Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Seto Mulyadi
Ketua Umum LPAI

Ketua Umum LPAI; Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma; Mantan Anggota Balai Pertimbangan Pemasyarakatan Kemenkumham RI

Mempersempit Peluang Kejahatan Seksual terhadap Anak

Kompas.com - 10/07/2022, 09:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TIDAK terasa delapan tahun sudah usia Inpres 5/2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kekerasan Seksual Terhadap Anak (GN AKSA).

Itu bermakna, setidaknya sudah delapan tahun pula publik digelisahkan oleh rentetan viktimisasi seksual yang bahkan terjadi di berbagai sentra pendidikan.

Sayangnya, satu windu itu lewat begitu saja dan terkesan kita semua lupa akan keberadaan dokumen penting itu.

Melalui Inpres 5/2014, Pemerintah mengerahkan seluruh kementerian dan lembaga negara terkait untuk melakukan langkah-langkah masif guna mengatasi kejahatan itu.

UU Perlindungan Anak juga tercatat sebagai peraturan perundang-undangan yang paling sering direvisi.

Setelah diluncurkan tahun 2002, kemudian tahun 2014 UU itu direvisi. Berselang dua tahun kemudian, UU yang sama direvisi lagi.

Dalam dua UU versi revisi itu, pasal-pasal pemidanaan mendapat pembobotan lebih besar. Ringkasnya, tak kurang-kurang negara memberikan perhatian besar pada upaya menyebar efek gentar.

Dengan efek gentar yang kuat, sepatutnya tingkat residivisme juga akan rendah dan pemunculan pelaku baru pun dapat ditekan.

Pada sisi lain tampaknya masyarakat, termasuk saya, perlu melakukan tafsir ulang atas kejadian demi kejadian kejahatan seksual terhadap anak yang seolah tidak kunjung mereda ini.

Data tentang kejahatan seksual yang terus menaik, dengan tafsiran baru, sepatutnya tidak direspons dengan kepanikan semata.

Sebaliknya, cara baru kita dalam memaknai grafik yang mendaki itu justru boleh jadi akan 'menenangkan' hati kita bahwa collective efficacy dalam menghadapi kejahatan seksual terhadap anak sesungguhnya kini jauh lebih kokoh daripada sebelumnya.

Tafsiran baru yang saya maksud adalah peningkatan angka kasus dimaksud merupakan resultan dari tiga pihak.

Pertama, masyarakat lebih terbuka dalam membicarakan kejahatan seks sebagai sesuatu yang dulunya dianggap tabu.

Warganet lebih-lebih lagi. Peristiwa-peristiwa mengenaskan yang semula tidak masuk dalam radar otoritas penegakan hukum, diviralkan.

Keluarga juga lebih ringan langkah melaporkan kepiluan yang diderita anggota keluarga mereka.

Itu semua mengindikasikan derajat kepedulian publik yang semakin membaik akan perlunya kasus-kasus viktimisasi seksual ditangani secara pidana.

Kedua, media massa juga semakin gencar mewartakan jenis kejahatan yang satu ini. Begitu nyaringnya hingga mencapai decibel yang tidak mungkin dapat diabaikan sama sekali oleh instansi-instansi terkait.

Ketiga, otoritas penegakan hukum lebih tanggap terhadap tingginya harapan masyarakat. Itu tercermin, antara lain, pada pembentukan Direktorat Perlindungan Anak mulai dari Mabes Polri hingga Polda.

Ketika tiga pihak tersebut bergerak lebih intens sebagaimana dideskripsikan di atas, baik secara sporadis maupun terintegrasi. Konsekuensinya adalah masyarakat akan semakin 'terbiasa' dan paham bahwa kejahatan seksual terhadap anak ternyata memang terjadi tidak jauh dari tempat kita berada.

Komprehensif

Banyak kalangan bertanya, apa yang harus dilakukan untuk menekan peristiwa kejahatan seksual terhadap anak.

Jawabannya, saya yakini, terletak pada empat dimensi penegakan hukum: preemtif, preventif, represif, dan rehabilitasi.

Artinya, memang mutlak dibutuhkan kerja keras dan terpadu yang bersifat lintas dimensi itu. Terkait itu, sudah banyak rekomendasi yang dihasilkan, terutama pada dimensi preventif.

Melalui tulisan ini saya ingin mengajukan satu usulan yang mungkin terkesan vulgar atau ekstrem.

Saya memberanikan diri menulis usulan ini setelah mempelajari kompleksitas yang dihadapi otoritas penegakan hukum setiap kali menangani kasus-kasus kejahatan seksual terhadap anak.

Kompleksitas itu memang tidak mengada-ada. Sangat banyak hasil studi yang menyimpulkan bahwa penanganan kasus kejahatan seksual terhadap anak beratnya bukan alang-kepalang.

Secara kuantitatif, dari keseluruhan laporan yang masuk ke kantor polisi, jumlah kasus yang berhasil diproses hingga tuntas (clearance rate) terbilang sangat rendah.

Dan kendala terbesar yang dihadapi otoritas penegakan hukum adalah minim atau bahkan tidak adanya barang bukti.

Ketiadaan barang bukti diakibatkan oleh jauhnya jarak waktu antara kejadian dan pelaporan. Juga, disebabkan oleh tindak-tanduk korban yang kendati sebetulnya sangat manusiawi, namun sering menghilangkan barang bukti itu sendiri.

Atas dasar itu, tanpa pernah berharap bahwa anak-anak akan mengalami kejahatan yang amat keji itu, sungguh baik apabila keluarga, sekolah, masyarakat, dan otoritas penegakan hukum mengedukasi anak-anak tentang apa yang sebaiknya mereka lakukan jika mereka mengalami kejahatan secara seksual.

Materi ini tentu disampaikan setelah pihak-pihak terkait menilai secara seksama kesiapan anak-anak untuk menyimaknya.

Cara penyampaiannya pun harus disesuaikan dengan tingkat kecerdasan dan standar kepatutan yang dimiliki anak.

Pertama, kelaziman korban adalah membersihkan diri sesegera mungkin setelah ia dijahati. Reaksi sedemikian rupa sesungguhnya wajar, karena korban merasa tubuhnya kotor.

Namun pada sisi lain, membersihkan tubuh, apalagi menyiram dengan air sebanyak-banyaknya pada bagian tubuh yang diserang pelaku, justru menghilangkan jejak pelaku (misal, cairan kelamin) dari tubuh korban.

Padahal, jejak itulah yang sangat dibutuhkan agar pembuktian menjadi solid.

Jadi, bertolak belakang dengan kecenderungan korban, korban sebaiknya tidak membersihkan dirinya hingga selesainya pemeriksaan oleh dokter terhadap tubuh korban.

Kedua, dalam serangan seksual yang pelakunya menggunakan cara kekerasan (brutal), korban mungkin tidak sanggup melakukan perlawanan. Itu pun wajar.

Tapi sebaliknya, apabila memungkinkan, korban dapat berupaya memperoleh bukti tubuh pelaku.

Menjambak agar bisa mendapat helai rambut pelaku, misalnya. Atau mencakar agar tertinggal kulit atau darah pelaku di balik kuku korban. Dan seterusnya.

Ketiga, saat bertemu dengan dokter, korban dapat meminta dokter melakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan adanya kuman penyakit seksual yang pindah dari pelaku ke tubuh korban.

Ini, di samping sebagai barang bukti, juga bermanfaat agar dokter dapat secepatnya melakukan penanganan terhadap risiko penularan penyakit seksual pada diri korban.

Keempat, meski sebagian korban mungkin tidak merasa adanya guncangan psikis pasca—maaf—dilecehkan, namun tetap minta adanya pendampingan psikologi.

Tujuannya adalah agar kondisi korban—apa pun bentuknya—tetap termonitor sejak dini, sehingga dinamika pemunculan gejala yang tertunda (delayed onset) juga dapat diantisipasi secara efektif.

Kelima, minta bantuan pendamping atau pihak rumah sakit untuk mengontak polisi. Pembuatan berita acara sebaiknya dilakukan di rumah sakit atau di tempat yang dirasa korban paling menenteramkan dirinya.

Pendamping seyogianya menyediakan alat perekam. Rekaman pemeriksaan semestinya dapat disodorkan ke petugas kepolisian bila terhadap korban harus dilakukan pemeriksaan ulang.

Dengan rekaman, risiko re-trauma (akibat korban terpaksa mengingat-ingat kembali pengalaman traumatisnya) diharapkan dapat ditangkal.

Sekali lagi, semua pihak patut semaksimal mungkin saling menjaga guna mempersempit peluang terjadinya kejahatan seksual terhadap anak.

Namun ketika suratan tangan berkata lain, semua pihak terlebih korban perlu belajar bagaimana membantu aparat penegak hukum agar mereka—pada gilirannya--dapat membantu korban lebih optimal. Semoga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com