Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Terlibat Aktif dalam Upaya Bebaskan Pilot Susi Air, Komnas HAM Dikritik

Kompas.com - 07/07/2023, 23:58 WIB
Singgih Wiryono,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Eks Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) 2017-2022 Ahmad Taufan Damanik mengatakan, sulit mengharapkan kehadiran Komnas HAM dalam penyelesaian kasus penyanderaan Pilot Susi Air Philips Mark Marthens di Papua.

Karena menurut Taufan, Komnas HAM periode saat ini mengambil sikap yang cenderung mengikuti pemerintah dan tidak berani mengambil inisiatif memecahkan masalah kemanusiaan di Papua.

Taufan menyinggung Perjanjian Jeda Kemanusiaan yang dibatalkan sepihak oleh Komnas HAM saaat ini sehingga memicu eskalasi kekerasan, termasuk soal penyanderaan pilot Susi Air.

Perjanjian Jeda Kemanusiaan di Papua merupakan perjanjian yang dibuat atas Komnas HAM periode 2017-2022. Perjanjian ini dibuat untuk menghentikan sementara kontak senjata di antara pihak yang berkonflik di Papua.

"Sejak mereka membatalkan sepihak Jeda Kemanusiaan tanpa alasan yang kuat serta tidak ada komunikasi dengan para pihak terutama dengan teman-teman Papua, sulit mengharapkan peran mereka di Papua. Pembatalan sepihak itu menimbulkan kemarahan pihak yang mendorong Jeda Kemanusiaan di Papua," kata Taufan lewat pesan singkat, Jumat (7/7/2023).

Baca juga: Komnas HAM Jangan Lepas Tangan Dalam Kasus Penyanderaan Pilot Susi Air

"Dengan posisi itu, maka peran strategis Komnas HAM sulit diharapkan. Sikap mereka cenderung mengikuti saja apa yang dilakukan pemerintah," sambung dia.

Padahal, menurut Taufan, independensi dalam kewenangan Komnas HAM bisa memecah kebuntuan komunikasi antara tuntutan pihak penyandera dalam hal ini Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) dengan pemerintah.

Apalagi, ada tawaran dari pihak TPNPB kelompok Egianus Kogoya agar Komnas HAM Kantor Perwakilan Papua bisa menjadi negosiator penyanderaan itu.

"Termasuk untuk negosiasi kasus Philip, kelompok Egianus meminta keterlibatan Kepala Perwakilan Papua utk membantu. Harapan saya kalau Komnas HAM RI mau diterima baik di Papua, maka sebaiknya berikan dukungan penuh kepada Komnas HAM Kantor Perwakilan Papua," imbuh dia.

Baca juga: OPM Egianus Kogoya Minta Komnas HAM Jadi Negosiator Pembebasan Pilot Susi Air

Taufan juga berharap agar Komnas HAM yang kini dipimpin Atnike Nova Sigiro itu bisa kritis terhadap kebijakan pemerintah pusat yang keliru.

"Komunikasi kritis seperti itu sudah biasa kami lakukan (saat menjabat di Komnas HAM) dan tidak perlu kuatir akan ada ketegangan hubungan. Itu hal yang biasa saja dalam hubungan antar lembaga," kata Taufan.

Sebelumnya, Ketua Komnas HAM saat ini, Atnike Nova Sigiro mengatakan pihaknya menyerahkan semua penanganan penyanderaan pilot Susi Air kepada pemerintah.

Komnas HAM berharap agar kasus tersebut dapat diselesaikan dengan damai.

"Kewenangan penanganan kasus penyanderaan ini berada di tangan pemerintah," kata Atnike, Minggu (2/7/2023).

Sebagai informasi, Philips Mark Marthens disandera setelah pesawat yang dipilotinya dibakar di Bandara Paro, Nduga, Papua Pegunungan pada 7 Februari 2023.

Saat itu, pesawat tersebut mengangkut lima penumpang yang merupakan orang asli Papua (OAP). Philips dan kelima OAP disebut sempat melarikan diri ke arah yang berbeda.

Kelima OAP telah kembali ke rumah masing-masing. Sementara itu, Philips disandera oleh KKB.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com