JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan sejumlah kelemahan saat memeriksa Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2021.
Hal ini disampaikan Ketua BPK Isma Yatun saat menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) LKPP Tahun 2021 kepada Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Kamis (23/6/2022).
"Hasil pemeriksaan BPK juga mengungkapkan temuan kelemahan sistem pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang tidak berdampak material terhadap kewajaran penyajian LKPP tahun 2021," kata Isma, dikutip dari tayangan akun YouTube Sekretariat Presiden.
Baca juga: Jokowi Sebut Predikat WTP dari BPK Bukan Tujuan Akhir Pemerintah
Isma menjelaskan, meski tidak berdampak pada predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) yang diterima pemerintah, BPK tetap memberi sejumlah rekomendasi yang perlu ditindaklanjuti.
Pertama, BPK menemukan bahwa pengelolaan insentif dan fasilitas perpajakan tahun 2021 sebesar Rp 15,31 triliun belum sepenuhnya memadai.
BPK merekomendasikan pemerintah untuk menguji kembali kebenaran pengajuan insentif dan fasilitas perpajakan yang telah dilakukan wajib pajak dan disetujui.
Pemerintah juga direkomendasikan untuk menagih kekurangan bayaran pajak serta sanksinya untuk pemberian insentif dan fasilitas yang tidak sesuai.
Kedua, BPK menemukan bahwa piutang pajak macet sebesar Rp 20,84 triliun belum dilakukan tindakan penagihan yang memadai.
Baca juga: Pemerintah Pusat Dapat Predikat WTP, Jokowi: Pencapaian Baik di Tahun yang Sangat Berat
"Atas permasalahan ini BPK merekomendasikan pemerintah antara lain agar melakukan inventarisasi atas piutang macet yang belum daluwarsa penagihan per 30 Juni 2002 dan melakukan tindakan penagihan aktif sesuai ketentuan," kata Isma.
Ketiga, BPK menyoroti sisa dana investasi pemerintah dalam rangka pemulihan ekonomi nasional tahun 2020 dan 2021 kepada TP Garuda Indonesia sebesar Rp 7,5 triliun dan PT Krakatau Steel (Rp 800 miliar) yang berpotensi tak dapat tersalurkan.
Untuk itu, BPK merekomendasikan pemerintah agar mengembalikan sisa dana investasi pemerintah ke rekening kas umum negara.
Selanjutnya, BPK juga menemukan bahwa penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban belana non-program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) pada 80 kementerian/lembaga sebesar Rp 12,52 triliun belum sepenuhnya sesuai ketentuan.
Baca juga: Temuan BPK, Pemprov DKI Kelebihan Bayar Gaji dan Tunjangan Pegawai Rp 4,17 Miliar
Oleh karena itu, BPK merekomendasikan supaya pemerintah memperbaiki mekanisme penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban belanja untuk memitigasi risiko ketidakpatuhan.
Beberapa temuan lain yang diungkapkan Isma antara lain mengenai perlakuan dana fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP), sisa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler tahun 2020-2021, serta kewajiban jangka panjang atas program pensiun.
Merespons itu, Jokowi meminta anak buahnya untuk menindaklanjuti temuan-temuan BPK agar tata kelola keuangan negara semakin baik.
"Saya ingin menegaskan lagi kepada para menteri, kepala lembaga, maupun kepala daerah agar segera menindaklanjuti dan menyelesaikan semua rekomendasi pemeriksaan BPK," kata Jokowi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.