Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Fathurrohman

Analis Kejahatan Narkotika

Belajar dari Perang Narkoba Abadi di Amerika Serikat

Kompas.com - 11/05/2023, 15:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BEBERAPA waktu lalu, saya mewawancarai seorang pengedar narkoba jenis sabu di BNNP DKI Jakarta, sebut saja ASW. Saya tertarik karena riwayat penggunaan jenis narkoba yang pernah digunakannya.

Sebelum menjadi pecandu narkoba sabu, ASW adalah penyalahguna narkoba putau atau heroin.

Saya bertanya tentang bagaimana riwayat teman-temannya yang dahulu sama-sama pemakai heroin.

Jawabannya cukup mengejutkan. Katanya, dari sepuluh orang sesama pengguna heroin, delapan telah meninggal over dosis. Yang satu masih hidup, tapi menjadi ODGJ.

Satu-satunya yang masih normal adalah dirinya. Itupun kini menjadi pecandu sabu dan harus ‘nyambi’ menjadi pengedar agar mampu membeli salah satu jenis narkoba sintetik amphetamine tersebut.

Heroin, putau, etep, atau pete memang menjadi momok mematikan di kisaran tahun 2010-an. Selain karena heroin yang mematikan, penyebab lainnya adalah pola penggunaan heroin yang menggunakan jarum suntik secara berjamaah. Akibatnya penyakit HIV/AIDS menular secara masif.

Walaupun narkoba heroin di Indonesia saat ini tidak semarak sepuluh tahun yang lalu, faktanya jenis narkoba ini masih dapat ditemukan di Indonesia.

Selain itu, beberapa jenis narkoba sintetik seperti tembakau gorila juga semakin marak. Akibatnya pun dapat menjadi fatal.

Saat ini Amerika Serikat sedang mengalami situasi gawat darurat narkoba fentanil. Narkoba opioid yang satu ini mempunyai efek penghilang rasa nyeri tiga puluh sampai lima puluh kali lipat dibandingkan opioid heroin. Karena itu, dosis yang jauh lebih kecil pun berdampak sangat mematikan.

Seperti dirilis di laman resmi DEA, yang mengutip laporan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), terdapat laporan sebanyak 107.375 orang di Amerika Serikat meninggal karena over dosis narkoba dan keracunan narkoba pada periode 12 bulan dari awal tahun 2021 hingga Januari 2022.

CDC menyebutkan 67 persen dari kematian tersebut ternyata melibatkan opioid sintetik terutama fentanil.

Data juga menunjukkan bahwa kasus-kasus kematian dikaitkan dengan fentanil yang dicampur dengan narkoba lainnya seperti kokain, metamfetamin, dan heroin.

Aimee Cunningham di laman sciencenews.org menyebutkan jika lebih dari 1.500 korban kematian akibat fentanil di Amerika Serikat berada di bawah usia 20 tahun.

Angka tersebut empat kali lipat dari tahun 2018 sebagaimana yang disampaikan oleh epidemiolog Julie Gaither dari the Yale School of Medicine.

Memburu kartel

Situasi tersebut membuat petugas berwenang Amerika Serikat meradang. DEA menginvestigasi bahwa obat-obatan tersebut adalah ulah kartel Meksiko, terutama Sinaloa dan New Generation Jalisco.

Ketegangan lainnya, seperti tertuang dalam laporan DEA tahun 2020 lalu, bahan utama atau prekursor narkoba fentanil dikirim dari negara pesaing politik Amerika Serikat, Tiongkok. Dari kota-kota di Tiongkok, narkoba dikirim ke Meksiko melalui paket pos.

Isu perang terhadap kartel di Amerika Serikat kini memanas. Dengan lugas, Kejaksaan Amerika Serikat menyebutkan akan menggunakan berbagai pendekatan dalam perang terhadap narkoba.

Penegakan hukum akan menargetkan pengedar tingkat jalanan, penyedia situs gelap (darknet), dan para bandar yang dipasok langsung oleh kartel.

Fentanil seolah menjadi senjata baru bagi kartel Meksiko yang telah berpuluh-puluh tahun menjadi musuh pemerintah Amerika Serikat.

Pimpinan kartel Sinaloa, yang dianggap sebagai pemasok utama fentanil dan ragam narkoba lainnya, kini menghadapi berbagai tuntutan dari kejaksaan beberapa negara bagian di Amerika Serikat.

Selain El-Chapo, istrinya, dan salah satu anaknya yang kini mendekam di penjara Amerika, kini sasaran juga ditunjukkan kepada anak-anaknya El-Chapo yang lainnya.

The Chapitos, julukan anak-anaknya El-Chapo, adalah penerus kerajaan bisnis Sinaloa sehingga mereka kini diburu atas berbagai tuduhan kejahatan.

Perang tampak akan terus berlanjut karena situasi politik dan keamanan di Meksiko juga tampak tidak mengalami perubahan.

Peredaran senjata ilegal, keterlibatan petugas keamanan dalam jaringan kartel, dan laku koruptif penegak hukum dan politisi membuat cercahan cahaya tak kunjung terang di negara tetangga utama Amerika Serikat tersebut.

Perburuan terhadap kartel Meksiko tampaknya akan terus berlangsung, tampak abadi.

Melindungi keluarga

Sementara sikap presiden Meksiko tampak tidak sepenuhnya sependapat dengan sikap keras Amerika Serikat.

Presiden Andres Manuel Lopez Obrador menolak jika Amerika Serikat melakukan campur tangan militer ke Meksiko dalam mengatasi krisis narkoba tersebut.

Alih-alih fokus kepada pendekatan militer, Obrador menuntut pemerintah Amerika Serikat memberikan perhatian kepada salah satu yang menjadi masalah di Amerika Serikat, yaitu keharmonisan keluarga.

Sangkalan Obrador bahwa Meksiko tidak memproduksi fentanil adalah sumir karena faktanya kartel Meksiko menjadi pemeran utama peredaran narkoba fentanil di Amerika Serikat.

Namun, pandangan Obrador terkait persoalan keluarga di Amerika ada benarnya.
Apa yang diungkap oleh Obrador memang bukan tanpa alasan.

Seperti dikutip dari situs New York Post yang ditulis oleh Sam Paul pada medio Maret 2018, keluarga Amerika diketahui hanya memiliki rata-rata 37 menit quality time bersama per harinya. Sementara untuk anak usia sekolah hanya sekitar 45 menit per harinya.

Disintegrasi keluarga, individualisme, kekurangan kasih sayang, dan rusaknya nilai-nilai persaudaraan dalam institusi keluarga memang harus diperhatikan. Pemerintah manapun seharusnya hadir dengan proyek anggaran yang cukup atas masalah ini.

Seperti pengakuan ASW yang saya ceritakan di awal artikel ini, dirinya mengaku mulai menggunakan narkoba sejak keluarganya suka mengejek bahwa dirinya hanyalah anak pungut.

ASW awalnya menerima guyonan ejekan tersebut. Namun, ketika sikap keluarganya mulai terlihat mendiskreditkannya, ASW mulai mencari komunitas lain.

Dari situlah dia mulai mengenal beragam jenis narkoba, menyalahgunakannya, dan mengedarkannya.

UNODC, Badan PBB yang bertanggung jawab terhadap masalah narkoba dan kejahatan, jauh-jauh hari, tepatnya tahun 2009, telah memberikan perhatian terhadap peran institusi keluarga dalam mencegah pengaruh negatif narkoba dengan menerbitkan panduan pelaksanaan program pelatihan keterampilan keluarga.

Kampanye harmonisasi keluarga demi menjauh dari masalah keluarga seharusnya menjadi perhatian di Indonesia.

Kita harus belajar seperti yang terjadi di Amerika Serikat. Kalau tidak, krisis mengerikan kematian akibat narkoba sintetik seperti opioid dan fentanil di Amerika, akan dapat menimpa Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Akan Duetkan Kader dengan Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta

Gerindra Akan Duetkan Kader dengan Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta

Nasional
Bersinergi dengan IJN Malaysia, Holding RS BUMN Komitmen Tingkatkan Kualitas Pendidikan Kedokteran dan Kesehatan

Bersinergi dengan IJN Malaysia, Holding RS BUMN Komitmen Tingkatkan Kualitas Pendidikan Kedokteran dan Kesehatan

Nasional
Datang ke Papua, Wapres: Saya Ingin Pastikan Pembangunan Berjalan dengan Baik

Datang ke Papua, Wapres: Saya Ingin Pastikan Pembangunan Berjalan dengan Baik

Nasional
Tak Mau Asal Terima Tawaran Kelola Tambang, Muhammadiyah: Kami Ukur Kemampuan Dulu...

Tak Mau Asal Terima Tawaran Kelola Tambang, Muhammadiyah: Kami Ukur Kemampuan Dulu...

Nasional
Fraksi PDI-P Janji Bakal Kritis Sikapi Revisi UU Polri

Fraksi PDI-P Janji Bakal Kritis Sikapi Revisi UU Polri

Nasional
Muhammadiyah Tak Mau Tergesa-gesa Sikapi Izin Kelola Tambang untuk Ormas

Muhammadiyah Tak Mau Tergesa-gesa Sikapi Izin Kelola Tambang untuk Ormas

Nasional
Jokowi Resmikan Persemaian Mentawir di Kalimantan Timur

Jokowi Resmikan Persemaian Mentawir di Kalimantan Timur

Nasional
DPR Setujui Calvin Verdonk dan Jens Raven Berstatus WNI

DPR Setujui Calvin Verdonk dan Jens Raven Berstatus WNI

Nasional
Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo Dinilai Kurang Inklusif ketimbang Tim Transisi Era Jokowi

Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo Dinilai Kurang Inklusif ketimbang Tim Transisi Era Jokowi

Nasional
Buka Rapat Paripurna, Puan: 119 Anggota DPR Hadir, 172 Izin

Buka Rapat Paripurna, Puan: 119 Anggota DPR Hadir, 172 Izin

Nasional
Hari Ini, Polri Ekstradisi Buronan Paling Dicari di Thailand Chaowalit Thongduan

Hari Ini, Polri Ekstradisi Buronan Paling Dicari di Thailand Chaowalit Thongduan

Nasional
Jokowi Ungkap Biaya Pembangunan Kereta Cepat Lebih Murah Dibanding MRT

Jokowi Ungkap Biaya Pembangunan Kereta Cepat Lebih Murah Dibanding MRT

Nasional
Tantang Kepala Daerah, Jokowi: Tunjuk Jari Siapa yang Sanggup Bangun MRT dengan APBD?

Tantang Kepala Daerah, Jokowi: Tunjuk Jari Siapa yang Sanggup Bangun MRT dengan APBD?

Nasional
Kata Gerindra soal Pelibatan Partai Koalisi di Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran

Kata Gerindra soal Pelibatan Partai Koalisi di Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran

Nasional
Puji Penghijauan di Balikpapan dan Surabaya, Jokowi: Kota Lain Saya Tunggu ...

Puji Penghijauan di Balikpapan dan Surabaya, Jokowi: Kota Lain Saya Tunggu ...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com