuatannya dengan fasilitas yang dia punya, bisa saja kita punya kekhawatiran dia melarikan diri,” ujar Firli.
Dalam proses penyidikan kasus ini, KPK kembali menetapkan Rafael Alun sebagai tersangka dugaan TPPU.
KPK menduga sejumlah aset Rafael dari hasil korupsi yang disamarkan dengan cara ditempatkan, dialihkan, dibelanjakan, dan disembunyikan.
Penerapan TPPU dilakukan oleh Komisi Antirasuah dalam penanganan gratifikasi Rafael dilakukan untuk memaksimalkan asset recovery atau pemulihan aset.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.