Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang HAM Berat Paniai Dianggap Kurang Serius, Komnas HAM Khawatir Berdampak bagi Rakyat Papua

Kompas.com - 11/11/2022, 05:11 WIB
Vitorio Mantalean,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) khawatir, tidak seriusnya persidangan pelanggaran HAM berat Tragedi Paniai di Pengadilan Negeri Makassar akan berdampak buruk bagi masyarakat Papua.

Wakil Ketua Komnas HAM Amiruddin Al Rahab berharap agar proses pembuktian berlangsung maksimal dan hakim dapat bersikap jeli atas perkara yang melibatkan TNI ini.

"Poin saya adalah, jangan sampai pengadilan HAM Paniai ini menjadi sungsang berpikirnya. Kalau itu terjadi, kita kehilangan 2 hal," ungkap Amir pada Kamis (10/11/2022).

Baca juga: Komnas HAM Soroti Pengadilan Pelanggaran HAM Berat Paniai Sepi Perhatian Publik

Hal pertama yakni hilangnya kesempatan untuk mengoreksi pendekatan keamanan yang selama ini dipakai di Papua. Padahal, pendekatan keamanan di Papua justru terbukti memperburuk situasi kemanusiaan dan upaya perdamaian.

Di luar kejahatan kemanusiaan pada Tragedi Paniai pada 2014, masih terdapat sejumlah pembunuhan di luar hukum (extrajudicial killing) dan sederet pelanggaran HAM di Papua yang melibatkan aparat bersenjata.

"Nah, konsekuensi yang lain apa, upaya kita untuk memenangkan hati masyarakat di Papua agar percaya pada proses hukum juga menjadi tidak maksimal," kata Amir.

Ia juga khawatir bahwa tidak seriusnya persidangan Tragedi Paniai menunjukkan bahwa Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Peradilan HAM ternyata tidak membawa dampak signifikan.

"Dulu, tahun 2000-an awal, ada 3 pengadilan HAM, yaitu Timor Timur, Tanjung Priok, dan Abepura, yang dulu juga dinilai banyak pengamat pengadilan tidak serius. Lima belas tahun berhenti, ternyata tidak lebih baik jalannya," ungkap Amir.

Baca juga: KSP Dorong Proses Peradilan Kasus Paniai Terbuka dan Obyektif

Apa pun vonisnya, Amir mengatakan, proses persidangan harus berjalan maksimal, misalnya dengan menghadirkan dan menggali keterangan sebaik mungkin dari seluruh saksi.

Ia menyinggung persidangan yang dianggap kurang menggali keterangan sedalam mungkin dari eks Wakapolri, Ari Dono, pada sidang tanggal 13 Oktober 2022, padahal Ari sempat mengetuai tim investigasi Tragedi Paniai bentukan Menko Polhukam Tedjo Edhy.

"Pengadilan ini harus jalan dengan segala prosedurnya. Kalau tidak, pengadilan HAM ini tidak ada bedanya dengan pengadilan tindak pidana ringan. Yang membedakan kan karena keseriusan perbuatan yang disangkakan, maka pembuktiannya juga harus serius," jelas Amir.

Tragedi Paniai pecah pada 8 Desember 2014.

Sebanyak empat orang warga tewas ditembak serta ditikam dan 21 lainnya dianiaya aparat ketika warga melakukan aksi protes terkait pengeroyokan aparat TNI terhadap kelompok pemuda sehari sebelumnya.

Penetapan peristiwa ini sebagai pelanggaran HAM berat baru terjadi pada Februari 2020, setelah Komnas HAM merampungkan penyelidikan dan menganggapnya memenuhi unsur sistematis dan meluas--melibatkan kebijakan dari penguasa.

Komnas HAM menduga anggota TNI yang bertugas pada peristiwa tersebut, baik dalam struktur komando Kodam XVII/Cendrawasih sampai komando lapangan di Enarotali, Paniai, sebagai pelaku yang bertanggung jawab.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com