Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Anwar Saragih
Peneliti

Kandidat Doktor Ilmu Politik yang suka membaca dan menulis

Memperkuat "Party-ID" Lewat Sistem Pemilu Proporsional Tertutup

Kompas.com - 30/05/2023, 05:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ADA lima isu utama ketika Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melakukan pembahasan terhadap Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu).

Isu itu, yaitu angka parlementary threshold (ambang batas parlemen), angka presidential threshold (angka syarat pencalonan presiden), district magnitude (besaran jumlah dapil), metode perhitungan suara dan sistem pemilu.

Kelima isu itu selalu dibahas dengan dinamika perdebatan yang alot di ruang sidang DPR.

Pun dinamika alotnya pembahasan RUU Pemilu di DPR tidak terjadi layaknya yang kerap kita saksikan dua atau tiga tahun sebelum pelaksanaan pemilihan.

Alasannya hasil rapat bersama antara DPR, Pemerintah dan Penyelenggara Pemilu (KPU RI dan Bawaslu RI) tanggal 13-15 Mei 2022 lalu menyepakati perubahan UU Pemilu dilakukan melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) oleh Presiden.

Selanjutnya pada 4 April 2023, DPR mengesahkan Perpu Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sebagai regulasi utama Pemilu 2024.

Artinya kepastian soal rujukan undang-undang untuk Pemilu 2024 telah hampir rampung kecuali terkait sistem pemilu.

Hal ini disebabkan pada November 2022 yang lalu, kader dari PDI Perjuangan atas nama Demas Brian Wicaksono beserta lima orang koleganya melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap sistem pemilu proporsional terbuka dalam pasal 168 ayat 2 dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Adapun gugatan tersebut tinggal menunggu putusan MK, apakah sistem pemilu yang dilaksanakan dengan proporsional terbuka atau proporsional tertutup.

Sistem Pemilu di Indonesia

Pelaksanana sistem Pemilu proporsional tertutup dan proporsional terbuka sudah sama-sama pernah dilaksanakan di Indonesia.

Sistem Pemilu proporsional tertutup pernah dilaksanakan masa pemerintahan Sukarno saat Pemilu 1955, pemerintahan Soeharto saat Pemilu tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992 dan 1997 serta Era Reformasi pada Pemilu 1999 dan 2004.

Sementara pelaksanaan Pemilu dengan proporsional terbuka dilaksanakan saat Pemilu 2009, 2014, dan 2019.

Sehingga pembahasan kedua sistem pemilu tersebut bukanlah hal tabu untuk dibicarakan. Layaknya kita mendiskusikan soal mana yang lebih baik sistem pemerintahan parlementer atau presidensil yang keduanya juga pernah dilaksanakan di Indonesia.

Baik sistem Pemilu proporsional terbuka atau proporsional tertutup punya keunggulan dan kekurangannya masing-masing. Utamanya terkait bagaimana teknis pemilihan, perhitungan suara dan penetapan caleg terpilih.

Pada sistem proporsional terbuka secara teknis masyarakat pemilih mencoblos atau mencontreng kertas suara yang berisi lambang partai atau nama caleg yang penetapan keterpilihannya berdasarkan perolehan suara tertinggi.

Sementara dalam sistem proporsional tertutup, nama caleg tidak ditampilkan di kertas suara namun hanya menampilkan lambang partai yang keterpilihannya ditentukan oleh internal partai politik.

Persoalannya, sejak sistem pemilu dilaksanakan terbuka, paradigma kandidat dan masyarakat dalam melihat Pemilu lebih transaksional.

Politik uang jelang pemilihan seolah menjadi hal lumrah di mana marak terjadi seorang caleg melalui broker politiknya membagi-bagikan uang atau sembako jelang pemilihan.

Teknisnya baik secara langsung memberikan uang/sembako atau melalui kupon untuk mengambil hadiah yang dijanjikan oleh caleg demi keterpilihannya.

Ini pula yang menjadi alasan ada istilah NPWP, yaitu “Nomer Piro, Wani Piro” (nomor berapa, berani berapa) yang populer jelang pemilihan.

Hal ini jelas menunjukkan bahaya laten telah terjadi dalam demokrasi Indonesia dengan pemikiran yang sangat transaksional.

Selain itu, ada banyak kasus oknum anggota legislatif yang keterpilihannya bukan berdasarkan kapasitas dan pengetahuan yang ia miliki, tapi karena sebatas dirinya populer.

Dampaknya ketika ia meraih jabatan di parlemen, oknum anggota legislatif tersebut tidak mampu secara maksimal menjalankan tugasnya karena kurangnya pemahaman dalam penyusunan anggaran, pengawasan, pembuatan undang-undang dan fungsi perwakilan di DPR/DPRD.

Sistem Pemilu Proporsional Tertutup

Salah satu keuntungan utama dari sistem Pemilu proporsional tertutup dilaksanakan di Indonesia adalah penguatan identitas kepartaian (Party-ID).

Di mana setiap partai politik di Indonesia dituntut untuk melakukan kaderisasi secara intens, berjenjang dan fokus dalam membentuk karakter kader partai yang akan didistribusikan untuk dicalonkan menjadi anggota legislatif.

Sehingga fungsi partai politik utamanya terkait pendidikan politik bisa dijalankan dengan konsekuensi yang positif terkait kapasitas dan kapabilitas kader partai yang memiliki pengetahuan luas sebelum dilantik menjadi pejabat publik.

Selain itu, pragmatisme partai politik yang selama ini terjadi dalam menetapkan caleg atas pertimbangan popularitas dan uang bisa diminimalkan dengan pertimbangan teknis masyarakat memberikan kepercayaannya pada partai, bukan oknum individu.

Apalagi partai politik merupakan rahim yang melahirkan presiden, anggota DPR/DPRD dan kepala daerah sehingga memperkuat posisi partai politik dalam demokrasi di Indonesia adalah kewajiban yang tidak bisa ditawar lagi.

Selain itu setidaknya terdapat 3 (tiga) dampak krusial dari Sistem pemilihan proporsional tertutup bagi demokrasi di Indonesia, yaitu :

Pertama, cita-cita keterwakilan perempuan 30 persen di Parlemen sejak disahkan Undang-Undang 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD bisa diwujudkan.

Metodenya adalah partai politik melakukan block seat untuk perempuan duduk di DPR/DPRD. Pun berdasakan pengalaman selama ini jika pemilihan dilaksanakan dengan proporsional terbuka, pertarungan laki-laki dan perempuan di Pemilu adalah pertandingan yang tidak adil.

Alasannya politik Indonesia sangat maskulin yang lebih ramah terhadap laki-laki dibandingkan perempuan.

Selain itu terdapat banyak kasus ketika kampanye pemilihan dilaksanakan perempuan mengalami diskriminasi yang didasarkan pada mitos atau alasan bersifat teolog yang menjadi penghalang perempuan bisa hadir dan eksis di Parlemen.

Artinya sistem pemilihan proporsional tertutup melalui regulasi turunan dari UU Pemilu kedepan diharapkan bahwa setiap partai politik bisa mendorong keterpilihan perempuan di Pemilu melalui block seat 30 persen perempuan di Parlemen seperti yang dilakukan di negara India.

Kedua, sistem pemilihan proporsional tertutup akan mendorong aksesibilitas untuk kelompok termarjinalkan selama ini di politik Indonesia.

Di mana sebagai negara agraris dan maritim, mayoritas penduduk Indonesia bekerja sebagai nelayan dan petani, namun jika kita lihat data pekerjaan anggota DPR RI yang duduk selama ini kebanyakaan diisi oleh pengusaha, pegawai BUMN, dosen hingga mantan kepala daerah.

Pun ketika kewenangan partai diperluas dalam sistem Pemilu proporsional tertutup diharapkan setiap partai politik bisa mendorong anggota masyarakat adat, buruh, petani dan nelayan bisa hadir di DPR/DPRD melalui proses panjang kaderisasi partai politik.

Ketiga, sistem pemilihan proporsional tertutup akan meminimalkan politik transaksional dan politik uang di Pemilu.

Alasannya kosentrasi partai politik akan lebih mengutamakan kader yang telah selesai menjalankan seluruh tahapan kaderisasi sehingga kualitas dan kapabilitas politisi yang menjadi anggota DPR/DPRD lebih terjamin.

Alasannya melalui sistem Pemilu proporsional tertutup seorang politisi tidak terpilih tiba-tiba karena alasan uang dan popularitas yang dimiliki, tapi berdasarkan pengetahuan serta pemahamannya dalam menjalankan fungsinya sebagai anggota Dewan.

Pelaksanaan sistem Pemilu dengan proporsional tertutup tentu harus dimulai dengan mekanisme kandidasi yang dilakukan sejak awal oleh partai politik sebelum penetapan caleg.

Kandidasi ini harus dijalankan dengan prinsip yang transparan, adil, bertanggung jawab dan partisipatif dengan melibatkan masyarakat luas sebelum partai politik memutuskan siapa yang akan didorong maju menjadi anggota DPR/DPRD.

Selain itu, pada setiap proses kandidasi tersebut pengenalan terhadap bakal calon harus disebarluaskan secara maksimal agar masyarakat mengenal siapa-siapa caleg yang bakal mewakili mereka.

Pun melalui pelaksanaan sistem Pemilu dengan proporsional tertutup, kita bisa terus menjaga dan merawat demokrasi di Indonesia berdasarkan konstitusi yang berlaku di mana peserta pemilihan legislatif adalah partai politik, bukan individu politisi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Minta Warga Lapor, Polri Bakal Patroli Menjaga Rumah Kosong yang Ditinggal Mudik Nataru

Minta Warga Lapor, Polri Bakal Patroli Menjaga Rumah Kosong yang Ditinggal Mudik Nataru

Nasional
Survei Poltracking Indonesia: Prabowo-Gibran Bakal Dapat Limpahan Suara Jika Anies dan Ganjar Tak Masuk Putaran 2

Survei Poltracking Indonesia: Prabowo-Gibran Bakal Dapat Limpahan Suara Jika Anies dan Ganjar Tak Masuk Putaran 2

Nasional
Survei Poltracking Indonesia Prediksi Pilpres Berlangsung 2 Putaran

Survei Poltracking Indonesia Prediksi Pilpres Berlangsung 2 Putaran

Nasional
Rafael Alun Bakal Sampaikan Pembelaan pada 27 Desember 2023

Rafael Alun Bakal Sampaikan Pembelaan pada 27 Desember 2023

Nasional
Debat Perdana Capres, Timnas Anies-Muhaimin Wajibkan Caleg Partai Koalisi Gelar Nobar

Debat Perdana Capres, Timnas Anies-Muhaimin Wajibkan Caleg Partai Koalisi Gelar Nobar

Nasional
Di Hadapan Ratusan Kader PDI-P, Hasto: Mahfud Ketua MK Tanpa Skandal

Di Hadapan Ratusan Kader PDI-P, Hasto: Mahfud Ketua MK Tanpa Skandal

Nasional
Cerita Ganjar di-'Bully' karena Tetapkan Upah Rendah

Cerita Ganjar di-"Bully" karena Tetapkan Upah Rendah

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Tak Ada Bukti Hukum Prabowo Kriminal

Budiman Sudjatmiko: Tak Ada Bukti Hukum Prabowo Kriminal

Nasional
TPN Sebut Ganjar-Mahfud Sudah Miliki Bahan Debat Besok, Hasil Kampanye dan Berbagai Pertemuan

TPN Sebut Ganjar-Mahfud Sudah Miliki Bahan Debat Besok, Hasil Kampanye dan Berbagai Pertemuan

Nasional
Sebut Pertumbuhan Ekonomi Tak Merata, Ganjar Singgung BBM Langka di Balikpapan

Sebut Pertumbuhan Ekonomi Tak Merata, Ganjar Singgung BBM Langka di Balikpapan

Nasional
Ditjen Imigrasi Usut 11 Kasus Keimigrasian Selama November-Desember, 18 WNA Diamankan

Ditjen Imigrasi Usut 11 Kasus Keimigrasian Selama November-Desember, 18 WNA Diamankan

Nasional
Muhadjir Minta Pemda Sediakan Tempat untuk Umat Kristiani yang Sulit Rayakan Natal

Muhadjir Minta Pemda Sediakan Tempat untuk Umat Kristiani yang Sulit Rayakan Natal

Nasional
Kejar Harta Negara, Mahfud MD Masa Tugas Satgas BLBI Diperpanjang

Kejar Harta Negara, Mahfud MD Masa Tugas Satgas BLBI Diperpanjang

Nasional
Optimalkan Kebijakan Satu Data, Ganjar-Mahfud Bakal Hadirkan 'Menteri Digital' di Pemerintahan

Optimalkan Kebijakan Satu Data, Ganjar-Mahfud Bakal Hadirkan "Menteri Digital" di Pemerintahan

Nasional
Jaksa KPK: Rafael Alun Ingin Kaya dengan Manfaatkan Kewenangannya

Jaksa KPK: Rafael Alun Ingin Kaya dengan Manfaatkan Kewenangannya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com