Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rudi Hartono
Penulis Lepas dan Peneliti

Penulis lepas dan pendiri Paramitha Institute

Revisi UU Desa Belum Menjawab Kebutuhan Rakyat Desa?

Kompas.com - 12/07/2023, 13:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

REVISI Undang-Undang Desa sedang menggelinding di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ada empat isu besar yang berusaha dimenangkan lewat revisi ini, yaitu perpanjangan masa jabatan Kades, kenaikan gaji, tunjangan purna tugas, dan kenaikan dana desa.

Namun, orkestra politik yang sedang dimainkan oleh DPR, yang awalnya ditabuh oleh para kepala desa lewat aksi di DPR pada Januari 2023 lalu, belum tentu bisa menjawab berbagai nada sumbang terkait UU Desa dan pembangunan desa.

UU desa bukanlah teks sakral yang tak bisa diubah. Hanya saja, revisi harus menghasilkan UU yang lebih baik. Dan itu hanya mungkin kalau prosesnya didahului dengan kajian mendalam, prosesnya terbuka, melibatkan partisipasi publik, dan tidak dilakukan tergesa-gesa.

Lalu, apakah revisi UU Desa bisa menjawab pusparagam persoalan pembangunan desa?

Sejumlah persoalan

Sejak 2015 hingga 2022, anggaran APBN sebesar Rp 468,9 triliun mengalir ke 74.961 desa di seluruh Indonesia. Setiap tahun desa-desa itu menerima rata-rata Rp 600 juta hingga Rp 1,9 miliar per tahun.

Guyuran dana itu memang membawa sedikit kemajuan. Jumlah desa tertinggal berkurang dari 33.592 desa menjadi 9.584 desa. Sedangkan desa sangat tertinggal berkurang dari 13.453 menjadi 4.982 desa.

Namun, laju perubahan itu terasa masih sangat lambat. Setelah hampir satu dekade dana desa, kawasan pedesaan masih menjadi penyumbang kemiskinan terbesar di Indonesia.

Jumlah orang miskin di desa sebesar 12,36 persen, sedangkan di kota hanya 7,5 persen (BPS, September 2022).

Lebih miris lagi, meski desa menjadi jantung produksi pangan, prevalensi tengkesnya lebih tinggi dari perkotaan. Angka putus sekolah di pedesaan juga lebih tinggi dari perkotaan.

Data menunjukkan, hingga saat ini hanya 5 persen desa swasembada, 25 persen desa swakarya, dan sisanya masih swadaya (Kemendagri, 2023).

Artinya, sebagian besar desa di Indonesia belum berhasil memaksimalkan dana desa.

Masalah terbesarnya, tidak semua dana desa itu mengalir pada proyek yang tepat, dikelola dengan benar, dan memberi manfaat pada rakyat desa. Tak sedikit anggaran itu yang masuk kantong pribadi Kepala Desa.

Data ICW menyebutkan, sepanjang 2015 hingga 2021, ada 592 kasus korupsi di tingkat desa, dengan 729 tersangka, dan kerugian sebesar Rp 433,8 miliar.

Sementara data KPK menyebutkan, selama 2015-2022 ada 601 kasus korupsi dana desa dengan jumlah tersangka mencapai 686.

Paradigma lama

UU Desa disusun di atas semangat untuk menggeser paradigma lama pembangunan yang top-down dan teknokratis menjadi lebih partisipatif dan desentralisasi.

Dalam UU desa bertaburan diksi yang memuliakan partisipasi, demokrasi, dan pemberdayaan rakyat. Bahkan, agar pembangunan desa bisa partisipatif alias bottom-up, diciptakan pirantinya: Musyawarah Desa dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (untuk menyusun RPJM Desa).

Namun, kenyataan bertitah lain: implementasi UU Desa masih mengidap penyakit top-down dan teknokratisme.

Faktanya, ada lebih dari 60 regulasi (dan perubahannya) yang bersumber dari pemerintah pusat, baik Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri, hingga Surat Keputusan Bersama (SKB), yang berusaha mendikte pembangunan desa.

Model pembangunan yang top-down seringkali menghasilkan kebijakan ataupun infrastruktur yang tidak sesuai dengan kebutuhan konkret dan mendesak dari warga.

Model pembangunan yang top-down juga selalu melihat masyarakat desa sebagai komunitas homogen, sehingga tawaran kebijakannya memunggungi kekhasan budaya maupun tradisi masyarakat desa.

Selain itu, model pembangunan yang minus partisipasi itu menciptakan ruang lebar untuk misalokasi anggaran, mark-up, kegiatan atau program fiktif, pemotongan anggaran, dan lain-lain.

Catatan bersama Kementerian PPN/Bappenas, Bank Dunia dan Kompak pada 2018 menemukan hanya 46 persen infrastruktur yang didanai dana desa sesuai dengan spesifikasi teknis.

Kemudian, hanya 30 persen yang dianggap sangat baik dalam hal fungsionalitas oleh pengguna dan hanya 50 persen proyek yang memiliki desain yang sesuai dengan pengguna.

Lebih miris lagi, dari 165 proyek tingkat desa yang dikaji dalam laporan itu, sebanyak 60 persen tidak memiliki dokumen perencanaan dan desain yang diperlukan, sementara 45 persen tidak memiliki gambar desain sama sekali.

Selain soal pembangunan yang top-down, implementasi UU desa juga terbelenggu oleh relasi sosial parasit warisan feodalisme bernama patron-klien.

Relasi patron-klien memungkinkan segelintir elite desa (patron), yang terkadang juga menjadi pejabat dan tokoh desa, membangun hubungan timbal balik yang bersifat hierarkis dan dikotomis dengan masyarakat desa yang menjadi pendukungnya (klien).

Dalam hubungan itu, elite yang bertindak sebagai patron menggunakan pengaruh dan sumber dayanya untuk memberikan perlindungan atau manfaat kepada klien yang status sosialnya lebih rendah. Sebagai imbal baliknya, klien memberi dukungan personal dan politik kepada sang patron.

Hubungan patron-klien itu menciptakan ketergantungan pada klien, sehingga mereka tidak bisa bertindak sebagai warga desa yang punya sikap politik mandiri untuk memperjuangkan kepentingannya maupun berpartisipasi dalam pembangunan desa.

Revisi UU Desa belum menjawab persoalan

Isu-isu besar yang berusaha dimenangkan dalam orkestra politik DPR untuk merevisi UU Desa belum menyentuh ke persoalan mendasar UU Desa dan pembangunan desa.

Proposal perpanjangan jabatan kades ibarat pekerjaan menjaring angin. Sebab, persoalannya bukan pada kurangnya masa jabatan Kades, melainkan soal paradigma pembangunan yang usang dan rendahnya partisipasi warga desa dalam pembangunan.

Boleh dikatakan, revisi UU desa hanya mengakomodasi kepentingan pejabat dan elite desa, tetapi tak cukup mendengar suara keseluruhan rakyat desa. Padahal, suara desa tidaklah homogen.

Gagasan besar yang seharusnya ditagih dari UU Desa sekarang ini untuk diterapkan adalah: pembangunan partisipatif yang meletakkan rakyat desa sebagai subjek pembangunan.

Pembangunan partisipatif, yang melibatkan warga desa dalam menyusun rencana pembangunan, penyusunan anggaran, mengerjakan proyek infrastruktur, hingga pengawasan dana desa, bisa membawa dampak positif.

Pertama, model pembangunan partisipatif adalah model pembangunan berbasis kebutuhan warga. Proyek pembangunan disusun oleh warga lewat proses yang deliberatif berdasarkan kebutuhan bersama yang paling mendesak.

Kedua, pembangunan partisipatif akan melahirkan pembangunan yang inklusif. Partisipasi mensyaratkan keterlibatan seluruh warga desa tanpa memandang suku, agama, ras, gender, status sosial, dan lain-lain.

Kelompok masyarakat paling marginal di desa, yang selama ini terkesampingkan oleh program-program pembangunan, bisa terjangkau oleh model pembangunan partisipatif.

Ketiga, pembangunan partisipatif akan mendorong transparansi penggunaan dana desa, sehingga mempersempit celah bagi korupsi dan perburuan rente.

Keempat, pembangunan yang partisipatif akan memberdayakan warga desa, memajukan kesadaran politiknya, dan menguatkan kohesi sosial.

Semangat revisi UU Desa seharusnya bukan berhenti pada soal jabatan dan anggaran, tetapi soal pembangunan desa yang berpijak di atas daulat rakyat desa, yang meletakkan rakyat desa sebagai subjek pembangunan, dengan mempertimbangkan keunikan budaya dan potensi masing-masing desa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

Nasional
SYL Ngaku Bayar Eks Jubir KPK Febri Diansyah Jadi Pengacara dengan Uang Pribadi

SYL Ngaku Bayar Eks Jubir KPK Febri Diansyah Jadi Pengacara dengan Uang Pribadi

Nasional
PDI-P Sebut Pemanggilan Hasto oleh Polda Metro Jaya Upaya Bungkam Suara Kritis

PDI-P Sebut Pemanggilan Hasto oleh Polda Metro Jaya Upaya Bungkam Suara Kritis

Nasional
Apresiasi Perwira Inovatif, Annual Pertamina Awards Ke-14 Resmi Dibuka

Apresiasi Perwira Inovatif, Annual Pertamina Awards Ke-14 Resmi Dibuka

Nasional
Bertanya ke Saksi, SYL Tegaskan Bagikan Sembako hingga Sewa Pesawat untuk Kepentingan Masyarakat

Bertanya ke Saksi, SYL Tegaskan Bagikan Sembako hingga Sewa Pesawat untuk Kepentingan Masyarakat

Nasional
162.961 Jemaah Haji Sudah Tiba di Arab Saudi, 36 Wafat

162.961 Jemaah Haji Sudah Tiba di Arab Saudi, 36 Wafat

Nasional
34 dari 37 WNI yang Berhaji Tanpa Visa Haji Dibebaskan dan Dipulangkan ke Tanah Air

34 dari 37 WNI yang Berhaji Tanpa Visa Haji Dibebaskan dan Dipulangkan ke Tanah Air

Nasional
KPU Akan Rapat Internal dan Konsultasi dengan DPR Usai MA Ubah Batas Usia Calon Kepala Daerah

KPU Akan Rapat Internal dan Konsultasi dengan DPR Usai MA Ubah Batas Usia Calon Kepala Daerah

Nasional
TNI Siap Dikirim ke Gaza untuk Operasi Perdamaian

TNI Siap Dikirim ke Gaza untuk Operasi Perdamaian

Nasional
Istri Terima Uang Rp 30 Juta Per Bulan dari Kementan, SYL: Ada Kegiatan Dharma Wanita

Istri Terima Uang Rp 30 Juta Per Bulan dari Kementan, SYL: Ada Kegiatan Dharma Wanita

Nasional
PN Jakpus Tak Berwenang Adili Gugatan soal Pencalonan Gibran, Pengacara Jokowi: Tak Terbukti Lawan Hukum

PN Jakpus Tak Berwenang Adili Gugatan soal Pencalonan Gibran, Pengacara Jokowi: Tak Terbukti Lawan Hukum

Nasional
Hasto Curiga Ada 'Orderan' di Balik Pemanggilannya ke Polda Metro Jaya

Hasto Curiga Ada "Orderan" di Balik Pemanggilannya ke Polda Metro Jaya

Nasional
Kata PP Muhammadiyah soal Jokowi Beri Izin Usaha Tambang untuk Ormas

Kata PP Muhammadiyah soal Jokowi Beri Izin Usaha Tambang untuk Ormas

Nasional
Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur, Jokowi: Pembangunan IKN Terus Lanjut

Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur, Jokowi: Pembangunan IKN Terus Lanjut

Nasional
Prabowo Bentuk Gugus Sinkronisasi, Hasto Singgung Rekomendasi Tim Transisi Era Jokowi

Prabowo Bentuk Gugus Sinkronisasi, Hasto Singgung Rekomendasi Tim Transisi Era Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com