MASYARAKAT sempat dikejutkan dengan surat permintaan maaf Ferdy Sambo. Kompas.com pada 25 Agustus 2022, mengeluarkan artikel berjudul ‘Surat Ferdy Sambo, Menyesal, Memohon Maaf, dan Siap Bertanggung Jawab.’
Baca juga: Surat Ferdy Sambo, Menyesal, Memohon Maaf, dan Siap Bertanggung Jawab
Peristiwa pembunuhan ini sejak pertama mengemuka di media sosial sudah sarat dengan kejanggalan.
Oleh karena itulah masyarakat tak percaya bahwa permintaan maaf Ferdy benar-benar ia sampaikan dari dasar hati.
Mengungkapkan permintaan maaf memang bukan hanya sekadar menyatakan penyesalan.
Aaron Lazare (1995) menjelaskan bahwa permintaan maaf yang efektif haruslah mengomunikasikan penyesalan dan permohonan maaf yang tulus.
Menurut Lazare, permintaan maaf yang efektif mencakup empat elemen berikut:
Bersikap terlalu umum dalam mengungkapkan penyesalan menunjukkan permintaan maaf yang tidak tulus.
Psikolog Forensik Reza Indragiri, dalam sebuah wawancara terkait kasus pembunuhan Brigadir J, pernah mengungkapkan bahwa bisa saja orang yang sudah membunuh atau melakukan sebuah kejahatan merasa terguncang sesudah mengeksekusi kejahatan tersebut.
Jadi, demi terlaksananya azas praduga tak bersalah dalam keseharian hidup kita, sah saja jika kita menduga Ferdy terguncang dan menyesal walau kebohongan yang ia lakukan sudah menumpuk.
Nah, tugas kitalah sebagai anggota masyarakat untuk berpikir dengan kritis: Apakah surat permintaan maaf ini disampaikan Ferdy secara tulus?
Apakah ia terguncang lalu menyesal? Mari kita telusuri surat ini (pemberian nomor dilakukan oleh penulis).
(1) Rekan dan senior yang saya hormati, Dengan niat yang murni, saya ingin menyampaikan rasa penyesalan dan permohonan maaf yang mendalam (2) atas dampak yang muncul secara langsung pada jabatan yang senior dan rekan-rekan jalankan dalam institusi Polri (3) atas perbuatan saya yang telah saya lakukan.
(4) Saya meminta maaf kepada para senior dan rekan-rekan semua, (5) yang secara langsung merasakan akibatnya. Saya mohon permintaan maaf saya dapat diterima dan (6) saya menyatakan siap untuk menjalankan setiap konsekuensi sesuai hukum yang berlaku.
(7) Saya juga siap menerima tanggung jawab dan menanggung seluruh akibat hukum yang dilimpahkan kepada senior rekan-rekan yang terdampak.
(8) Semoga kiranya rasa penyesalan dan permohonan maaf ini dapat diterima dengan terbuka dan saya siap menjalani proses hukum ini dengan baik (9) sehingga segera mendapatkan keputusan yang membawa rasa keadilan bagi semua pihak. Terima kasih semoga Tuhan senantiasa melindungi kita semua.
Hormat saya
Ferdy Sambo, SH, SIK, MH Inspektur Jenderal Polisi.
Menarik untuk melihat bahwa Ferdy tak mengajukan permintaan maaf kepada keluarga Brigadir J.
Lazare katakan bahwa dalam permintaan maaf yang efektif, pelaku harus dengan jelas dan lengkap mengakui pelanggarannya dan menjelaskan kepada siapa ia melakukannya dan siapa saja yang sakit hati.
Bagaimanapun, pengakuan ini tak ada. Muncul satu kali pernyataan “atas perbuatan saya yang telah saya lakukan” (nomor 3), tapi tak ada rinciannya: Perbuatan apa? Membunuh Brigadir J? Bukan itu yang ia maksud melainkan: “...pada jabatan senior…” (nomor 2).
Ferdy minta maaf atas porak-porandanya jabatan beberapa rekan sejawat. Ia juga jelas minta maaf bukan kepada keluarga J.
Ia minta maaf kepada atasan dan rekan sejawat di POLRI (nomor 4). Padahal, Ferdy akan disidang karena kasus pembunuhan.
Rasa penyesalan karena telah membunuh tak terungkap sama sekali dalam surat. Hal yang membuat surat ini menjadi lebih menarik lagi untuk dikaji adalah karena ia minta maaf bukan kepada rekan-rekan satu institusi, melainkan kepada rekan-rekan satu institusi yang terkena dampak langsung (nomor 2 dan 5).
Elemen lain dalam permintaan maaf yang efektif adalah adanya ungkapan niat untuk tidak mengulangi pelanggaran yang sama. Kita bisa langsung lihat bahwa hal ini tak ada.
Ferdy juga tidak mengekspresikan adanya penyesalan, rasa malu dan kerendahan hati, yang menunjukkan bahwa ia mengakui penderitaan korban yang disakiti.
Pertama, dia kehilangan fokus mengenai siapa korban yang sesungguhnya: Keluarga Brigadir J, rakyat Indonesia yang seharusnya diayomi POLRI, dan POLRI sendiri.
Masyarakat dalam statusnya sebagai warga negara Indonesia sudah lama kehilangan rasa percaya terhadap POLRI dan kejanggalan kasus Ferdy membuat rasa percaya mereka berada di titik nadir.
Kedua, Ferdy juga kehilangan orientasi mengenai apa sesungguhnya kesalahan yang ia lakukan.
Ia merasa bersalah atas jabatan seniornya yang hilang akibat kasus pembunuhan terhadap J (nomor 2), bukan atas pembunuhan itu sendiri.
Jadi, dari kedua poin ini kita bisa mengerti mengapa rasa penyesalan dan malu yang ia ungkapkan tak bisa diterima oleh masyarakat yang merindukan keadilan: Ferdy tak tahu siapa korban yang sesungguhnya dan apa sebenarnya kesalahan yang ia perbuat.
Bisa disimpulkan bahwa ia menganut nilai-nilai yang bertolak belakang dengan nilai-nilai yang diharapkan masyarakat untuk dipegang teguh aparat POLRI sebagai pengayom.
Hingga kini ia tak pernah minta maaf kepada keluarga korban. Ia juga tak minta maaf kepada keempat anak serta istrinya.
Memang kasus ini belum disidangkan, namun mengingat ia sudah mengaku sebagai pembunuh dan secara terang benderang kejanggalan tersebar di sana-sini, ada baiknya narasumber serta host wawancara di televisi berhenti menggunakan ‘terhormat’ saat mereka mengacu pada Ferdy Sambo.
Ferdy juga tidak berjanji akan memberikan kompensasi kepada korban. Elemen keempat dari Lazare ini pun gugur.
Ia hanya menyampaikan bahwa ia siap untuk menjalankan setiap konsekuensi sesuai hukum yang berlaku (nomor 6 dan 8).
Tentu kita sebaiknya menghubungkan kesiapan Ferdy ini dengan informasi Menko Polhukam Mahfud MD yang mengatakan bahwa Ferdy memiliki kerajaan sendiri di POLRI.
Dengan demikian, hukum yang dianut Ferdy dalam hidupnya sudah lama bukanlah hukum yang berlaku di negeri ini.
Biarlah kini mata seluruh warga Indonesia mencermati hukum mana yang akan ditegakkan dalam kasus pembunuhan Brigadir J ini: Hukum Negara Republik Indonesia atau hukum Kerajaan Ferdy Sambo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.