JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga pemantau hak asasi manusia Imparsial menyayangkan sikap Polri yang sampai saat ini belum menahan 6 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam Tragedi Kanjuruhan.
"Sangat disayangkan sampai hari ini belum satupun di antara 6 tersangka yang ditahan," kata Wakil Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra saat dihubungi Kompas.com, Rabu (12/10/2022).
Sampai saat ini orang-orang yang ditetapkan sebagai tersangka terkait Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 132 orang terdiri dari sipil dan anggota Polri.
Baca juga: Komnas HAM Ragukan Tudingan Pengaruh Miras dalam Tragedi Kanjuruhan
Para tersangka Tragedi Kanjuruhan dari kalangan sipil adalah Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) Ahmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Arema Malang Abdul Haris, dan Security Steward Suko Sutrisno.
Sedangkan polisi yang ditetapkan sebagai tersangka terkait kejadian itu adalah Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, dan Komandan Kompi Brimob Polda Jawa Timur AKP Hasdarman.
Para tersangka dijerat Pasal 359 dan 360 KUHP tentang Kelalaian yang Menyebabkan Kematian dan Pasal 103 jo Pasal 52 UU RI Nomor 11 Tahun 2022 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.
Selain itu, ada 20 polisi dinyatakan melanggar etik, terdiri atas 6 personel Polres Malang dan 14 personel dari Satuan Brimob Polda Jawa Timur.
Baca juga: Komnas HAM: 2 Kardus Botol Miras di Stadion Kanjuruhan Obat Sapi
Ardi juga meminta Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang dibentuk pemerintah seharusnya segera menerbitkan rekomendasi kepada Polri supaya 6 orang yang ditetapkan menjadi tersangka segera ditahan supaya tidak menghilangkan barang bukti.
"TGIPF seharusnya merekomendasikan penahanan tersangka kepada penegak hukum karena dikhawatirkan dapat menghilangkan alat bukti atau setidaknya mempengaruhi saksi-saksi kejadian jika mereka masih berkeliaran bebas," ujar Ardi.
Ardi juga menilai langkah polisi yang hanya menetapkan 6 orang sebagai tersangka Tragedi Kanjuruhan sangat janggal.
"Seharusnya semua pelaku penembakan gas air mata terhadap penonton juga ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan terlebih dahulu karena mereka adalah eksekutornya," ucap Ardi.
Baca juga: Komnas HAM Uji Laboratorium Selongsong Gas Air Mata Tragedi Kanjuruhan
Menurut Ardi, penahanan terhadap para eksekutor lapangan penting dan mendesak dilakukan karena keterangan mereka sangat diperlukan untuk membongkar tragedi kemanusiaan ini.
"Jika tidak dilakukan penahanan penyelidikan yang dilakukan oleh penegak hukum dan TGIPF tidak akan maksimal karena mereka dapat mempengaruhi saksi atau menghilangkan bukti-bukti secara bebas," lanjut Ardi.
Menurut Ardi, hasil investigasi TGIPF sangat bernilai untuk membantu penegakan hukum terhadap para pelaku yang bertanggung jawab atas kematian 132 suporter di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober lalu.
Secara terpisah, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memaparkan faktor utama yang diduga memicu penonton panik dan akhirnya terjadi desak-desakan hingga merenggut korban jiwa adalah tembakan gas air mata dari aparat Kepolisian ke arah tribune penonton.
Baca juga: Investigasi Komnas HAM: Aremania Masuk Lapangan Ingin Pelukan dengan Pemain, Bukan Menyerang
Padahal menurut Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam, saat itu para Aremania turun ke lapangan setelah pertandingan selesai karena ingin menyemangati para pemain tim sepakbola kesayangan mereka yang kalah dari 2-3 dari Persebaya saat bermain di kandang.
Selain itu, Komnas HAM juga memaparkan temuan lain yakni soal pintu akses keluar masuk penonton yang hanya terbuka sedikit sehingga menyebabkan penumpukan massa dan menimbulkan korban jiwa akibat kehabisan oksigen hingga terinjak-injak.
Komnas HAM juga menemukan jumlah tiket yang dicetak pada hari pertandingan hingga lebih dari 40.000, padahal kapasitas stadion hanya mampu menampung 38.054 orang.
Anam mengatakan, seluruh temuan itu akan dirinci dalam laporan akhir yang diharapkan tidak hanya memaparkan kronologi peristiwa tetapi juga bisa menjadi rekomendasi supaya kejadian seperti itu tidak terulang lagi.
Baca juga: Aremania Ungkap 11 Kejanggalan dalam Tragedi Kanjuruhan
Sampai saat ini Polri telah menetapkan enam orang tersangka terkait tragedi Kanjuruhan.
Pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) AHL, Ketua Panpel Arema FC AH, Security Officer SS, Kabag Operasi Polres Malang WSS, Danki III Brimob Polda Jawa Timur H, dan Kasat Samapta Polres Malang BSA.
Para tersangka dijerat Pasal 359 dan 360 KUHP tentang Kelalaian yang Menyebabkan Kematian dan Pasal 103 jo Pasal 52 UU RI Nomor 11 Tahun 2022 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.
Selain itu, ada 20 polisi dinyatakan melanggar etik, terdiri atas 6 personel Polres Malang dan 14 personel dari Satuan Brimob Polda Jawa Timur.
Komnas HAM berencana memanggil Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI), PT Liga Indonesia Baru (LIB) sebagai pelaksana Liga 1, dan Indosiar sebagai stasiun televisi yang menyiarkan Liga 1 pada Kamis (13/10/2022).
Baca juga: Komnas HAM Puji Solidaritas Aremania dan Warga Malang Bantu Korban Tragedi Kanjuruhan
Dengan meminta ketiga pihak Komnas HAM berharap bahan penyelidikan mereka terkait Tragedi Kanjuruhan bisa semakin lengkap dan dapat memberikan rekomendasi terbaik untuk tata kelola sepakbola nasional.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.