KOMPAS.com – Sebagai bagian dari masyarakat internasional, pemerintah Indonesia melakukan hubungan dan kerja sama internasional yang terwujud dalam perjanjian internasional.
Menurut UU Nomor 24 Tahun 2000, perjanjian internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik.
Tak sedikit perjanjian internasional yang diratifikasi Indonesia.
Merujuk pada undang-undang, ratifikasi merupakan bentuk pengesahan perjanjian internasional di mana negara yang mengesahkan turut menandatangani naskah perjanjian tersebut.
Ratifikasi dapat disebut pula proses persetujuan negara untuk terikat oleh perjanjian internasional, baik di level nasional maupun internasional.
Suatu negara yang telah menyatakan persetujuan untuk terikat pada suatu perjanjian internasional, akan menindaklanjutinya dengan memberlakukan perjanjian tersebut ke dalam hukum nasionalnya.
Berikut beberapa contoh perjanjian internasional yang diratifikasi Indonesia.
Baca juga: Perjanjian Internasional: Pengertian Para Ahli, Klasifikasi, Tahapan, dan Contohnya
Konvensi Wina 1961 berisi tentang Hubungan Diplomatik dan Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler.
Indonesia dapat menerima seluruh isi Konvensi Wina 1961 maupun Konvensi Wina 1963 beserta protokol opsionalnya mengenai hal memperoleh kewarganegaraan, kecuali protokol opsional mengenai penyelesaian sengketa secara wajib.
Hal ini dikarenakan pemerintah Indonesia lebih mengutamakan penyelesaian sengketa dengan cara perundingan dan konsultasi atau musyawarah antara negara yang bersengketa.
Untuk mewujudkan landasan hukum yang lebih kuat dalam hubungan internasional, pemerintah pun mengesahkan dua konvensi tersebut dengan undang-undang.
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi dua konvensi tersebut dengan UU Nomor 1 Tahun 1982 yang ditetapkan pada 25 Januari 1982.
Konvensi PBB tentang Hukum Laut atau UNCLOS ditandatangani oleh 117 negara peserta, termasuk Indonesia, di Montego Bay, Jamaica, pada tanggal 10 Desember 1982.
Dibandingkan dengan konvensi-konvensi jenewa 1958 tentang hukum laut, UNCLOS 1982 mengatur rezim hukum laut secara lengkap dan menyeluruh.
Bagi Indonesia, konvensi ini mempunyai arti yang penting karena untuk pertama kalinya, asas negara kepulauan yang terus diperjuangkan berhasil memperoleh pengakuan resmi masyarakat internasional.
Pengakuan resmi asas negara kepulauan ini merupakan hal yang penting dalam rangka mewujudkan satu kesatuan wilayah sesuai dengan Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957 dan wawasan nusantara.
Pemerintah telah meratifikasi konvensi tersebut dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 yang disahkan pada 31 Desember 1985.
Baca juga: Asas-Asas Perjanjian Internasional
Pemerintah Indonesia telah menandatangani Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC) pada 22 April 2016 di New York, Amerika Serikat.
Penandatanganan ini adalah tindak lanjut dari disepakatinya Persetujuan Paris dalam Konferensi Para Pihak ke-21 (COP 21) UNFCCC pada 12 Desember 2015 di Paris, Perancis.
Persetujuan Paris merupakan perjanjian internasional tentang perubahan iklim yang bertujuan untuk menahan kenaikan suhu rata-rata global.
Selain itu, Persetujuan Paris diarahkan untuk meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap dampak negatif perubahan iklim menuju ketahanan iklim dan pembangunan rendah emisi, tanpa mengancam produksi pangan.
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi persetujuan tersebut dengan UU Nomor 16 Tahun 2016 yang disahkan pada 24 Oktober 2016.
Referensi: